[Fikrul Islam] Motivasi Perbuatan Manusia (Bagian 2/2)
Motivasi yang sahih dan kuat untuk membangun aktivitas manusia sehingga berhasil merealisasikan tujuannya adalah motivasi spiritual. Dengan motivasi tersebut, seseorang akan terus-menerus berusaha tanpa mengenal lelah dan putus asa, sampai akhirnya dengan izin Allah Swt. berhasil merealisasikan yang ia cita-citakannya.
Penulis: Ustaz Hafidz Abdurrahman
MuslimahNews.com, FIKRUL ISLAM – Berbeda jika motivasi yang dijadikan sebagai landasan perbuatan merupakan motivasi spiritual, yaitu motivasi yang dibangun berdasarkan prinsip perintah dan larangan Allah Swt.. Motivasi yang lahir dari kesadaran seorang muslim karena dirinya mempunyai hubungan dengan Allah, Zat Yang Mahatahu seluruh perbuatannya, baik yang terlihat maupun tidak. Juga Zat yang akan meminta pertanggungjawaban atas semua perbuatannya. Kesadaran inilah yang mampu mendorongnya untuk melakukan perbuatan apa saja, meskipun untuk melakukannya dia harus mengorbankan jiwa, raga, dan hartanya sekalipun.
Inilah motivasi yang dapat mengalahkan segala-galanya. Motivasi yang mampu mendorong manusia untuk melakukan perbuatan apa saja. Bahkan perbuatan berat seberat apa pun mampu dilakukannya. Karena motivasi seperti inilah, maka seseorang tidak akan pernah merasa putus asa atau menyesal, ketika gagal atau telah mengorbankan semua yang dimilikinya. Motivasi ini juga jauh lebih kuat pengaruhnya dibandingkan dengan motivasi-motivasi sebelumnya. Juga bersifat permanen, tidak temporal dan konstan.
Contohnya, bisa dilihat pada motivasi para sahabat ketika bersama Rasulullah saw. pergi berjihad ke medan perang Badar. Jumlah pasukan kaum muslimin waktu itu hanya 300 lebih beberapa puluh orang saja, sedangkan jumlah pasukan kaum kafir Quraisy lebih dari 1.000 orang.
Sebagai manusia biasa, Rasul saw. waktu itu ragu dengan keadaan kaum muslimin. Beliau khawatir jika kaum muslimin kehilangan nyali dengan melihat jumlah mereka yang lebih kecil daripada jumlah musuh yang tiga kali lipat lebih besar dibandingkan jumlah mereka.
Kekhawatiran beliau saw. tersebut terlihat dari tindakannya, ketika mengajak kaum muslimin melakukan musyawarah sebanyak tiga kali yang membahas permasalahan yang sama. Sampai akhirnya orang-orang Anshar sadar, bahwa yang beliau saw. inginkan sebenarnya adalah sikap mereka.
Waktu itu, Sa’ad bin Mu’âdz berkata kepada beliau saw.,
“Sepertinya Tuan ragu pada kami, wahai Rasulullah. Tuan juga sepertinya khawatir, bahwa orang-orang Anshar, sebagaimana yang terlihat dalam pandanganmu, tidak akan menolongmu, kecuali di negeri mereka. Saya bicara atas nama orang-orang Anshar, dan memberi jawaban berdasarkan sikap mereka. Bawalah kami pergi bersamamu sebagaimana yang Tuan kehendaki. Ikatlah tali siapa pun yang Tuan kehendaki. Dan putuskanlah ikatan siapa saja yang Tuan kehendaki. Dan ambillah dari harta siapa pun di antara kami yang Tuan kehendaki. Dan berikanlah mana saja yang Tuan kehendaki. Apa saja yang Tuan ambil, niscaya lebih kami sukai daripada yang Tuan tinggalkan. Demi Allah, kalau seandainya Tuan menempuh perjalanan bersama kami hingga ke Barak al-Ghamad (sebuah kota di Ethiopia), pasti kami semua akan tetap bersamamu. Dan demi Allah, kalau seandainya Tuan mengajak kami untuk menyeberangi lautan sekalipun, pasti akan kami seberangi bersamamu.”
Pernyataan sikap Sa’ad bin Mu’âdz ini kemudian dipertegas oleh Miqdâd bin al-Aswad,
“Maka, kami tidak akan mengatakan sebagaimana yang dikatakan oleh kaum Nabi Musa as. kepada beliau, ‘Pergilah Anda bersama Tuhan Anda, dan berperanglah Anda (bersama Tuhan Anda). Sedangkan kami di sini saja, berdiam diri (melihat Anda berperang).’’ Tetapi kami siap berperang di depan, di belakang, di samping kanan dan kiri Tuan.”
Setelah itu, mendadak raut muka Rasul saw. berubah menjadi berseri-seri setelah mendengarkan pernyataan sikap mereka. Nabi saw. tidak khawatir lagi, apalagi takut dengan jumlah mereka yang kecil itu. Sebab Nabi saw. telah mengetahui motivasi mereka berperang bukan karena materi, yaitu karena jumlah mereka, maupun karena motivasi emosional, melainkan semata-mata motivasi spiritual karena taat dan patuh kepada perintah Nabi Allah dan utusan-Nya. Mereka telah bersumpah untuk berperang bersama Nabi saw. meskipun dengan berbagai kesulitan yang akan mereka tanggung dan hadapi.
Dengan demikian, motivasi yang sahih dan kuat untuk membangun aktivitas manusia sehingga berhasil merealisasikan tujuannya adalah motivasi spiritual. Dengan motivasi tersebut seseorang akan terus-menerus berusaha tanpa mengenal lelah dan putus asa sampai akhirnya dengan izin Allah Swt. berhasil merealisasikan apa yang dicita-citakannya.
Motivasi inilah yang seharusnya dipahami dan dimiliki oleh kaum muslimin dalam melakukan berbagai perbuatan. Jika motivasi ini dimiliki oleh kaum muslimin saat ini, meskipun secara materi mereka kalah karena ketertinggalan mereka di bidang sains dan teknologi, tentu mereka akan berusaha sekuat tenaga untuk mengorbankan apa saja yang mereka miliki demi mengembalikan kejayaan Islam, mendirikan Khilafah Islam, dan mengambil kembali kendali dunia dari tangan adidaya kafir, yakni Amerika dan sekutunya. Dengan begitu mereka tidak akan hidup terhina dan miskin sebagaimana yang mereka alami saat ini. [MNews/Rgl]
Sumber: Hafidz Abdurrahman, Islam Politik dan Spiritual