[News] Presidensi G20, Pengamat: Akankah Harapan Masyarakat Agar Ekonomi Pulih Dapat Terwujud?
MuslimahNews.com, NASIONAL – Indonesia resmi memegang Presidensi G20 hingga setahun ke depan. Menanggapi hal ini, pengamat ekonomi Islam Nida Sa’adah, S.E., M.E.I., Ak. retorik mempertanyakan, “Akankah harapan masyarakat di berbagai negara hari ini, terutama yang tergabung dalam G20, yakni terjadinya pemulihan ekonomi bersama-sama dan lebih kuat daripada sebelumnya, akan terwujud?” tanyanya.
Presidensi G20 ini sendiri mengusung tema “Recover Together, Recover Stronger” dan bertujuan mewujudkan kebijakan yang dapat mempercepat pemulihan ekonomi global menuju pertumbuhan ekonomi yang inklusif, ramah lingkungan, kuat, dan berkelanjutan.
Menurutnya, regulasi yang dipakai sebagai tumpuan dalam memulihkan ekonomi pascapandemi yang melanda dunia hari ini dan terus berkelanjutan, masih mengacu pada sistem ekonomi sekuler. Padahal, sebelum pandemi saja, sistem ini justru terbukti telah memorakporandakan ekonomi dunia.
“(Sistem ini) senantiasa berbuah pada tidak stabilnya sistem ekonomi dunia. Bahkan, terjadi krisis yang terus-menerus, berulang secara siklik dan periodik,” ungkapnya dalam “Indonesia Presidensi G-20, akankah ekonomi membaik?” di YouTube, Ahad (12/12/2021).
Ia menambahkan bahwa dua jalur pembahasan dalam Presidensi G20 adalah finance track yang akan membahas isu-isu ekonomi, keuangan fiskal, dan moneter. Juga membahas isu ekonomi nonkeuangan, seperti energi, pembangunan, pariwisata, ekonomi digital, pendidikan kerja, perubahan iklim, dan seterusnya.
“Hanya saja, basis pembahasan sistem ekonominya masih kental mengacu kepada regulasi sekuler. Dalam kebijakan finance track-nya masih mengacu kepada ekonomi keuangan yang berbasis riba. Sistem fiskalnya juga berbasis pada pajak sebagai kebutuhan primer, sementara kebijakan moneternya adalah penggunaan mata uang yang manipulatif,” paparnya.
Kembali ke Sistem Ekonomi Islam
Menurutnya, regulasi ekonomi sekuler ini bahkan telah tumbang jauh sebelum krisis akibat pandemi. Ia kemudian menawarkan solusi yang komprehensif, yakni merapatnya umat Islam dalam satu barisan.
“Semestinya, umat Islam yang menjadi jumlah mayoritas umat manusia di dunia hari ini merapat dalam satu barisan. Mengacu pada sistem syariat Islam secara kafah yang terbukti secara empiris berhasil mewujudkan tatanan ekonomi dunia yang stabil dan produktif,” jelasnya.
Sistem ekonomi Islam, ujarnya, berbasis pada sistem keuangan nonriba. Apabila riba hilang dalam perekonomian dunia, akan menjadi seperti peradaban Islam dalam Khilafah Islamiah yang pertama, yakni berhasil mewujudkan sistem ekonomi yang melejitkan produktivitas. Ia menjelaskan, kebijakan sistem fiskal Khilafah dalam bentuk pemberlakuan sistem Baitulmal terbukti melejitkan sistem penerimaan negara dalam jumlah yang sangat besar, bahkan tanpa harus mengenakan pajak harus kepada rakyatnya.
“Begitu juga dengan sistem moneter di dalam Islam, yakni emas dan perak yang terbukti pula berhasil mewujudkan stabilitas sistem moneter dunia,” tekannya.
Akan tetapi, ia juga menyatakan, “Sebaliknya, ketika umat Islam meninggalkan regulasi yang sempurna dalam ekonomi yang Islam ini, maka senantiasa umat terus-menerus berada dalam ketidakstabilan ekonomi dan kemiskinan yang terjadi secara massal, jauh dari pemerataan kesejahteraan,” ungkapnya.
Oleh karena itu, ia meyakinkan sudah semestinya menggantungkan harapan atas pemulihan dari situasi ekonomi yang porak-poranda—terutama setelah dunia terimbas pandemic—dengan sistem ekonomi Islam.
“Jawaban satu-satunya hanya bisa kita gantungkan kepada penerapan syariat Islam secara kafah, termasuk sistem perekonomiannya. Dalam sebuah sistem politik yang juga sempurna yang telah diberikan oleh Allah dan Rasul-Nya, yakni sistem Khilafah Islam,” pungkasnya. [MNews/Nvt]