Melawan Radikalisme, untuk Apa?
Penulis: Wiwing Noeraini
MuslimahNews.com, FOKUS — Radikalisme diklaim sebagai musuh besar bangsa yang harus dilawan dengan mengerahkan segenap kemampuan. Tidak tanggung-tanggung, demi melawan radikalisme, Polri merekrut para santri dan hafiz Al-Qur’an untuk masuk akademi kepolisian.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo. Ia mengatakan bahwa pihaknya selama beberapa tahun ini telah merekrut santri lulusan pondok pesantren, juga hafiz Al-Qur’an dan juara MTQ untuk menempuh pendidikan di institusi kepolisian untuk cegah radikalisme.[1]
Lembaga pemerintahan pun harus bersih dari radikalisme. Seseorang tidak bisa menjadi pejabat jika terindikasi mengakses konten atau tokoh (yang dianggap) radikal di media sosial. Hampir setiap bulan ada ASN yang diberhentikan karena mendapat tuduhan terlibat masalah radikalisme dan terorisme, demikian dikatakan Menpan RB Tjahjo Kumolo.[2]
Tidak ketinggalan, BNPT juga membentuk Gugus Tugas Pemuka Agama di Indonesia yang terdiri dari Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) maupun Lembaga Persahabatan Ormas Keagamaan (LPOK) agar tokoh agama menjadi pintu keluar radikalisme dan terorisme.[3]
Demikianlah, radikalisme telah menjadi momok menakutkan bagi semua pihak. Ada apa dengan radikalisme? Mengapa harus rame rame dilawan? Bukankah persoalan bangsa ini sangat banyak, dan jauh lebih penting untuk segera diselesaikan dari pada mengurus radikalisme?
Ada Apa dengan Radikalisme?
Jika yang dimaksud radikalisme adalah terorisme dengan berbagai tindakan teror dan aksi kekerasan yang membahayakan, tentu kita sepakat bahwa hal itu harus dilawan. Tapi faktanya tidak demikian. Radikalisme ini diarahkan bukan hanya kepada terorisme, tapi juga kepada ajaran Islam kafah, yaitu ajaran yang menghendaki agar syariat Islam diterapkan secara keseluruhan (kafah) dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Islam kafah digempur, dan dianggap sebagai Islam puritan yang memunculkan radikalisme.[4]. Bahkan, Islam kafah dianggap mengeksploitasi agama [5]. Rezim terus memberi stigma negatif untuk Islam kafah dengan mengidentikkan menebar kebencian dan merasa benar sendiri. [6].
Para da’i dan ulama yang menyerukan Islam kafah, sudah langsung dicap radikal, padahal Tidak ada sedikitpun kekerasan yang dilakukan dalam dakwah mereka. Sementara KKB (kelompok kriminal bersenjata) Papua, sekalipun sudah berulang kali melakukan penyerangan bahkan juga ke masyarakat sipil hingga menimbulkan korban jiwa, alih alih menumpasnya, bahkan belum semua pihak sepakat mengkategorikannya sebagai aktivitas terorisme. Adalah Komnas HAM, salah satu Lembaga yang menolak pemberian label teroris pada KKB karena dianggap akan semakin menjauhkan Papua dari perdamaian. [7].
Jihad dan Khilafah, juga terus diserang dan dituduh mengajarkan radikalisme. Padahal, keduanya adalah ajaran Allah, dan pernah diterapkan sepanjang masa peradaban Islam selama berabad abad lamanya, dan sama sekali Tidak menghasilkan apa yang dituduhkan, seperti ancaman teror, intoleransi, dan lain lain. Umat muslim dan non muslim justru hidup rukun berdampingan dan sejahtera dalam naungan Khilafah di masa itu.
Dari semua fakta tersebut tampak jelas, bahwa “proyek melawan radikalisme” sebenarnya dirancang bukan untuk menyelesaikan problem kekerasan dan teror, tetapi untuk yang lainnya. Yaitu untuk memberikan stigma negatif dan menyerang Islam kafah. Tujuannya membuat umat tidak lagi berpegang pada Islam kafah dan bergeser pada penerimaan moderasi.
Mengapa Harus Moderasi?
Tidak bisa kita mungkiri, ada upaya sistematis dan masif dari rezim agar umat Islam mau menerima moderasi. Tujuannya agar umat makin jauh dari ajaran Islam kafah dan mau menerima sekularisme—paham pemisahan agama dari kehidupan—secara halus.
Umat Islam terdorong untuk mengambil ajaran Islam hanya sebatas ritual, seperti salat, puasa, zakat, mendaras Al-Qur’an, dan ibadah ritual lainnya. Sementara dalam kehidupan bemasyarakat dan bernegara, Islam Tidak boleh ikut campur.
Maka dibangunlah narasi bahwa penerapan syariat Islam oleh negara akan mendiskriminasi umat beragama lainnya dan menimbulkan konflik serta mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Islam cukup diterapkan sebatas nilai nilai yang universal yang ada pada semua agama seperti kemanusiaan, keadilan dan persamaan, bukan syariatnya.
Moderasi Islam juga diaruskan untuk menutupi kesempurnaan Islam. Hingga Islam disejajarkan dengan agama agama yang lain, dan dianggap sebagai agama yang hanya mengatur urusan spiritual. Padahal Islam bukan hanya ajaran spiritual yang mengatur urusan akhirat, tetapi juga ajaran politik yang mengatur segala urusan kehidupan dunia.
Apa Yang Kemudian Terjadi
Umat akhirnya Tidak mengerti bagaimana hukum hukum Islam bisa menjadi solusi tuntas bagi semua problem negeri ini jika diterapkan dalam sistem kenegaraan Islam. Umat dibutakan dengan solusi moderasi beragama yang mengakomodir semua pemikiran Barat yang kufur. Umat digiring agar menerima semua pemikiran yang dinilai baik oleh peradaban Barat semacam demokrasi, HAM (hak asasi manusia), feminisme dan sebagainya
Bahkan, kapitalisme yang menjadi ideologi negara negara Barat pun ikut diadopsi dan diterapkan di negeri ini setelah sebelumnya umat diyakinkan, bahwa semua yang berasal dari peradaban Barat adalah modern dan maju, sementara yan berasal dari peradaban Islam itu kuno dan mundur (terbelakang). Hukum hukum Islam pun direkontekstualisasi agar sesuai dengan Barat sebagai kiblat kemajuan.
Walhasil, umat Tidak paham Islam kafah, sehingga Tidak menuntut diterapkan islam kafah dan membiarkan sistem kapitalism diterapkan atas mereka. Dan ketika itu terjadi, Barat pun akan lebih leluasa menjajah dan mencengkeram negeri ini. Mengeruk semua sumber daya alamnya, mengeksploitasi sumber daya manusianya sebagai buruh murah untuk mesin mesin produksi mereka, membajak potensi kaum intelektualnya untuk mensuport berbagai proyek bisnis mereka, dan menjadikan penduduknya sebagai pasar untuk barang barang mereka setelah sebelumnya dididik dengan gaya hidup hedonis dan konsumtif ‘ala’ mereka.
Bagaimana dengan para pengemban dakwah Islam yang berjuang agar sistem kapitalisme ini lenyap dan digantikan dengan sistem islam yaitu Khilafah? Mereka akan dilawan dengan menggunakan isu radikalisme. Diberikan stigma negatif , dipersekusi, bahkan sebagian dimasukkan ke dalam bui. Maka jelas, proyek ‘melawan radikalisme’ hakikatnya adalah proyek menghalangi tegaknya Khilafah yang akan menerapkan syariat islam kafah.
Umat Butuh Islam Kafah, Bukan moderasi
Isu radikalisme dengan moderasi sebagai solusi terus digulirkan agar umat teralihkan dari problem utama bangsa ini yaitu berbagai macam kerusakan akibat penerapan sistem kapitalisme dan tidak diterapkannya syariat Allah dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara . Kemiskinan yang parah, hutang ribawi yang menggunung, kriminalitas yang terus mengancam, kerusakan generasi, korupsi dan kolusi, dan masih banyak lagi problem genting lainnya, semua itu adalah dampak dari penerapan sistem kapitalisme. Maka seharusnya bukan radikalisme, tapi kapitalisme -dengan sekulerisme sebagai ide dasarnya- yang harus dilawan.
Umat Tidak butuh proyek melawan radikalisme, karena bukan radikalisme problem mendasar negeri ini. Umat juga Tidak butuh moderasi, karena moderasi bukan solusi tuntas berbagai problem negeri ini. Problem mendasar negeri ini karena Tidak mau taat pada aturan Allah, maka solusi tuntasnya adalah dengan taat kepada Allah, yaitu dengan menerapkan syariat islam kafah dalam bingkai negara Khilafah.
Terlebih, radikalisme yang dimaksud adalah Islam kafah. Maka proyek melawan radikalisme hakikatnya adalah proyek melawan islam kafah. Maka jelas ini adalah proyek yang akan mendatangkan kerusakan dan murka Allah Swt.
Siapapun yang menolak masuk Islam secara kafah (keseluruhan) serta mencukupkan diri hanya mengambil sebagian dari isi Al quran dan meninggalkan sebagian lainnya, maka Allah akan memberikan balasan berupa ‘kenistaan di kehidupan dunia’ serta ‘ adzab yang pedih di akhirat’.
Allah Swt berfirman
أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ ۚ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَٰلِكَ مِنْكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَىٰ أَشَدِّ الْعَذَابِ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
“ Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat”. (QS Al Baqarah [2] : 85)
Allah juga menyebut, siapapun yang mencari selain Islam maka Allah tidak akan pernah menerima amalannya dan di akhirat ia termasuk orang yang rugi. Allah Swt berfirman :
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (QS Ali Imran [3] : 85).
Sungguh, Jika di dunia saja kita Tidak mau rugi, lalu bagaimana kalau Allah menyebut kita akan rugi di akhirat? Tentu jauh lebih mengerikan. Betapa buruknya balasan itu.
Khatimah
Jelas sudah, proyek melawan radikalisme hanyalah akal akalan agar umat menerima moderasi, dan Tidak menghendaki penerapan Islam kafah dalam bingkai Khilafah. Proyek ini Tidak memberi manfaat apapun bagi umat, Tidak menyelesaikan masalah, bahkan menyerang ajaran islam. Tentu ini sangat berbahaya. Umat Tidak butuh moderasi, tapi butuh Islam kafah. Hanya dengan menerapkan Islam kafah, maka negeri ini akan terhindar dari kemurkaan Allah, dan Allah akan bukakan keberkahan dari pintu pintu langit maupun bumi, sebagaimana firmanNya : “ Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (TQS Al A’raf [7] : 96).
Wallahu a’lam bishshawab.
Sumber bacaan :
[1].https://www.harakatuna.com/lawan-radikalisme-polri-rekrut-puluhan-santri-masuk-akpol-sejak-2017.html
[4]. https://www.harakatuna.com/dari-puritanisme-ke-ekstremisme.html
[5]. https://www.harakatuna.com/eksploitasi-agama-dan-tiga-langkah-menghalaunya.html.