[News] Forum Doktor Muslim: RUU TP-KS Tidak Bisa Menyelesaikan Persoalan secara Komprehensif

Muslimah News, NASIONAL — Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa Dr. Ahmad Sastra, M.M. menimbang urgensi pengesahan RUU TP-KS dalam FGD “RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TP-KS); Urgensi & Solusi?” di YouTube Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa, Ahad (19/12/12).

“Jika berbicara urgensitas dari pengesahan RUU TP-KS ini, sepertinya tidak urgen. Sebab, dalam RUU ini tidak terpenuhi fungsi perlindungan secara menyeluruh. Tidak bisa menjadi undang-undang yang menyelesaikan persoalan ini secara komprehensif. Karena banyak aspek yang berkaitan dengan aktivitas seksual ini. Tidak sesederhana perjuangan keadilan oleh pegiat feminisme yang bias gender,” ungkapnya.

Menurutnya, urgensi adalah sesuatu yang mendesak, penting, dan mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu karena sesuatu itu harus diselesaikan.

“Artinya, ketika bicara urgensi hukum, maka hukum itu menjadi urgen karena ada persoalan yang kemudian harus diselesaikan,” tekannya.

Cacat Hukum

Urgen atau tidak menurutnya akan terlihat dari pertimbangan tertentu. “Dengan apa kita menimbang? Sebelum bicara tentang timbangan, lihat dulu di Indonesia, sumber hukum yang telah disepakati ialah Pancasila. Pada sila pertama, kaitannya dengan ketuhanan. Tuhan dipercaya sebagai Pencipta, maka ketuhanan setidaknya merefleksikan sebuah makna teologis,” paparnya.

Oleh karenanya, lanjutnya, agama seharusnya tidak bisa lepas sebagai sumber atau inspirasi hukum. “Tetapi faktanya undang-undang kita berpijak pada asas sekularisme,” tukasnya.

Baca juga:  Waspada Upaya Liberalisasi Seksual Melalui “Bodily Autonomy”

Ia pun membahas bahwa fungsi hukum adalah keadilan dan untuk melindungi. Akan tetapi, ia meragukan realisasinya karena melihat sepak terjang penerapan UU selama ini.

“Argumentasi yang dijadikan dasar RUU TP-KS ini, tentang perlindungan terhadap orang-orang yang mendapatkan kekerasan seksual, di situ juga ada kata-kata ‘keadilan’. Juga ada tentang pembangunan yang hubungannya dengan kesejahteraan masyarakat. Namun, melihat sepak terjang penerapan undang-undang di Indonesia selama ini, apakah hal itu bisa terealisasi?” tanyanya retorik.

Seharusnya, jelasnya, prinsip-prinsip hukum yang diyakini di negeri ini tersusun dengan rumusan yang dimengerti, tidak multitafsir, dan tidak pasal karet.

“Tetapi faktanya, pasal-pasal dalam undang-undang kita pasal karet dan multitafsir. Juga subjektif, sering kali digunakan secara politis oleh pemerintah untuk menindak orang-orang yang tidak berkesesuaian dengan keinginannya. Dan ini sudah bukan menjadi rahasia umum lagi,” terangnya.

Ia pun menegaskan semestinya undang-undang tidak bertentangan atau tidak mengandung peraturan yang bertentangan satu sama lain.

“Banyak yang menilai RUU ini bertentangan dengan Pancasila itu sendiri dan norma-norma agama, bahkan bertentangan dengan banyak sekali aspek yang lain,” pungkasnya.

Kemudian, ia menyoal pelanggaran prinsip lainnya, yaitu negara ini terlalu sering mengubah-ubah atau merevisi UU dalam rangka menyesuaikan kepentingan tertentu.

Baca juga:  Kisruh Permen PPKS, Benarkah Perguruan Tinggi dalam Jerat Liberalisme Sekuler?

“Bahkan, ada yang setelah diketok palu, tidak dikawal dan dipahami sehingga kadang belum dilaksanakan saja sudah direvisi lagi. Ini menunjukkan tidak adanya konsistensi dalam hukum,” kritiknya.

Menambah Masalah

Ia kemudian mengajak untuk menimbang secara ideologis bahwa kapitalisme sekularisme mengajarkan paham hak asasi manusia sebagai basis seseorang untuk melakukan kebebasan bertindak dan berekspresi.

“Selama ini masih menjadi pijakan di negeri ini, maka undang-undang yang kemudian dibuat akan berbasis paradigma itu. Ketika paradigmanya adalah sekularisme, maka undang-undang yang lahir akan sekuler dan menyampingkan urusan agama,” paparnya.

Hal ini menurutnya berdampak memunculkan kontroversi di masyarakat dan realitas penerapannya selalu saja destruktif. “Senantiasa akan menambah masalah, bukannya menyelesaikan masalah,” pungkasnya. [MNews/Nvt]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.