Moderasi Beragama, Strategi Barat Mengadang Kebangkitan Islam (Bagian 1/2)
MuslimahNews.com, ANALISIS — Sungguh, berbagai peristiwa yang terjadi di dunia, termasuk Indonesia, makin menguatkan keimanan kaum muslim kepada Allah Taala. Allah Swt. telah mengingatkan kaum muslim dalam QS Al-Baqarah: 120 bahwa orang kafir tidak akan pernah berhenti berupaya memalingkan kaum muslim kepada cara pandang Barat. Sejarah telah menunjukkan betapa dahsyatnya upaya Barat untuk mengubah karakter kaum muslim sejak dahulu kala.
Cara Baru Melawan Islam
Sejarah Perang Salib yang berlangsung berabad-abad lamanya jelas menunjukkan perang antara Barat dan Islam. Perlawanan Barat terhadap Islam juga kembali terjadi pada abad modern ini setelah runtuhnya Uni Soviet pada 1990.
Berakhirnya era Perang Dingin mengakibatkan berakhirnya bipolaritas kapitalisme dan sosialisme. Namun, Barat masih menghadapi satu musuh lagi, yaitu kaum muslim. Apalagi secara perlahan kaum muslim mulai menemukan jati dirinya sebagai umat yang terbaik. Mereka bangkit melawan penjajahan Barat dan berupaya menerapkan aturan Islam secara kafah dalam bangunan Khilafah islamiah.
Peristiwa 9/11 telah memberikan dampak luar biasa kepada dunia Islam dan memengaruhi sikap mereka terhadap Amerika Serikat (AS). Di kalangan kaum muslim sendiri kemudian terjadi perbedaan interpretasi Islam dan akhirnya terjadi perang gagasan antara berbagai kelompok.
“Perang gagasan” ini berkonsekuensi besar bagi kepentingan AS di negeri muslim dan jelas sulit bagi AS untuk memengaruhi pandangan kaum muslim atas agama mereka sendiri. Kesadaran ini menyebabkan RAND Corporation membuat rekomendasi strategis untuk menghadapi “Islam radikal” secara kultural dan sosial. Salah satu caranya adalah promosi jaringan moderat, mengganggu jaringan radikal, melakukan edukasi tentang “medan pertempuran” ide-ide kritis, melibatkan umat Islam dalam politik demokrasi, serta pelibatan kelompok perempuan.
RAND Corporation mendefinisikan muslim moderat sebagai muslim yang mendukung demokrasi dan pengakuan internasional atas hak asasi manusia, kesetaraan gender, dan kebebasan beribadah; menghargai keberagaman, menerima sumber hukum nonsektarian [nonagama], serta menentang terorisme dan semua bentuk kekerasan.
Upaya menyebarluaskan Islam yang modern, moderat, demokratis, liberal, hidup bertetangga secara baik, manusiawi, serta menghargai kaum perempuan adalah sangat strategis untuk mengadang kebangkitan Islam.
Pusaran Moderasi Beragama di Indonesia
Dalam konstelasi internasional, Indonesia jelas memiliki nilai lebih di hadapan negara-negara Barat. Sumber daya alam yang kaya dalam wilayah luas dan jumlah penduduk yang besar dengan mayoritas muslim, jelas menjadi faktor yang mengundang lirikan Barat untuk menarik masuk dalam rengkuhan Barat. Oleh sebab itu, Barat berusaha menjerat Indonesia untuk masuk dalam perangkap strategi untuk menghancurkan Islam.
Sepanjang 2021 ini, Indonesia makin mengibarkan bendera moderasi beragama. Awal 2021, ada pengesahan Perpres 7/2021 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme (RAN-PE) Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme Tahun 2020—2024. Perpres tersebut dianggap sebagai bentuk peran negara dalam mencegah ekstremisme yang mengarah pada terorisme dengan pendekatan soft approach dengan melibatkan semua pihak elemen masyarakat.
RAN-PE juga dilengkapi dengan 130 rencana aksi program yang akan dilaksanakan berbagai kementerian dan lembaga terkait dengan melibatkan peran serta masyarakat. Detailnya program menunjukkan mudahnya negara “menuduh” seseorang tersangkut terorisme.
Implementasi RAN-PE sungguh “mengagumkan”, hingga pada September 2021, terdapat 315 terduga teroris yang tertangkap. Yang terbaru adalah penangkapan tiga ustaz ternama, yakni Ahmad Zain an-Najah, Ahmad Farid Okbah, dan Anung al-Hamat.
RAN-PE secara jelas menunjukkan komitmen Indonesia dalam menjunjung moderasi beragama melalui pemberantasan ekstremisme dan terorisme. Indonesia sejatinya memang menjadi sandaran harapan Barat dalam memorakporandakan bangunan syariat Islam.
Sejak 2006, AS sudah mendorong peran Indonesia untuk membawa suara Islam moderat untuk menyelesaikan konflik-konflik di dunia. Oleh karena itu, kampanye Islam moderat berlangsung makin terstruktur, masif, dan sistematis, dan “resmi” sejak Kemenag mengeluarkan Panduan Moderasi Beragama pada 2019.
Wajar jika moderasi beragama menjadi salah satu agenda prioritas dari RPJMN 2020—2025, yaitu dalam agenda Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan. Revolusi mental penting untuk mengubah cara pandang, sikap, dan perilaku yang berorientasi pada kemajuan dan kemodernan. Revolusi mental terlaksana secara terpadu, baik dalam sistem pendidikan, tata kelola pemerintahan, juga sistem sosial yang terwujud dengan memperkuat moderasi beragama.
—
Mei 2021, Kemenag berhasil membuat peta jalan penguatan moderasi beragama yang akan menjadi panduan tidak hanya oleh Kemenag, tetapi K/L dan instansi terkait lainnya. September 2021, Kemenag merilis pedoman penguatan moderasi beragama dalam acara “Aksi Moderasi Beragama: Menyemai Nilai-Nilai Moderasi Beragama dalam Kebhinekaan” dan merilis berbagai pedoman pelaksanaan moderasi beragama untuk guru dan siswa.
Langkah ini seolah menjadi penegas bahwa institusi pendidikan menjadi salah satu ruang strategis dalam menyemai penguatan moderasi beragama, mengingat jumlah pendidik dan peserta didik pada semua jenjang secara nasional mencapai 61,3 juta atau 22,6% total populasi di Indonesia.
Sebagai leading sector moderasi beragama, Kemenag banyak menginisiasi program untuk mempercepat perwujudannya. Pelaksanaan Pelatihan Mentoring Motivator Muda Moderasi Beragama di berbagai kota adalah untuk mencetak Duta Harmoni yang menanamkan nilai-nilai moderasi beragama kepada masyarakat.
Kemenag juga menggelar Kemah Moderasi, menginisiasi Rumah Moderasi pada setiap kampus perguruan tinggi keagamaan Islam negeri, juga mengadakan pelatihan dan penguatan literasi digital bagi guru madrasah.
Kemenag juga mengadakan berbagai acara, bukan saja untuk menguatkan moderasi beragama di tanah air, tetapi juga sebagai ajang diplomasi mengibarkan bendera sebagai pionir membangun jaringan Islam moderat.
—
Akhir Oktober 2021, Kemenag menggelar Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) ke-20 sebagai miniatur kajian Islam Indonesia yang terbuka dan moderat dan meneguhkan komitmen untuk terus mengusung moderasi beragama sebagai ciri khas bangsa. Bahkan, Indonesia mengajak Arab Saudi untuk memperkuat moderasi beragama saat pertemuan G20 di Indonesia pada 2022 nanti.
Selain Kemenag, pengarusan moderasi beragama juga gencar oleh Kemendikbudristek. Langkah awal yang nyata adalah penghilangan frasa agama dalam Peta Jalan Pendidikan 2020—2035 pada bagian Visi 2035—yang diprotes berbagai pihak.
Di hadapan Komisi X DPR RI, Menteri Nadiem Makarim menyatakan akan kembali memasukkan frasa tersebut karena banyak pihak menilai polemik frasa agama menjadi hal penting. Pernyataan tersebut seolah membenarkan rencana penghilangan frasa agama dalam peta jalan pendidikan.
Peta jalan pendidikan ini tentu saja sangat strategis dalam mencetak generasi masa depan Indonesia, maka penghilangan frasa agama jelas akan membuat generasi kehilangan arah dalam kehidupannya.
Hal ini jelas menguatkan moderasi beragama, apalagi dalam peluncuran Aksi Moderasi Agama pada September 2021, salah satu “dosa pendidikan” yang ingin dihilangkan adalah soal “intoleransi”. Keseriusan makin nyata dengan adanya rancangan materi moderasi beragama yang akan disusun oleh Kemendikbudristek dengan Kemenag yang akan disertakan dalam kurikulum sekolah penggerak.
Demikian pula adanya Survei Lingkungan Belajar untuk mengukur hasil belajar dan kualitas lingkungan belajar pada satuan pendidikan. Anehnya, dalam kuesioner tersebut justru banyak pertanyaan yang terkait keberagaman, preferensi politik, dan wawasan kebangsaan, bukan pada relasi sosial antara guru dan lingkungan sekolah, kekerasan, atau kegiatan akademik nonakademik untuk menunjang ekosistem sekolah yang baik.
—
Penguatan moderasi beragama makin nyata dengan adanya Permendikbudristek 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PP-KS) di perguruan tinggi. Adanya istilah sexual consent menimbulkan makna legalisasi terhadap perbuatan asusila dan seks bebas berbasis persetujuan. Pasal tersebut jelas menunjukkan adanya perilaku bebas tidak terikat tuntunan agama, sesuai dengan salah satu ciri moderat nonsektarian. [MNews/Gz]
Bersambung ke Bagian 2/2, Seribu Cara Penguatan Moderasi Beragama.
Astaghfirullah,saya yakin tiba masanya org2 yg melecehkan Islam Engkau tumbangkan krn Islam adalah Rahmatullah bukan seperti yg mereka gencarkan
Arus moderasi yg digencarkan barat terhadap negri” Islam sebenarnya mereka ketakutan akan kebangkitan Islam yang terus meningkat di berbagai daerah. Sehingga mrk mengambil tokoh” dr umat Islam sendiri untuk mematahkan semangat juang kaum muslim. Mrk mmbuat makar Allah lah pembalas makar terbaik
Pingback: Moderasi Beragama, Strategi Barat Mengadang Kebangkitan Islam (Bagian 2/2) - Muslimah News
Betul-betul harus waspada umat saat ini dengan faham ini
Maa syaa Allah penjelasan yang sangat akurat.