Editorial

[Editorial] Teror Mental Disorder di Tengah Revolusi Mental Rezim Sekuler

MuslimahNews.com, EDITORIAL – Siapa nyana, seorang remaja perempuan berinisial NF, pintar menggambar, berkerudung pula, tega membunuh seorang anak balita tetangganya dengan cara keji dan terencana.

Dia panggil si anak, dimintanya mengambilkan mainan di bak, lalu dia tenggelamkan dan dia cekik hingga tewas. Lantas mayatnya dia masukkan ke dalam ember, ditutup dengan sprei, dan dia simpan di lemari bajunya, semalaman.

Di malam itu, tanpa takut dia ungkap kejahatannya di laman facebook. Asyik dan bangga.

Begitu pun ketika esok harinya, dia putuskan untuk melapor. Tak tampak rasa menyesal. Bahkan dengan enteng dia berkata, “Aku puas!” Seakan karakter Slenderman kesukaannya, benar-benar telah merasuk dalam jiwa.

Di tempat dan saat lain, seorang pemuda intelek, anak pengusaha kaya, lulusan PTN ternama, dan sedang melanjutkan studi di PT kelas dunia, ditangkap karena terbukti menjadi predator ratusan pria. Mirisnya, dia rekam semua aksi bejatnya, tanpa rasa berdosa pula.

Dua kejadian menghebohkan ini hanyalah secuil kasus di tengah semesta peristiwa serupa yang tak mampu semuanya diangkat media. Bukan karena minimnya jumlah media massa, tapi karena kasus kejahatan yang melibatkan kalangan remaja sedemikian merebaknya.

Tak hanya meningkat secara kuantitatif, kejahatan yang dilakukan anak remaja juga kian meningkat kualitasnya. Tak jarang kejahatan dilakukan bukan semata karena terpaksa atau terbawa suasana, tapi karena kejahatan menjadi semacam jalan keluar, bahkan prestise dan kenikmatan.

Bagaimana tak mengerikan? Saat ini, membully, tawuran, aborsi, membunuh, menyiksa, memerkosa, merampok, mencuri, sudah lazim dilakukan anak remaja. Korbannya bisa teman sendiri, pacar, anak-anak, bahkan pada beberapa kasus korbannya adalah orang tua sendiri.

Pertanyaannya, apa yang terjadi dengan anak remaja kita? Apalagi tak sedikit dari pelaku kejahatan seolah sudah kehilangan pikir dan rasa. Ringan melakukan kekejian hanya karena sebab yang sepele.

Tak dimungkiri, anak dan remaja kita hari ini memang hidup di era yang sudah sangat jauh dari suasana Islam. Pergaulan sudah didominasi nilai-nilai permisif dan kebebasan. Kebaikan dan keburukan standarnya bukan lagi halal-haram, melainkan kemanfaatan.

Mereka sudah kehilangan rumah sebagai naungan. Kehilangan ibu-ayah sebagai panutan. Kehilangan keluarga sebagai tempat berkasih sayang dan istirahat. Kehilangan sekolah sebagai tempat membangun mimpi dan cita-cita. Bahkan mereka telah kehilangan agama sebagai kebanggaan dan identitas.

Baca juga:  Optimalkan Pribadi Anak di Usia Tamyiz

Semua tergantikan oleh jalanan, oleh benda mati bernama gawai, oleh komunitas-komunitas bawah tanah, oleh musik dan lampu klub malam, oleh mantra-mantra picisan di novel-novel dan film-film tentang cinta, bahkan terganti oleh fantasi yang lahir dari sengatan bau lem, pahitnya khamr dan narkoba.

Jadilah mereka remaja yang serba lebay. Bisa jadi mereka pintar, tapi rapuh ketika menghadapi persoalan. Mudah marah, mudah lemah, senang memaki, gemar membully dan melabeli, agresif, putus asa, posesif, bucin, split personality, mental disorder, dan perilaku-perilaku negatif lainnya.

Pada sebagian kasus, tak sedikit anak dan remaja yang anteng dengan dirinya sendiri bahkan menarik diri. Asosial.

Tampak betapa rasionalitas dan kematangan emosi menjadi hal yang jauh dari karakter mayoritas remaja kita hari ini. Arah hidup didikte oleh iklan. Atau oleh tren opini media, yang ndilalahnya efektif menyebar nilai-nilai kerusakan. Dan tanpa sadar, mereka pun masuk dalam kelompok pengidap gangguan jiwa, dengan berbagai tingkatannya.

Mental disorder alias gangguan jiwa adalah pola psikologis atau perilaku yang umumnya terkait dengan stres atau kelainan jiwa yang tidak dianggap sebagai bagian dari perkembangan normal manusia.

Gangguan kejiwaan ini bersifat psikologis dan simptomatik. Jadi memang hanya bisa dilihat dari gejala. Ada yang ringan hingga sedang, seperti gangguan emosional, dan ada yang berat bahkan berbahaya. Yang paling berbahaya antara lain berupa mental illness, karena pengidap bisa membahayakan dirinya dan juga orang lain (menjadi psikopat). Dan menurut penelitian ternyata mental illness ini sekarang banyak diidap oleh remaja.

Beberapa waktu lalu, Awkarin seorang selebgram yang sempat viral karena perilaku lebaynya merilis video yang secara terbuka menceritakan tentang mental illness yang selama ini diidapnya. Sehingga bisa dipahami kenapa anak yang sebetulnya cerdas, berlatar agama baik, dan punya orang tua yang berkarir sukses ini bisa berubah menjadi “liar” dan tak malu disebut budak cinta.

Karenanya kita pun bisa memastikan, remaja-remaja bermasalah ini adalah para pengidap gangguan jiwa yang belum selesai dengan dirinya. Yang jika ditelusur ternyata sangat berkaitan dengan berbagai tekanan yang dialami yang tidak diimbangi kematangan psikologis.

Baca juga:  ASEAN Youth Interfaith Camp: Agenda Global Sarat Virus "Sipilis"

Parahnya, tekanan itu menghantam anak-anak remaja dari berbagai arah. Keluarga yang telanjur mengalami disfungsi dan disharmoni, juga dari lingkungan masyarakat termasuk sekolah yang tak ramah terhadap fitrah.

Semuanya ternyata berpangkal pada penerapan sistem yang rusak oleh negara dan mengikis ketahanan keluarga dan masyarakat kita. Bahkan boleh dikata, negaralah yang paling bertanggung jawab terhadap rusaknya anak remaja kita.

Lihatlah betapa penerapan sistem demokrasi yang mengagungkan kebebasan sedikit demi sedikit telah menggerus keyakinan pada nilai-nilai kebenaran agama. Standar perbuatan menjadi cair, tak jelas ukurannya. Pergaulan pun menjadi permisif dan niradab. Termasuk pola relasi dalam bangunan keluarga.

Begitu pun penerapan sistem ekonomi kapitalistik telah menyebabkan kemiskinan menjadi potret sebagian besar masyarakat. Menjadikan hidup begitu penuh persaingan. Si kaya memangsa si miskin. Dan gap sosial pun makin lebar menganga, di tengah kekayaan alam yang luar biasa.

Tak cukup hanya para bapak yang berjuang mencari nafkah, kondisi ini membuat para ibu pun harus berjibaku memikul beban ganda. Menjadi ibu rumah tangga sekaligus menopang ekonomi keluarga, di tengah kondisi ekonomi yang makin berat dirasa.

Akhirnya anak-anak pun tumbuh tanpa pengawalan penuh ayah ibunya. Pola relasi yang terjalin di keluarga penuh dengan tekanan. Lalu mereka beribu dan berguru pada lingkungan yang kondisinya tak jauh berbeda. Mengidap stres sosial.

Buktinya, kriminalitas dan kekacauan begitu merajalela. Kerusakan dianggap biasa. Dan semuanya tak bisa dibendung sistem hukum dan penjagaan yang dilakukan negara. Negara bahkan begitu minim perannya dan selalu berdalih bahwa urusan moral dan agama bukan ranah tanggung jawabnya.

Bahkan negara pun ikut merusak para remaja kita dengan kebijakan media yang begitu longgar. Pornografi, pornoaksi, kekerasan, kecabulan, perilaku menyimpang, semua dipelajari remaja melalui media yang dibiarkan liar.

Negara hanya peduli pada isu radikalisme dibanding “sipilisme” (sekularisme, pluralisme, liberalisme, ed.) yang nyata-nyata merusak generasi muda. Sementara program revolusi mental yang digaungkan sebagai proyek andalan nyatanya hanya jadi slogan tanpa makna.

Lantas dengan cara apa semua kondisi ini bisa dihentikan?

Kita tentu tak ingin semua remaja terjebak dalam teror gangguan jiwa yang jelas-jelas akan menghalangi terwujudnya generasi masa depan cemerlang. Apalagi selama ini, kelemahan generasi ini telah menjadi sebab nyata langgengnya hegemoni kapitalisme yang sejatinya merupakan wujud penjajahan di negeri-negeri Islam.

Baca juga:  Ancaman Krisis Identitas di Balik Fenomena Bowo dan Teknologi Tik Tok

Cara yang bisa dilakukan adalah menguatkan kesadaran tentang pentingnya mewujudkan sistem Islam, yang tegak di atas landasan keimanan dan penerapan aturan-aturan hidup yang adil dan memuliakan. Mulai dari sistem pemerintahannya, sistem ekonominya, sistem sosialnya (termasuk kebijakan media, pendidikan, dan kesehatan), sistem hukumnya, dan lain sebagainya.

Dalam hal ini dakwah membongkar kebobrokan sistem sekuler harus terus digencarkan. Termasuk membuka kedok sistem negara demokrasi kapitalistik yang sejatinya tampil bukan untuk mengurus dan menjaga umat, tapi untuk menjadi pengurus dan penjaga kepentingan para kapitalis dan negara-negara adidaya.

Dakwah seperti ini butuh dilakukan secara masif, simultan, dan konstruktif. Hingga tergambar dalam diri umat bagaimana solusi Islam terhadap berbagai persoalan, termasuk pemecahan terhadap semua hal yang menjadi sebab terjadinya gangguan mental dan stres sosial yang berujung kejahatan dan kekacauan. Gambaran inilah yang akan mendorong umat untuk turut berjuang mewujudkan sistem Islam.

Sungguh, anak-anak remaja membutuhkan Islam, agar mereka bisa tumbuh dan berkembang sesuai fitrah penciptaan. Tak malah dibajak sistem rusak yang menghendaki kelemahan.

Tak hanya mereka yang akan dijaga  Islam. Tapi para ayah, para ibu, keluarga, masyarakat, laki-laki, perempuan, muslim, nonmuslim, bahkan negara dan alam semesta, semuanya membutuhkan Islam.

Karena hanya Islam satu-satunya agama dan sistem hidup yang lurus, sesuai fitrah penciptaan, menyejahterakan, dan mampu mewujudkan rahmat hakiki sebagaimana yang didambakan.

Allah SWT berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan. (TQS Al-Anfal: 24).

Dan Firman-Nya,

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (TQS Al-Anbiya: 107) Wallaahu a’lam. [MNews/SNA]

17 komentar pada “[Editorial] Teror Mental Disorder di Tengah Revolusi Mental Rezim Sekuler

  • Leni setiani

    Generasi yang akan semakin hancur saja jika masih tetap menerapkan sistem bathil ini.

    Balas
  • Benar benar saat ini kita butuh pengurusan hidup sesuai dngan aturan Islam. Generasi kuat, peradaban cemerlang

    Balas
  • Grasella sagita taruna

    hanya Islam satu-satunya agama dan sistem hidup yang lurus, sesuai fitrah penciptaan, menyejahterakan, dan mampu mewujudkan kerahmatan hakiki.

    Balas
  • Robbihabliminasholihin , Semoga Allah memberikan keturunan yg sholih sholihah dan pejuang agama Allah

    Balas
  • Ghayda Azkadina

    Rindu Khilafah segera tegak…Ya Rabbana..

    Balas
  • Atikah Mauluddiyah

    Subhanallaah, miris memang melihat kondisi remaja saat ini. Jauh, jauuj sekali dari Islam. Bener-bener butuh sistem Islam guna merestart sistem saat ini.

    Balas
  • Puan Akina Olive

    Semoga Syariat Islam segera diterapkan di dunia ini

    Balas
  • Umi Hafidz

    Kurikulum pendidikan saat ini tidak menghasilkan peserta didik yang bersyaksiah islam

    Balas
  • hanya dengan islam anak mengetahui apa yang seharusnya dia lakukan dan seperti apa melakukan segala aktivitas yang diridhoi Allah. karna islam punya aturan yg jelas untuk mencetak generasi mnjadi generasi yg mustanir.

    Balas
  • Niken Fara

    Banyak yg harus dibenahi agar para remaja memiliki mental yang kuat yakni dekat dengan Allah dan ajaran Islam. Sehingga remaja kuat menghadapi zaman.

    Balas
  • Hanya Islam yang mampu mengatasi permasalahan remaja. Dan, hanya Islam yang mampu membentuk remaja menjadi pribadi yang berakhlaqul karim. Mari, kembali kepada syariat Islam!

    Balas
    • Niken Fara

      Banyak yg harus dibenahi agar para remaja memiliki mental yang kuat yakni dekat dengan Allah dan ajaran Islam. Sehingga remaja kuat menghadapi zaman.

      Balas
      • Niken Fara

        Remaja harus didekatkan dengan Allah dan ajaran Allah agar remaja kuat secara mental dan pemikiran

        Balas
  • Naudzubillahi min dzalik.

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *