Parenting Moderasi Beragama, Mampukah Mewujudkan Generasi Bertakwa?
Parenting moderasi adalah bagian dari agenda global untuk merusak Islam. Sedari lahir, bayi-bayi suci harus tercekoki pemahaman sesat moderasi beragama. Apa dampaknya bagi generasi?
Penulis: Kanti Rahmillah, M.Si.
Muslimah News, OPINI — Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (BKBP) Kota Yogyakarta mengenalkan model parenting atau pola asuh kebangsaan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan partisipasi keluarga dalam menumbuhkan semangat dan jiwa nasionalisme anak sejak usia balita. Untuk memperkenalkan dan merealisasikannya, BKBP menggandeng Kampung KB dan program Bina Keluarga balita yang sudah ada di tiap kelurahan.
BKBP menyiapkan modul panduan orang tua dalam menjalankan pola asuh berwawasan kebangsaan ke anak. Nantinya, BKBP akan memberikan Kartu si Kumbang, yaitu kartu tumbuh kembang anak untuk mengukur sejauh mana anak usia 0—4 tahun bisa memahami dan mengenal wawasan kebangsaan. Tujuannya agar anak-anak sedari dini memiliki karakter dan jiwa nasionalisme yang kuat. (antaranews, 2/11/2001).
Salah Kaprah Moderasi Beragama
Parenting moderasi adalah bagian dari agenda global untuk merusak Islam. Sedari lahir, bayi-bayi suci harus tercekoki pemahaman sesat moderasi beragama. Hal demikian adalah upaya sistematis dalam mengaburkan ajaran Islam kafah dan memberi stigma ajaran Islam politik dengan label radikalisme. Muara dari semua ini adalah untuk membendung kebangkitan Khilafah.
Barat memakai istilah moderasi beragama untuk menyerang ajaran Islam kafah. Sebab sejatinya, moderasi beragama hanya ditujukan untuk merusak agama Islam. Lihat saja, program moderasi beragama berpadu padan dengan program deradikalisasi.
Para pengusungnya mengklaim pemikiran moderasi adalah obat mujarab untuk menangkal Islam radikal. Mereka memelintir dalil dan menggunakannya sesuai kepentingan hawa nafsu. Misalnya saja QS Al-Baqarah: 143 yang sering mereka jadikan dalil landasan moderasi beragama. Mereka membelokkan makna istilah “ummatan wasathan” yang berarti ‘umat pertengahan’ menjadi Islam moderat. Padahal, makna “ummatan wasathan” dan “moderat” sangatlah jauh.
Makna “ummatan wasathan” dalam HR At-Tirmidzi adalah umat yang adil (ummatan ‘adlan). Adil di sini bukan berarti pertengahan antara ifrath (berlebihan) dan tafrith (longgar), melainkan sifat adil dalam memberikan kesaksian (syahadat). Sedangkan umat Islam akan menjadi saksi di hari kiamat.
Jauh sekali maknanya dengan moderat yang dirumuskan para pengusungnya. Islam moderat yang berada di tengah-tengah antara Islam liberal (serba bebas) dan Islam radikal (serba kaku) tidak menjadikan syariat sebagai penentu keputusan. Syariat dipilah berdasarkan kesesuaiannya dengan sistem Barat, seperti demokrasi, sekularisme, liberalisme, pluralisme, ataupun feminisme. Inilah yang menjadikan ajaran kafah tidak sesuai dengan Islam moderat.
Dampak Parenting Moderasi
Program parenting moderasi makin mendapat tempat setelah peristiwa Bom Surabaya yang melibatkan anak-anak usia sekolah dalam aksi terornya. Ini menyebabkan upaya deradikalisasi sejak dini—bahkan dari 0 tahun—mereka anggap solusi agar anak-anak tidak terkontaminasi pemahaman radikal dari keluarganya. Oleh karenanya, parenting moderasi menjadi pilihan wajib bagi mereka.
Padahal, pendidikan moderasi sejak dini setidaknya menyebabkan tiga kemudaratan. Pertama, pendangkalan akidah anak. Memahamkan anak untuk tidak menganggap agamanya adalah satu-satunya yang paling benar (pluralisme) akan menimbulkan keraguan pada diri anak atas kebenaran agamanya. Bukankah ini akan mengantarkan pada kemurtadan?
Kedua, makin tertancap kuatnya paham sekuler liberal pada anak. Sedari dini mengajarkan anak untuk tidak menjadikan agama sebagai pedoman hidup. Sekularisme memberi dogma pada manusia untuk menjauhkan agama dari kehidupannya. Bukankah ini juga berarti mencampakkan syariat?
Begitu pun liberalisme yang akan menjadi landasan mereka dalam bertingkah laku. Mereka akan merasa bebas berbuat apa pun dalam mencari kesenangan dunia. Bukankah ini memicu terjadinya kenakalan remaja, seperti seks bebas, aborsi, narkoba, tawuran, geng motor, dan perilaku kriminal lainnya? Bukankah ini pun merupakan kerugian negara sebab negara telah kehilangan generasi cemerlang untuk membangun bangsa?
Bahaya ketiga adalah hilangnya pemahaman Islam politik. Ketika moderasi terus diaruskan untuk melawan pemahaman radikal—yang sebenarnya ditujukan pada ajaran Islam politik—bukankah ini yang menyebabkan anak bangsa makin tidak peduli walau SDA-nya dikeruk asing? Padahal, pencaplokan sumber daya alam milik umat menyebabkan kesengsaraan umat berlipat-lipat!
Bukankah pula dengan hilangnya pemahaman mereka terhadap Islam politik akan menghilangkan generasi yang siap memimpin bangsa dengan amanah?
Dengan demikian, adanya moderasi sejak dini akan menghilangkan potensi terwujudnya seorang pemimpin yang akan membawa perubahan besar bagi umat dan bangsa.
Agenda Global
Telah jelas kesesatan dan kemudaratan moderasi beragama. Namun, mengapa mereka terus menggaungkan moderasi beragama di segala sektor?
Sejatinya, inilah agenda global dalam membendung kebangkitan Islam. Barat sangat meyakini jika umat muslim kembali pada ajarannya dengan benar, kebangkitan Islam akan segera kembali dan menghancurkan peradaban Barat yang memang sudah rapuh.
Kekuatan besar umat Islam itu adalah sistem Khilafah Islamiah. Dengan tegaknya Khilafah, negeri-negeri muslim akan bersatu. Kaum muslim akan berada dalam satu komando untuk melindungi umat dan agamanya. Tidak akan ada lagi yang berani menginjak-injak kaum muslim sebagaimana di Palestina, di Suriah, di Cina, Myanmar, ataupun Thailand.
Tidak akan ada lagi yang berani menjarah harta kekayaan milik umat Islam, mengeksploitasi barang tambang, membakar hutan hanya menanam kelapa sawit, pembangunan infrastruktur berbasis kepentingan korporasi bukan umat, maupun membiayai berjalannya pemerintahan dan pembangunan negara dengan utang berbasis riba.
Semua itu Khilafah lakukan semata untuk melindungi jiwa dan harta umat. Kemuliaan kaum muslim pun akan kembali terangkat. Dunia akan dipimpin oleh peradaban luhur yang menjadikan manusia sebagai entitas yang wajib terpelihara jiwa dan kesejahteraannya, bukan justru tereksploitasi atas nama kepentingan segelintir pengusaha multinasional.
Khatimah
Seharusnya, kita memberikan pada anak-anak balita pengasuhan yang menguatkan akidah mereka sehingga sedari dini tertancap keimanan yang kukuh. Juga mengajarkan mereka bahwa syariat adalah pedoman hidup yang akan membawa kebaikan di dunia dan akhirat.
Harapannya, pendidikan anak berbasis akidah akan melahirkan generasi tangguh yang bertakwa dan berkepribadian Islam. Mereka akan menjadi sosok pemimpin yang mampu membawa perubahan besar dan mengantarkan umat pada kesejahteraan.
Oleh karenanya, selayaknya kaum muslim menolak paham moderasi beragama dan mengerahkan daya dan upaya untuk mengadang pemikiran sesat yang sengaja Barat aruskan pada kaum muslim. Sebab sejatinya, moderasi adalah upaya usang yang terus Barat usung untuk mengadang kebangkitan Islam. Wallahualam. [MNews/Has]