BeritaNasional

[News] Aktivis: Membangun Perilaku Antikorupsi yang Dimulai dari Keluarga Bukan Solusi Hakiki

MuslimahNews.com, NASIONAL—Dalam peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (9/12/2021), Menag Yaqut Cholil Qoumas menyatakan bahwa korupsi adalah musuh bersama sehingga perlu gerakan bersama dan terpadu dalam membangun perilaku antikorupsi, serta harus dimulai dari keluarga dan butuh keteladanan orang tua. Hal ini dinilai aktivis muslimah Ustazah Ratu Erma Rachmayanti bukanlah solusi hakiki.

“Tentu saja apa yang dikatakannya sama sekali tidak memberi solusi hakiki. Mestinya pemberantasan korupsi itu dilakukan oleh negara karena pemicunya adalah contoh dari pejabat tinggi, kemudian dibiarkan, mengajak yang lain—korupsi berjamaah—kemudian ada dukungan lingkungan, saling menutupi kejahatan dan memaklumi, akhirnya menjadi biasa,” ungkap aktivis muslimah Ustazah Ratu Erma Rachmayanti kepada MNews, Jumat (10/12/2021).

Tidak Komprehensif

Ia memandang perilaku korupsi yang hari ini membudaya, mulai dari pejabat level rendah hingga pegawai negara, juga termasuk di perusahaan, kantor swasta, sekolah, dan sebagainya, adalah akibat tidak komprehensifnya aturan kehidupan umat hari ini.

“Pada umumnya orang korupsi itu karena ‘gila harta’, meski ada juga karena pendapatannya kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, seperti korupsi di kantor kecil, sekolah, dan sebagainya. Orang ‘gila harta’ itu disebabkan nafsu untuk memenuhi keinginan, bukan kebutuhan sehingga selalu merasa tidak cukup dengan yang sudah ada dan terdorong menumpuk harta,” cetusnya.

Lalu, ia mempertanyakan siapa yang bertanggungjawab untuk mengubah pemahaman orang tersebut. “Apakah cukup dirinya? Keluarganya? Atau hanya dengan mengubah kurikulum pendidikan? Sementara ide-ide tentang materialis tidak dienyahkan dari kehidupan publik? Apalagi, tidak ada tindakan bagi mereka yang mengeruk harta negara, menjual aset rakyat, SDA kepada swasta asing? Bukankah justru korupsi besar itu terjadi di ‘wilayah’ ini? Di antara para pejabat yang mengurusi harta umum dan negara, tetapi berkhianat dengan menjualnya pada asing untuk dikelola mereka dan dijual lagi kepada rakyat dengan harga mahal?” tanyanya beruntun.

Baca juga:  Akhir Dramaturgi Djoko Tjandra

Mestinya, ia menegaskan, penyelesaian solusi itu dilakukan di area politik yang urgen agar kejahatan ini segera diperbaiki. “Korupsi di level pegawai, atau orang-orang kecil, tidak lebih besar dari yang dilakukan pejabat. Mereka melakukan itu karena kekurangan pemasukan. Siapa yang akan menyelesaikan masalah ini? Dia sendirikah? Keluarganya? Atau Lembaga pendidikan? Mestinya ada solusi untuk kurangnya pendapatan pegawai,” tukasnya.

Perlu Syariat

Jadi, ia menyatakan yang diperlukan adalah penegakan syariat Islam. “Hanya syariat Islam yang dapat mencegah, mengatasi, dan menindak dengan tuntas pengkhianatan terhadap harta milik umum dan negara ini. Islam membasiskan perilaku manusia pada kesadaran iman, hubungannya dengan Allah Swt. yang akan melahirkan takwa. Takwa menjadi tameng bagi kejahatan apapun. Tanpa ketakwaan, sulit untuk menjaga tingkah laku dan aktivitas agar senantiasa baik,” ujarnya lugas.

Ia mengutip sabda Nabi saw. yang menjamin orang beriman itu tak akan berbuat maksiat,

”Tidaklah seorang itu berzina ketika ia mukmin, dan tidaklah seseorang itu mencuri ketika ia mukmin, dan tidaklah seseorang itu minum minuman keras ketika ia mukmin.” (HR Muslim).

Karenanya, ia menambahkan, agar takwa senantiasa hadir, perlu lingkungan dan sistem hidup bernegara yang menggunakan hukum-hukum Allah Swt.. “Sebagaimana kehidupan ekonomi, politik, sosial budaya, dan lainnya yang diperintahkan Allah Swt., yang telah dilakukan Rasulullah saw. serta para khalifah penerusnya hingga awal abad ke-20. Dengan demikian, niscaya dalam setiap pelaksanaan kepentingan apa saja, pasti ingat kepada Allah Swt.. Berupaya menjalankan yang benar dan tercegah dari kesalahan sehingga gambaran kehidupan masyarakat yang aman, damai, dan sejahtera pasti terwujud,” paparnya.

Baca juga:  Islam dan Jalan Pemberantasan Korupsi

Mari coba kita pahami bersama, urai Ustazah Ratu Erma, andai setiap orang punya takwa, dan paham korupsi itu kejahatan dan pelanggaran hukum syarak, maka seseorang tidak akan melakukannya. “Saat setiap orang tidak melakukan hal tersebut, maka kecil kemungkinan di tengah komunitas akan ada orang yang melakukan hal tersebut. Ditambah jika edukasi negara terhadap publik tentang hukum haramnya korupsi, beratnya sanksi bagi pelaku itu berjalan, maka akan tercipta perilaku jauh dari korupsi,” terangnya.

Menutup Celah

Ia memaparkan, dalam Islam, semua celah terjadinya korupsi itu ditutup. “Mulai dari pembentukan pemahaman pejabat, pegawai, hingga masyarakat. Lihatlah, bagaimana Rasul menerapkan hal tersebut dan menjadi pedoman bagi kepemimpinannya untuk tidak memunculkan perilaku korupsi,” jelasnya.

Ia pun mengutip sebuah hadis,

حَدَّثَنَا الْأَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ يَعْنِي ابْنَ عَيَّاشٍ عَنْ لَيْثٍ عَنْ أَبِي الْخَطَّابِ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ: لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ وَالرَّائِشَ يَعْنِي الَّذِي يَمْشِي بَيْنَهُمَا

“Telah menceritakan kepada kami Al Aswad bin ‘Amir telah bercerita kepada kami Abu Bakar bin ‘Ayyasy dari Laits dari Abu Al Khoththob dari Abu Zur’ah dari Tsauban berkata; Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam melaknat orang yang menyuap, yang disuap, dan perantaranya (broker, makelar). Nabi saw. mempekerjakan seorang laki-laki dari suku al-Azdiy sebagai pemungut zakat. Ketika datang dari tugasnya, dia berkata, ‘Ini untuk kalian sebagai zakat dan ini dihadiahkan untukku.’ Beliau berkata, ‘Biarkanlah dia tinggal di rumah ayahnya atau ibunya, lalu dia lihat apakah benar itu dihadiahkan untuknya atau tidak. Demi Zat yang jiwaku di tangan-Nya, tidak seorang pun yang mengambil sesuatu dari zakat kecuali dia akan datang pada hari kiamat dengan dipikulkan di atas lehernya berupa unta yang berteriak, atau sapi yang melenguh, atau kambing yang mengembik.” (HR Bukhari).

Baca juga:  Menanti Masa “Injury” Korupsi

Tampaklah, ia melanjutkan, Rasulullah secara tegas melarang para pegawai Daulah untuk menerima hadiah, sogokan, menjadi makelar proyek, dan memberi peringatan keras dengan hukuman dan balasan. “Sangat mengingatkan rakyatnya atau siapa saja yang melakukan sogokan, menarik pungutan tanpa hak, dan sebagainya untuk memenuhi kepentingannya. Pemahaman dalil, penegakan hukum oleh Rasulullah saw. sebagai kepala negara, edukasi hukum-hukum tersebut kepada publik pun menjadi tameng kokoh mencegah tindak korupsi,” tuturnya.

Di aspek lain, ia mengemukakan, sistem ekonomi di dalam Islam memastikan terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat. “Ketersediaan sandang, pangan, dan papan, serta jaminan setiap warga untuk mendapatkannya diatur dengan banyak sekali cara. Mulai dari kerja individu dengan pekerjaan layak, harga rumah, makanan dan pakaian yang terjangkau, ditambah digratiskannya biaya pendidikan dan kesehatan oleh negara karena diambil dari harta umum. Sangat meringankan rakyat dalam mencukupi kebutuhan sekunder dan lainnya. Tidak ada keinginan untuk korupsi karena memang sudah cukup, dan ditopang dengan pemahannya terhadap haramnya tindak korupsi,” ulasnya.

Ia menegaskan, jikapun ada seseorang di dalam masyarakat Islam yang melakukan korupsi–meski akan langka—maka dengan segera akan ditindak sesuai dengan ketentuan syariat. “Wajib baginya mengembalikan harta tersebut atau menggantinya. Jika tidak berhenti, maka akan diberi sanksi sesuai ketetapan Daulah,” tandasnya.[MNews/Ruh]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *