AnalisisOpini

Apa Misi Kunjungan Pejabat AS ke Indo-Pasifik?

Oleh: Iffah Ainur Rochmah

MuslimahNews, ANALISIS — Kunjungan Menlu AS Mike Pompeo ke Indonesia dan kawasan Asia Pasifik pada 1-5 Agustus 2018 lalu patut menjadi perhatian semua pihak. Setiap kunjungan pejabat resmi AS ke sebuah negara adalah langkah memastikan dan mengamankan kepentingan negaranya. Pompeo mengunjungi Malaysia, Singapura dan Indoensia. Selain itu juga menghadiri beberapa forum bisnis regional dan mengadakan serangkaian pembicaraan serius dengan pejabat negara Australia dan Jepang.

Dalam kunjungan maraton ke Asia Tenggara kali ini AS mengenalkan konsep Indo-Pasifik (menggantikan Asia Pasifik), sebagai konsep tandingan atas gebrakan Cina yang mengusung konsep Inisiatif Satu Sabuk Satu Jalan, One Belt One Road (OBOR). Indo-Pasifik meliputi kepentingan AS untuk menggarap wilayah pesisir Barat, Asia Tenggara dan India. Sementara konsep OBOR Cina merupakan koridor ekonomi dua pertiga dari penduduk dunia dan melibatkan 70 negara.

Mengutip cuitan Pompeo di akun twitternya @SecPompeo, kunjungan ini setidaknya untuk meraih 4 kepentingan:

Pertama, mengamankan dan memperbesar pencapaian kepentingan ekonomi khususnya investasi di kawasan. Sebagaimana apa yang dinyatakan Pompeo bahwa AS adalah Negara terbesar pelaku perdagangan bilateral dan sumber tunggal investasi asing di kawasan ini. “No country does more two-way trade in the #IndoPacific than the U.S. In Southeast Asia, we are the single largest source of cumulative foreign investment.”

Kedua, meningkatkan koordinasi dengan sekutu dekatnya yakni Australia dan Jepang untuk memastikan Indo-Pasifik menjadi kawasan yang terbuka dan bebas sesuai harapan AS. Dalam konteks ini memastikan tercapainya seluruh kepentingan AS di bidang infrastuktur, maritim, dan lainya.

“Pleased I could discuss with my counterparts abroad the US vision of a free and open #IndoPacific. Always a pleasure to meet with our close allies #Australia #Japan -Today we discusssd increasing coordination on infrastructure, maritime cooperation, and the alignment of our strategies to keep the #IndoPacific region free & open #mateship”

Baca juga:  Cengkeraman Kapitalisme di Balik Manisnya FDI, Bagaimana Nasib Anak Negeri?

Ketiga, terus menempatkan ASEAN sebagai mitra strategis yang kuat bagi AS. Di antaranya memastikan berlangsungnya kerjasama dalam isu keamanan, politik, ekonomi dan budaya.

Our strategic partnership with @asean is strong; excellent cooperation on security, political, economic, and cultural issues. It’s great to be back in #Singapore

Keempat, memastikan terus berlangsungnya ‘hubungan baik’ dengan Indonesia sebagaimana sudah berjalan sepanjang hampir 70 tahun. Khususnya dalam kemitraan startegis, keamanan bersama dan kepentingan-kepentingan ekonomi.

Celebrating nearly 70 years of diplomatic ties! Excellent meeting today with Indonesian President @jokowi affirming our strategic partnership & shared security & economic interests.

Secara lugas, Sang Menteri menyatakan betapa besarnya pengaruh AS di kawasan. Bukan hanya soal ekonomi, perdagangan dan soal investasi yang volumenya sangat besar. Lebih dari itu AS juga memiliki pengaruh (baca: hegemoni) kuat di bidang politik, militer dan keamanan yang sudah lama berjalan di kawasan ini dan akan terus dilanggengkan dengan beragam cara.

Indonesia Mitra Strategis AS?

Secara khusus, materi yang dibahas dalam kunjungan Pompeo ke Indonesia bisa dicermati dari laporan di laman Sekretariat Negara berupa permintaan Indonesia agar AS tetap memberikan fasilitas bebas bea masuk bagi produk Indonesia di AS, meminta AS memberikan peran kontributif bagi perdamaian Palestina, Soal Korea Utara, komitmen kedua Negara melanjutkan kemitraan strategis dan meningkatkan hubungan ekonomi khususnya perdagangan.

Poin penting kunjungan Pompeo ke Indonesia adalah memastikan posisi Indonesia sebagai ‘mitra strategis AS’ untuk kepentingannya saat ini di kawasan. Dominasi ekonomi Cina di kawasan Asia Tenggara khususnya Indonesia jelas merugikan AS. Dan hingga saat ini Indonesia termasuk yang masih terbuka terhadap ekspansi Cina.

AS menghendaki Indo Pasifik menjadi kawasan yang ‘Free and Open’ (Bebas dan Terbuka), yakni tidak didominasi oleh Cina dan terus memberikan kebebasan bagi AS untuk mendominasinya tanpa punya pesaing. Maka untuk konsep Indo Pasifik yang AS janjikan kucuran dana 113 juta dollar AS sebagai ”uang muka” nya ini Indonesia harus ada dalam posisi berpihak pada AS.

Baca juga:  Mike Pompeo Gandeng Indonesia Membendung Cina

Sebagai Negara terbesar di ASEAN, sikap Indonesia terhadap konsep Indo Pasifik jelas sangat berpengaruh. Ini bisa kita baca pada cuitan Pompeo bahwa kerja Kedubes AS di Indonesia akan menjadi titik kritis yang menentukan sukses tidaknya program keamanan dan penanaman pengaruh AS di kawasan Indo Pasifik.

Grateful for our dedicated team & their families @usembassyjkt @usmission2asean – your efforts are critical to US security, prosperity & influence in the #IndoPacific region.”

Kunjungan Pompeo ini adalah kunjungan ketiga dari pejabat resmi pemerintah Trump. Masing-masing pejabat AS yang datang memiliki kepentingan khususnya, untuk melanggengkan hegemoni AS di berbagai bidang.

Posisi Indonesia dalam hubungan yang dinamai ‘kemitraan strategis’ itu bukanlah sebagai mitra yang memiliki kesetaraan. Namun lebih besar hubungan hegemonik, Indonesia di bawah kontrol AS. Ketika AS memiliki kepentingan yang harus disukseskan, mereka datang untuk memastikan sumbangan Indonesia demi suksesnya agenda AS. Kedatangan pejabat AS tidak lain adalah kontrol loyalitas Indonesia untuk memenangkan kepentingan AS di kawasan.

Sebaliknya ketika perdagangan Indonesia (kebijakan pembatasan impor buah dari AS) dianggap merugikan, tanpa ampun AS menggugat agar WTO menjatuhkan sanksi pada Indonesia. (Sindonews.com)

Baca juga:  [News] Maksud Lawatan Pompeo ke Asia

Karena itu, perbincangan soal Palestina dan Korea utara yang berhasil dilakukan oleh kedua Negara tidak boleh dibaca sebagai pembahasan yang terpisah dari konteks hubungan tidak setara di atas. Mana mungkin Indonesia yang dipandang tidak setara tersebut bisa mendorong apalagi mengarahkan kebijakan AS terhadap kedua masalah di atas.

Negeri Muslim Minus Kemandirian

Negeri-negeri Muslim saat ini berada dalam kondisi jauh dari kemandirian politik, keamanan, militer dan ekonomi. Kebijakan di berbagai aspek kehidupan dikontrol Asing dan pada gilirannya lebih banyak memenangkan kepentingan asing terutama Negara besar seperti AS.

Kepentingan bangsa dan rakyat yang mayoritas Muslim seringkali diabaikan. Bahkan bukan tidak mungkin, rakyat dikorbankan demi memuluskan kepentingan global negara besar.

Sebagai contoh, berapa banyak kepentingan kaum Muslim dan anak-anak umat yang dikorbankan, digebuk rezim demi terwujudnya kampanye islamofobia AS yang berlabel ‘Perang Global Melawan Terorisme’.

Semua bisa terjadi karena umat Islam tidak memiliki negara yang khas, negara berdasar syariat yang memiliki rule of game khas yang bersumber dari Allah. Negara itu memiliki kedaulatannya yang bersandar syariat, menentang segala bentuk penjajahan-hegemoni dan dominasi. Juga melakukan politik luar negeri semata untuk kemaslahatan rakyat, melakukan dakwah dan menebar rahmat bagi seluruh alam. Negara semacam itulah yang di dalam khazanah fikih Islam dinamai Khilafah Islamiyah.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *