Abdul Malik bin Umar bin Abdul Aziz, sang Bintang dari 15 Bersaudara (Bagian 1/2)
MuslimahNews.com, KISAH INSPIRATIF — Khalifah Umar bin Abdul Aziz (684—720 M) adalah sosok pemimpin yang saleh, bijaksana, dan dekat dengan rakyat. Sosoknya sangat melegenda hingga beliau dijuluki Khulafaurasyidin kelima.
Beliau lahir tahun 63 H (684 M) dan wafat tahun 101 H (720 M). Ayahnya bernama Abdul Aziz, putra Khalifah Marwan bin al-Hakam yang merupakan sepupu Khalifah Utsman bin Affan ra.. Ibunya adalah Laila, cucu Khalifah Umar bin Khaththab ra..
Umar bin Abdul Aziz memiliki 3 istri dengan 15 anak, tiga di antaranya adalah perempuan. Istri pertama adalah Fatimah. Beliau merupakan putri Abdul Malik bin Marwan, khalifah yang berkuasa pada 685—705 M. Istri kedua bernama Lamis binti Ali dan istri ketiga bernama Ummu Utsman binti Syu’aib.
Sedangkan putra Umar bin Abdul Aziz adalah Abdul Malik, Abdul Aziz, Abdullah, Ibrahim, Ishaq, Ya’qub, Bakar, Al-Walid, Musa, Ashim, Yazid, Zaban, dan Abdullah. Adapun putrinya adalah Aminah, Ummu Ammar, dan Ummu Abdullah.
Menurut Dr. Abdurrahman Ra’fat Basya dalam Mereka Adalah para Tabiin, putra-putri Umar bin Abdul Aziz memiliki prestasi dalam hal takwa dan tingkat kesalehannya. Akan tetapi, Abdul Malik bagaikan inti kalung di antara saudara-saudaranya ataupun seperti bintang di tengah-tengah mereka. Beliau adalah orang yang sopan, mahir, dan cerdas.
Beliau tumbuh dalam ketaatan kepada Allah Swt. sejak memasuki usia remaja. Perangai Abdul Malik paling mirip dengan Abdullah bin Umar di antara seluruh keturunan Al-Khaththab, khususnya dalam hal ketakwaan. Rasa takutnya bermaksiat dan takarubnya kepada Allah dengan ketaatan.
Tentang Abdul Malik, orang-orang berkata, “Sesungguhnya ialah yang memberikan motivasi kepada ayahnya hingga menjadi seorang ahli ibadah dan dia pula yang membimbing ayahnya menempuh jalan zuhud.”
‘Ashim sepupu Abdul Malik bercerita, “Aku tiba di Damaskus dan menginap di rumah putra pamanku Abdul Malik yang ketika itu masih bujang. Kami salat Isya dan setelah itu masing-masing masuk ke kamar tidurnya. Lalu Abdul Malik mendekati lampu dan memadamkannya. Kami pun telah merasa kantuk. Ketika aku bangun di tengah malam dan ternyata Abdul Malik tengah berdiri salat dalam kegelapan, sedangkan ia membaca firman Allah Swt.,
أَفَرَأَيْتَ إِنْ مَتَّعْنَاهُمْ سِنِينَ
ثُمَّ جَاءَهُمْ مَا كَانُوا يُوعَدُونَ
مَا أَغْنَىٰ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يُمَتَّعُون
‘Maka bagaimana pendapatmu jika Kami berikan kepada mereka kenikmatan hidup bertahun-tahun. Kemudian datang kepada mereka azab yang telah diancamkan kepada mereka, niscaya tidak berguna bagi mereka apa yang mereka selalu menikmatinya.’ (QS Asy-Syu’ara’: 205—207).
Kudengar dia mengulang-ulang ayat tersebut sembari menahan tangis dan akhirnya keluar pula air matanya yang tak mampu dia tahan. Setiap kali sampai di ayat tersebut dia mengulanginya sampai-sampai aku berkata dalam hati, ‘Tangisan itu bisa menyebabkan kematiannya.’
Maka, tatkala aku melihatnya, aku mengatakan, ‘Laa ilaaha illallah walhamdulillah,’ seperti yang biasa diucapkan orang tatkala terjaga dari tidurnya dengan harapan agar ia menghentikan tangisnya begitu mendengar ada orang yang bangun. Tatkala dia mendengarku, maka ia pun diam dan aku tidak mendengar lagi isak tangisnya.”
Fukaha di Usia Muda
Abdul Malik berguru kepada ulama-ulama senior pada zamannya hingga begitu akrab dengan Kitabullah. Beliau mengambil bagian yang banyak dari hadis Rasulullah saw. dan mendalami ilmu-ilmu agama hingga pada gilirannya beliau masuk dalam kelompok pertama dari fukaha penduduk Syam kendati masih muda belia. [MNews/Has]
Bersambung ke Bagian 2/2