[News] Penjualan Aset Negara, Pakar Ekonomi Islam: Pahami dengan Cermat Kategori Kepemilikannya

MuslimahNews.com, NASIONAL — Di media sosial, netizen tengah heboh soal isu penjualan Bandara Kualanamu kepada investor asing. Merespons hal tersebut, pakar ekonomi Islam Dr. Arim Nasim S.E, Ak. berpandangan harus terlebih dahulu mencermati faktanya, aset negara tersebut masuk kategori milik umum ataukah milik negara.

“Kita harus memahami dengan cermat apakah perusahaan negara itu masuk kategori milik umum atau negara? Karena akan terkait dengan implikasi hukumnya apakah boleh atau tidak dijual oleh negara,” ujarnya dalam Live “Penjualan Aset Negara dalam Pandangan Syariah Islam?” di YouTube Khilafah Channel Reborn, Ahad (12/12/2021).

Hal ini, lanjutnya, karena setiap kepemilikan memiliki konsekuensi hukum yang berbeda-beda yang akan menjadikan boleh atau tidaknya menjual aset negara kepada pihak swasta maupun individu.

“Dalam Islam, kepemilikan umum dan negara dibedakan. Sedangkan bedanya dengan sistem kapitalisme ini, berdasarkan yang disebutkan undang-undang, aset negara tidak dipisahkan antara kepemilikan umum dan negara. Semuanya disebut aset negara,” terangnya

Definisi Aset Negara

Ia menyebutkan, Aset Negara menurut PP 6/2006 adalah semua benda bergerak atau benda tidak bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud; dan yang mempunyai nilai ekonomis yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

Baca juga:  [Syarah Hadis] Kepemilikan Umum Atas Padang Rumput, Air, dan Api

“Itu definisi aset negara di sistem kapitalisme ini. Islam memiliki definisi yang berbeda terkait aset negara. Aset negara dalam Islam berhubungan dengan kepemilikan dan pengelolaan sesuai syariat Islam, termasuk potensi yang berada di bumi, air, dan udara, serta sumber daya lainnya. Esensinya, berarti aset negara ialah aset yang dimiliki dan atau dikelola oleh negara,” urainya.

Jenis Kepemilikan

Menurutnya, selama ini, bahasan kepemilikan dalam Islam belum banyak masyarakat ketahui, bahkan oleh umat Islam sendiri. Dalam Islam, jelasnya, definisi kepemilikan adalah izin dari pembuat syariat (Asy-Syari‘) untuk memanfaatkan barang dan jasa tertentu yang menyebabkan pemiliknya berhak mendapatkan kegunaannya, serta mendapatkan kompensasi darinya.

“Kepemilikan itu izin Asy-Syari’, berarti hakikatnya harta itu milik Allah Swt.,” tekannya.

Ia menyebutkan ada tiga jenis kepemilikan, yakni individu, umum, dan negara. Pertama, kepemilikan individu merupakan izin dari syarak terhadap barang dan jasa yang individu berhak memanfaatkan dan mendapat kompensasi darinya.

Kedua, kepemilikan umum yang berarti izin pembuat syariat kepada masyarakat untuk memiliki barang dan jasa secara bersama dan setiap individu pun berhak memanfaatkannya bersama-sama.

Ketiga, kepemilikan negara, yakni harta yang merupakan hak seluruh kaum muslim sedangkan pengelolaannya menjadi wewenang Khalifah.

Baca juga:  [News] Pakar Ekonomi Islam: Pengelolaan Milik Umum Wajib dengan Paradigma Riayah, Bukan Bisnis

Kemudian terdapat tiga kategori kepemilikan umum. Pertama, barang yang menjadi kebutuhan dan fasilitas umum. Kedua, tambang dalam jumlah besar seperti tambang minyak bumi dan gas, eksplorasi emas di Papua. Ketiga, barang yang secara karakternya tidak dapat individu miliki, seperti jalan, sungai, laut, danau, dan lain-lain.

“Kepemilikan umum ini haram dalam pandangan Islam (untuk) dikelola oleh swasta baik asing maupun lokal,” terangnya.

Paradigma Riayah

Ia menuturkan, dalam Islam, pengelolaan milik umum oleh negara wajib dengan paradigma ri’ayah dan haram menyerahkannya pada swasta.

“Paradigma pengelolaan sumber daya alam milik umum berbasis negara atau (state based management) dilakukan dengan paradigma riayah, bukan paradigma bisnis. Negara sebagai wakil rakyat wajib mengelola sumber utama APBN, serta haram menyerahkan penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam milik umum kepada swasta, baik lokal apalagi asing,” tegasnya.

Terkait definisi harta milik negara, ia mengutip Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Nizhamul Iqtishadiy bahwa kepemilikan negara adalah harta yang merupakan hak bagi seluruh kaum muslim atau rakyat dan pengelolaannya menjadi wewenang negara.

“Negara berhak memberikan atau mengkhususkannya kepada sebagian kaum muslimin atau rakyat sesuai dengan ijtihadnya (khalifah),” terangnya. Makna pengelolaan oleh khalifah ini adalah adanya kekuasaan yang dimiliki khalifah untuk mengelola harta milik negara tersebut.

Baca juga:  [Hadits Sulthaniyah] ke-26 dan 27: Air, Padang Penggembalaan, dan Api Adalah Milik Seluruh Kaum Muslim

“Dalam kepemilikan negara, boleh menyerahkannya kepada individu atau kelompok tertentu. Kepemilikan negara pada dasarnya boleh dimiliki individu, makanya boleh juga dimiliki oleh negara,” tambahnya.

Ia pun menyebutkan contoh-contoh harta milik negara dalam Negara Islam, “Di antaranya ialah harta ganimah, anfal, harta yang diperoleh dari rampasan perang dengan orang kafir, fai, harta yang diperoleh dari musuh tanpa peperangan, khumus, harta yang berasal dari kharaj, usyur, dan lain-lain,” katanya.

Jika menyoal BUMN, ia menerangkan ada yang masuk kategori milik umum dan juga milik negara. BUMN yang masuk kategori milik umum adalah yang bergerak di bidang industri pertambangan dan energi, seperti PT Aneka Tambang, PT Tambang Timah, dan PT tambang batu bara (PT Bukit Asam, red.).

“Lalu BUMN sektor jasa angkutan laut dan udara, seperti PT Angkasa Pura dan PT Pelindo II dan III karena laut dan udara ialah milik umum, maka BUMN jenis ini adalah milik umum. Sedangkan BUMN yang terkategori milik negara (state property), yakni PT Perkebunan Nusantara IV,” katanya.

“BUMN milik umum, maka statusnya haram dijual sahamnya dan juga diharamkan untuk diprivatisasikan atau diliberalisasikan,” pungkasnya. [MNews/Nvt]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.