Kisah InspiratifShahabiyah

Ummu Haram binti Milhan ra., Wanita Syahid dan Penyabar

MuslimahNews.com, KISAH INSPIRATIF – Ummu Haram binti Milhan bin Khalid, seorang wanita Anshar yang berasal dari suku Najjar dan lebih dulu masuk Islam serta berbaiat kepada Rasulullah Saw. Ummu Haram termasuk tokoh wanita terkemuka karena peran-perannya yang sangat besar.

Ia disebut “syahiidatul bahr” (wanita syahid di laut) yang selalu merindukan surga Allah SWT, sehingga Rasulullah saw. memberinya kabar gembira bahwa dia akan mati syahid di jalan Allah “Azza wa Jalla.

Sebelum memulai perjalanan yang penuh berkah ini, kita akan berhenti sejenak untuk melihat latar belakang keluarga Ummu Haram yang bergelimang dengan keberkahan.

Latar Belakang Keluarga yang Terpandang

Ummu Haram adalah saudara kandung Al-Ghumaisha’ yang lebih dikenal dengan nama Ummu Sulaim, semoga Allah meridai mereka berdua. Keduanya termasuk wanita-wanita yang mendapat kabar gembira akan masuk surga. Sungguh, itu merupakan kabar gembira yang paling menyenangkan.

Ummu Haram juga merupakan bibi seorang sahabat terkemuka, Anas bin Malik ra., yang telah memenuhi seluruh ruang di dunia ini dengan hadis-hadis Nabi saw. Ia juga merupakan sahabat yang memiliki keistimewaan tersendiri yang sulit dicari bandingannya. Anas ra. adalah pelayan Rasulullah saw.

Ummu Haram memiliki dua saudara kandung yang tergolong kesatria gagah berani dan syuhada, yakni Haram dan Sulaim, semuanya putra Milhan. Keduanya ikut dalam Perang Badar dan Uhud, dan terbunuh sebagai syahid dalam tragedi Bi’r Ma’unah. Putra Ummu Haram, Qais bin ‘Amr bin Qais, dan suaminya, ‘Amr bin Qais bin Zaid, ikut dalam Perang Uhud dan gugur sebagai syuhada dalam perang tersebut.

Dengan gambaran di atas, keluarga Ummu Haram adalah keluarga yang sangat agung, sehingga garis-garis keagungannya mencapai permukaan bintang-gemintang yang sangat tinggi. Sebuah keluarga mulia karena memiliki keimanan, keluhuran, keagungan, dan pengorbanannya yang tidak pernah berhenti untuk membela dan menegakkan agama Allah ‘Azza wa Jalla.

Sebuah Penantian Panjang

Setelah memeluk Islam dan kekuatan iman telah merasuk di dalam lubuk hatinya, Ummu Haram ra. dan semua penduduk Madinah yang sehati dengannya tidak sabar menanti hari kedatangan Rasulullah saw. dari perjalanan hijrahnya ke Madinah untuk menambah suasana semakin semarak dan terang benderang.

Akhirnya, Rasulullah saw. tiba di kota Madinah. Seluruh kaum muslimin berkumpul di sekelilingnya dan selalu rapat dengannya untuk mempelajari setiap nilai kebaikan dan meneladani setiap petunjuk dan akhlaknya.

Ummu Haram ra. melewati hari-hari yang paling indah dalam hidupnya bersama komunitas yang tidak mungkin akan muncul lagi di atas pentas sejarah. Bagaimana tidak, mereka adalah masyarakat yang mengenyam pendidikan Rasulullah saw. yang tampil di pentas dunia dan menyatakan dengan lantang, “Inilah Islam dan mereka inilah kaum muslimin. Maka, siapa yang dapat membentuk sebuah generasi seperti mereka, maka lakukanlah!”

Ummu Haram ra. hidup di periode awal Islam di tengah orang-orang yang paling mulia setelah para nabi dan rasul, yakni kalangan sahabat-sahabat Rasulullah saw., baik itu laki-laki maupun perempuan yang telah menunjukkan semua nilai kebaikan.

Menikah dengan Laki-laki yang Setara dengan Seribu Tentara

Hari demi hari terus berlalu. Ummu Haram ra. meniti anak tangga kemuliaan yang terus membuatnya pada posisi yang lebih tinggi, hingga pada suatu hari Allah SWT memberinya anugerah yang sangat besar, yakni menikah dengan seorang laki-laki yang pernah disebut oleh Umar bin Khaththab ra., “Sesungguhnya dia setara dengan seribu tentara.” Laki-laki tersebut adalah Ubadah bin Ash-Shamit ra.

Pernyataan Umar ra. tersebut berawal dari peristiwa yang melibatkannya, yakni ketika kaum muslimin hendak menaklukkan Mesir dan mengerahkan pasukan besar yang dipimpin oleh ‘Amr bin Al’Ash ra. Akan tetapi, setibanya di Mesir, ‘Amr ra, melihat jumlah dan persiapan pasukan Mesir terlalu besar, terlebih lagi mereka dibantu pasukan Romawi.

Karena itu, dia mengirim surat kepada Umar bin Khaththab ra. untuk meminta dikirim pasukan bantuan. Umar ra. mengabulkan permintaannya. Ia mengirim pasukan bantuan sebanyak 4.000 tentara.

Di dalam surat jawabannya, Umar ra, berkata, “Sesungguhnya aku telah mengirim pasukan bantuan kepadamu sebanyak 4.000 tentara; maksudnya, setiap orang yang aku kirim setara dengan 1.000 tentara.” Ubadah bin Ash-Shamit ra. adalah satu dari empat orang yang dikirim Umar ra. itu.

Ummu Haram ra. dipersunting oleh ‘Ubadah bin Ash-Shamit. Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai seorang putra bernama Muhammad bin ‘Ubadah bin Ash-Shamit. ‘Ubadah sangat memahami kemuliaan dan kedudukan istrinya ini, maka ia berusaha sekuat tenaga agar menjadi suami yang baik baginya.

Begitu juga sebaliknya, Ummu Haram ra. berusaha untuk menjadi istri yang baik bagi suaminya itu, sehingga mereka hidup di bawah naungan nilai-nilai keimanan dan tauhid.

Seuntai Keutamaan yang Harum Semerbak

Ummu Haram ra. memiliki keistimewaan-keistimewaan yang mengalirkan berkah dan menunjukkan kemuliaan. Di antaranya adalah dia hafal dan menguasai hadis Rasulullah saw. dengan baik. Ummu Haram ra, meriwayatkan lima hadis.

Satu di antaranya diriwayatkan dalam kitab Ash-Shahiihain yang berarti diriwayatkan secara bersama oleh Bukhari dan Muslim (muttafaq ‘alaih). Orang-orang yang meriwayatkan hadis darinya, antara lain suaminya sendiri, ‘Ubadah bin Ash-Shamit ra., Anas bin Malik ra., ‘Umair bin Al-Aswad, ‘Atha’ bin Yasar, Ya’la bin Syaddad bin Aus dan lain-lain.

Masih banyak lagi keistimewaan-keistimewaan Ummu Haram ra., seperti suka memberi dan sangat mengutamakan Rasulullah saw., serta memberi pelayanan yang sangat baik kepada beliau setiap kali beliau berkunjung ke rumahnya.

Kedermawanan dan mengutamakan kepentingan orang lain adalah sifat paling menonjol yang dimiliki oleh orang-orang Anshar. Mereka selalu lebih mementingkan keperluan orang lain daripada dirinya sendiri, terutama kepada sahabat-sahabat Rasulullah saw. yang termasuk golongan Muhajirin.

Tentunya, semua itu merupakan bukti bahwa jiwa mereka bersih dari noda-noda materi duniawi dan perhiasannya. Juga bukti bahwa mereka memiliki ruh yang kuat dan terbebas dari sifat syuhh (kikir), karena kikir adalah penyakit kronis yang tidak mungkin dapat melahirkan kebaikan.

Allah SWT telah mengabadikan keistimewaan Anshar ini dalam firman-Nya,

Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar)- sebelum kedatangan mereka (Muhajirin). Mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang-orang Muhajirin), dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan barang siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Al-Hasyr: 9)

Menerima Berita Gembira Akan Mati Syahid

Sudah lama sekali, Ummu Haram ra. memendam hasrat yang sangat besar di lubuk hatinya yang paling dalam agar dapat berjuang dan membela agama Islam. Dia tidak peduli dengan berapa pun harga yang harus dibayarnya, termasuk kalaupun harus mengorbankan nyawanya sendiri, demi dapat memperjuangkan agama Allah swt.

Ummu Haram ra. ingin sekali meraih syahaadah (mati syahid) di jalan Allah swt., sehingga dia sangat bahagia ketika mendengar kabar gembira bahwa dirinya akan mati syahid dari mulut manusia jujur yang tidak pernah berbicara dengan hawa nafsu, Muhammad Saw.

Anas bin Malik ra. menuturkan, “Ummu Haram binti Milhan berkata kepadaku bahwa pada suatu hari, Rasulullah Saw. tidur siang di rumahnya lalu bangun sambil tersenyum. Ummu Haram bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apa yang membuatmu tersenyum?’ Rasulullah saw. menerangkan, ‘Aku diperlihatkan (dalam mimpi) ada sekelompok orang dari umatku yang mengarungi laut. Mereka seperti raja-raja yang duduk di atas singgasana.’ Ummu Haram berkata, ‘Wahai Rasulullah, berdoalah agar aku termasuk salah seorang dari mereka.’ Rasulullah saw. berkata, ‘Engkau adalah rombongan pertama dari mereka.””

Setelah peristiwa itu, Ummu Haram menikah dengan ‘Ubadah bin Ash-Shamit ra. Ketika ‘Ubadah ikut dalam pasukan (menyerang musuh di sebuah pulau) yang mengarungi laut, ia membawa Ummu Haram dalam perang tersebut.

Setelah kembali dari perang, seekor keledai didekatkan kepadanya, tapi setelah menunggangnya, tiba-tiba keledai itu menghempaskannya ke atas tanah dan menginjak lehernya, sehingga dia meninggal dunia. Semoga Allah meridainya.

Itulah perjalanan kita bersama sahabat wanita yang agung tersebut. Seorang wanita yang dijamin masuk surga dan telah menorehkan tinta cahaya di atas lembaran-lembaran sejarah, sehingga kita akan terus mengingat riwayat hidupnya yang harum semerbak.

Semoga Allah meridainya dan membuatnya rida, serta menjadikan surga Firdaus sebagai tempat persinggahan terakhirnya. [MNews/Juan]

One thought on “Ummu Haram binti Milhan ra., Wanita Syahid dan Penyabar

  • Linda Nia Safitri

    MasyaAllah

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *