FokusOpini

Islam Nusantara, Harus Ditolak!

MuslimahNews, FOKUS — Ide Islam Nusantara kembali menjadi perbincangan hangat akhir-akhir ini. Setelah sebelumnya ide ini mengemuka di awal kemunculannya, ketika Muktamar NU ke-33 di Jombang pada tahun 2015 lalu. Ide ini muncul sebagai bentuk penafsiran alternatif masyarakat Islam global yang selama ini didominasi perspektif Arab dan Timur Tengah. Sejak saat itulah ide ini digaungkan di seluruh Nusantara bahkan dunia internasional oleh organisasi Islam terbesar di Nusantara tersebut. Islam yang diklaim sebagai Islam damai, toleran, ramah, berakhlak, tanpa kekerasan dan berperadaban. Sebagai ekspresi Islam model baru, yang jauh dari konflik dan kekerasan.

Baru-baru ini, ide Islam Nusantara ini kembali mengemuka ketika Katib Aam Syuriah PBNU KH. Yahya Cholil Staquf berkunjung ke Israel menjelang lebaran kemarin. Ia diundang menjadi pembicara di berbagai forum. Ia menawarkan Islam Nusantara, Islam Rahmah sebagai solusi masalah Israel-Palestina. Pro kontra pun bermunculan, terutama mengenai ide Islam Nusantaranya ini. Tak pelak, isu Islam Nusantara kembali dipermasalahkan. Beberapa tokoh menyatakan dukungannya tentang Islam Nusantara ini, diantaranya Gus Yahya: ”Islam Nusantara adalah agama sejati, Islam Arab adalah agama penakluk, agama penjajah”(NU.or.id, 12/6/18).

Bahkan penguasa negeri ini pun mendukungnya, sebagaimana pidatonya saat membuka Munas alim Ulama NU di masjid Istiqlal, “Islam kita adalah Islam nusantara, Islam yang penuh sopan santun, Islam yang penuh tata-krama, itulah Islam nusantara, Islam yang penuh toleransi” (harianislam.blogspot.com, (14/6/18).

Yang istimewa dan cukup mencolok adalah pernyataan MUI Sumbar yang menolak ide Islam Nusantara ini di ranah Minang, karena bagi MUI Sumbar, nama Islam sudah sempurna dan tidak perlu lagi ditambah dengan embel-embel apapun. Dalam surat Keputusan Rakorda bidang ukhuwwah MUI Sumbar dan MUI Kab/Kota Se-Sumbar tertanggal 21/7/2018 menyatakan 7 alasan ditolaknya Islam Nusantara.

Dalam penutup dinyatakan “Dengan berbagai alasan di atas yang merupakan sebagian kecil dari alasan yang dipertimbangkan oleh peserta Rakorda, maka kami MUI Sunbar dan MUI Kab/Kota se-Sumbar menyatakan tanpa ada keraguan bahwa: “Islam Nusantara” dalam konsep/ pengertian/ definisi apapun tidak dibutuhkkan di Ranah Minang (Sumatera Barat). Bagi kami, nama “Islam” sudah sempurna dan tidak perlu lagi ditambah dengan embel-embel apapun”.

Baca juga:  Hakikat Islam Nusantara

Dan ternyata pernyataan MUI Sumbar ini membuat gerah beberapa pihak, bahkan MUI pusat memperingatkannya. Ketua Umum MUI Pusat, KH Ma’ruf Amin menegaskan pihaknya bakal meluruskan perbedaan pandangan terkait penolakan konsep Islam Nusantara di ranah Minang oleh MUI Sumatera Barat (CNN Indonesia 26/7).

Demikian halnya Ketua Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) Marsudi Syuhud menilai langkah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat yang melarang ajaran Islam Nusantara di Tanah Minang disebut sebagai tindakan yang gagal paham. (CNN Indonesia 27/7).

Utusan Khusus Presiden RI untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban (UKP-DKAAP), Din Syamsuddin meminta agar ulama Sumatera Barat (Sumbar) tidak menolak wawasan keislaman yang dikembangkan Nahdlatul Ulama (NU), yaitu Islam Nusantara. Menurut dia, sebaiknya tidak ada sikap tolak menolak antarumat Islam yang mengembangkan wawasan tertentu.

Di tengah berbagai kritik dan kecaman terhadap keputusannya, MUI Sumatera Barat (Sumbar) tetap dengan keputusannya, lewat ketuanya Buya Gusrizal Gazahar. Beliau menepis tudingan Wakil Ketua Umum MUI Pusat Zainut Tauhid yang menyatakan bahwa MUI Sumatera Barat telah menyalahi khittah dan jati diri majelis ulama. Menurutnya apa yang sudah diputuskan oleh MUI se-Sumbar beberapa hari yang lalu dengan menolak masuknya istilah “Islam Nusantara” di wilayah Sumatera Barat sudah benar dan tidak bisa digugat lagi. (voa-islam.com, 27/7/2018). Sikap yang patut didukung oleh umat Islam.

Demikianlah, para pengusung dan pendukung ide Islam Nusantara terus berupaya keras untuk menghadang para penentang Islam Nusantara. Mereka menggunakan berbagai argumentasi untuk meyakinkan masyarakat. Islam Nusantara didefinisikan sebagai penafsiran Islam yang mempertimbangkan budaya dan adat istiadat lokal di Indonesia dalam merumuskan fikihnya. Islam Nusantara yang dimaksud NU adalah metode dakwah Islam di bumi Nusantara di tengah penduduknya yang multietnis, multi budaya dan multi agama yang dilakukan secara santun dan damai.

Baca juga:  Ide Islam Nusantara Dikritik Keras Putra KH Maemoen Zubair

Islam Nusantara adalah tasawut (moderat), rahmah (pengasih), anti radikal, inklusif dan toleran. Dalam hubungannya dengan budaya lokal, Islam Nusantara menggunakan pendekatan budaya yang simpatik dalam menjalankan syiar Islam. Ia tidak menghancurkan, merusak atau membasmi budaya asli tetapi sebaliknya merangkul, menghormati, memelihara serta melestarikan budaya lokal.

Banyak media massa memberikan ruang yang cukup luas bagi mereka untuk menyampaikan idenya tersebut, sehingga akhirnya tidak sedikit kaum Muslim yang beranggapan jika ide Islam Moderat sejalan dengan Islam. Padahal jika kita telusuri lebih jauh, maka sesungguhnya ide Islam Nusantara atau Islam Moderat dan sebagainya tidak ada dalam Islam, bahkan ide ini menuai bahaya bagi Islam dan umat Islam. Karena itu perlu ada sikap kritis terhadap argumentasi yang mereka kemukakan.

Konsep Islam Nusantara dianggap sebagai wujud kearifan lokal Indonesia Islam Nusantara, ia adalah Islam yang khas ala Indonesia. Argumentasi seperti ini sangat lemah. Pasalnya, Alquran diturunkan oleh Allah SWT sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia, tidak ada kekhususan bagi orang Arab, Eropa, Asia, dan sebagainya. Tentu kesalahan sangat fatal jika Islam disejajarkan dengan adat istiadat dan budaya sehingga menganggap ajaran Islam dapat disesuaikan dengan budaya lokal.

Demikian halnya Islam Nusantara dianggap sebagai bentuk alternatif untuk menampilkan wajah Islam yang lebih “moderat” dan “toleran”, sebagai reaksi terhadap kondisi Timur Tengah yang saat ini diwarnai konflik berkepanjangan. Argumentasi seperti itu tidak tepat. Pasalnya, kondisi Timur Tengah yang terus bergolak sesungguhnya bukan karena faktor Islam. Wilayah ini terus memanas karena strategi penjajah Barat. Timur Tengah selama ini telah menjadi arena pertarungan kepentingan antara Inggris, Amerika, Rusia dan Prancis.

Baca juga:  Beginilah Sikap Pemberani Pewaris Para Nabi

Terlebih lagi, sesungguhnya ide Islam Nusantara ini mengandung bahaya yang harus diwaspadai umat Islam, sehingga seharusnya umat Islam menolak ide ini. Jika kita cermati secara mendalam, maka ide Islam Nusantara pada dasarnya adalah bagian dari rangkaian proses sekularisasi pemikiran Islam, dengan mempropagandakan keterbukaan dan toleransi terhadap agama dan budaya di Nusantara.

Di samping itu, ide Islam Nusantara berpotensi besar untuk memecah belah kesatuan kaum Muslim. Antar negeri Muslim akan dipecah-belah melalui isu kedaerahan, ada Islam Nusantara, Islam Timur Tengah, Islam Turki, dan sebagainya. Ini merupakan politik belah-bambu atau stick and carrot yang memang merupakan strategi penjajah untuk melemahkan kaum Muslim. Yang lebih bahaya lagi, ide Islam Nusantara dapat pula digunakan untuk menghadang upaya penegakan syariah dan Khilafah.

Telah sangat jelas bahwa konsep Islam Nusantara tidak sesuai dengan Islam dan tidak datang dari Islam, serta bertentangan dengan Islam. Bahkan mengandung bahaya terselubung yang harus diwaspadai oleh Islam. Bukannya mempersatukan umat Islam sebagaimana yang digadang-gadang oleh pengusung Islam Nusantra, tetapi justru yang terjadi sebaliknya, mengotak-kotakkan umat Islam yang membawa kepada pertentangan yang satu dengan yang lainnya yang pada akhirnya justru memunculkan perpecahan umat Islam.

Terlebih lagi ide ini justru menghambat perjuangan penegakkan Islam kaaffah, mengebiri syariat Islam. Oleh karena itu langkah MUI Sumbar sebenarnya sudah tepat, dan seharusnya umat Islam turut mendukung dan bersama-sama mengopinikan kesalahan dan bahaya Islam Nusantara, sekaligus mendakwahkan pemahaman Islam yang benar, Islam kaaffah ke tengah-tengah umat sehingga menjadi pemahaman umat dan selanjutnya berjuang bersama-sama untuk menegakkan Islam yang sempurna di dunia ini. Wallahu a’lam bishawwab.(NS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *