[News] Direktur Pamong Institute: Aksi 212 Modal Sosial yang Potensial, Pemerintah Harus Berpikir Positif
Urgensi Aksi 212 yang harus dijaga oleh umat Islam adalah memiliki visi yang jelas, yaitu membela Islam.
MuslimahNews NASIONAL—Menanggapi pembubaran Aksi Reuni 212, Kamis (2/12/2021) lalu, Direktur Pamong Institute, Wahyudi Al-Maroky menyatakan pemerintah semestinya menjaga dan mendukung aksi seperti ini, karena dari sisi positif, aksi seperti ini bisa menjadi modal sosial bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Namun, jika pemerintah memandangnya secara negatif, maka yang muncul ketakutan dan menganggapnya hal berbahaya. Sayangnya, ini tidak dilihat sebagai sesuatu yang positif. Dalam konteks kenegaraan kita, ketika tidak memandang ini sebuah potensi yang positif serta potensi masyarakat yang harus dikembangkan, maka cara pandangnya itu harus diubah,” kritiknya pada Kabar Petang: “Aksi Bela Islam Wajib Terus Dilanjutkan” di kanal Khilafah News, Jumat (03/12/2021).
Ia pun mengatakan, “Kalau kita lihat aksinya, selama ini berjalan dengan damai, itu memang betul. Aksi ini pun mengulang atau menjadi rangkaian dari aksi-aksi sebelumnya. Pada istilah lain, disebut Reuni 212. Terlebih, aksi ini sudah berlanjut hingga keenam kalinya,” ujarnya.

Hambatan
Ia mengakui Aksi 212 yang ada selama ini berjalan damai. “Namun, selalu saja menemui hambatan yang bukan berasal dari umat Islam itu sendiri, melainkan dari pihak luar. Terutama terkait perizinan dari pihak pengatur serta penguasa yang tidak memberikan ruang yang cukup untuk umat Islam berkumpul, berserikat dan berpendapat. Terutama dalam konteks ini terjadi pada umat Islam yang mengadakan Reuni 212,” tukasnya.
Bahkan ia memperkirakan, andaikan penguasa memberikan ruang maka peserta reuni 212 kemungkinan jumlahnya akan lebih besar lagi untuk tahun ini.
Urgensi Aksi
Selain aksi ini penting untuk menjaga momentum, ia mengungkapkan ada banyak urgensi dari aksi ini, yaitu umat Islam dapat memberikan contoh yang baik dalam melakukan aksi, baik pada saat pandemi maupun di situasi normal.
“Saya pikir ini juga menjadi contoh peradaban yang baik dan mulia. Kalau kita lihat pada aksi-aksi yang lain, ada efek-efek kurang baik yang timbul. Contohnya, sampah berserakan, pot tanaman pecah, trotoar kotor, dan ketidaktertiban lainnya. Berbeda dengan Aksi 212 ini yang selalu bersih dan tertib,” ungkapnya.
Selain itu, ia menambahkan urgensi Aksi 212 yang harus dijaga oleh umat Islam adalah memiliki visi yang jelas. “Sebagai umat Islam, maka yang harus dibela adalah Islam, bukan yang lain. Jadi, momen tersebut harus dijaga dan terus dilestarikan. Ini merupakan modal sosial untuk kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik,” ujarnya lagi.
Visi Akhirat
Memang, ia mengatakan, tidak dapat dipungkiri seruan aksi ini adalah bela Islam karena panggilan jiwa dan keimanan. “Ini tidak bisa dibayar dan dihitung dengan uang. Ini adalah panggilan ketakwaan. Jika kita ingin membangun peradaban sebuah negara yang kuat, maka harus dilandasi dengan keimanan yang kuat pula. Karena keimanan yang kuat dapat menggerakkan manusia dengan kekuatan mahadahsyat tanpa pamrih,” urainya.
Ia menyatakan, ketika seruannya Islam. maka mereka bergerak bukan sekadar untuk dunia, tetapi visinya sampai ke ke akhirat. “Menjadi keyakinan bahwa ini merupakan amal yang akan dicatat oleh Allah dalam kebaikan dan ini yang tidak didapatkan dari aksi-aksi yang lain. Aksi ini dilandasi keimanan dengan visi akhirat. Bukan sekadar visi untuk meraih sesuatu yang ada di muka bumi. Saya pikir inilah yang menjadikan aksi ini berbeda dengan lainnya. Ditambah lagi dengan tujuan membela Islam. Bahkan, aksi ini diawali dengan membela Al-Qur’an, kitab suci umat Islam,” jelasnya.
Ia menilai, aksi ini akan terus berlanjut sepanjang umat Islam masih dipinggirkan, dilecehkan, dan dihina. “Apalagi, sampai saat ini banyak yang masih menista ajaran Islam. Terus saja bermunculan penghina Nabi dan Al-Qur’an. Oleh karena itu, tentu akan ada aksi ini terus dalam rangka umat Islam membela agamanya. Ini harus terus dipelihara sepanjang melakukan pembelaan agama dengan cara yang baik dan benar sesuai hukum syariat. Tentu, ini akan menjadi amal saleh,” paparnya.
Dampak Politis
Dalam kacamata politik, menurutnya, ini menunjukkan masih ada kepedulian yang ditunjukkan oleh masyarakat di negeri ini terhadap nilai-nilai ajaran agamanya serta kehidupannya dalam konteks berbangsa dan bernegara. “Mereka ingin membawa negeri ini menjadi negeri yang baik dan berkah. Mereka menyuarakan jangan ada lagi yang menista Islam. Harapannya lagi, agar ajaran Islam jangan sampai tergusur, termasuk meminggirkan Islam dari politik dan kehidupan berbangsa dan bernegara,” ungkapnya.
Ia menuturkan, aksi ini akan fenomenal jika diberikan ruang serta akan menjadi kekuatan politik. “Memiliki nuansa politis yang kuat untuk kehidupan berbangsa dan bernegara. Jika diberikan ruang dan memiliki cara pandang yang positif, maka hasilnya akan positif bagi kehidupan bernegara. Namun, jika melihatnya dengan cara pandang negatif, maka hasilnya akan terjadi permusuhan. Misal, pernyataan bahwa diduga aksi ini ditunggangi radikal, kelompok, dan kepentingan tertentu. AKibatnya, kebaikan dari aksi ini akan terkoyak,” ulasnya.
Substansi Persatuan
Ia memaparkan, substansi penting dalam aksi ini adalah persatuan. “Aksi ini menunjukkan umat memiliki semangat bersatu, berkumpul dan memiliki visi yang sama ingin membela Islam dari rongrongan musuh-musuh yang tidak suka kepada Islam. Jika dipelihara, maka akan menjadi modal kekuatan bangsa. Jika tidak, maka yang terjadi negeri semakin lemah karena adanya permusuhan,” tuturnya.
Ia melihat sudah ada cara pandang ini, terutama dari pihak aparat. “Tidak diizinkannya aksi, bahkan sampai mengancam apabila ada yang melanggar, maka akan dipidanakan. Padahal, kalau dengan pihak-pihak lain selain umat Islam sikapnya tidak seperti itu. Malah ada pejabat yang menganggap gerakan separatis Papua sebagai saudara. Perlu diklarifikasi pernyataan-pernyataan yang tidak perlu dikeluarkan oleh para pejabat dan pemimpin negeri itu,” tukasnya.
Ia katakan lagi bahwa substansi persatuan penting untuk membela Islam, supaya tidak ada lagi yang berani menista ajaran agama. “Bukan hanya agama Islam, tetapi di dalam Islam pun kita juga diajarkan tidak boleh menista agama apa pun. Perangkat hukum bagi penista agama itu sudah ada, tetapi faktanya tidak semua diperkarakan. Apalagi kalau penista agama itu dekat dengan kekuasaan dan rezim, maka tidak diproses,” kritiknya.
Oleh karenanya, ia sampaikan, bahwa momentum ini harus terus dijaga. “Umat harus bersatu, tidak boleh terpecah-belah. Satu paket dalam membela Islam baik itu ajarannya, kitab sucinya, Rasulnya, ulamanya, bahkan membela aktivisnya yang terzalimi. Ini harus dilakukan agar umat Islam makin kuat terhadap pihak-pihak yang ingin mengadu domba, menista, dan menghina Islam,” tutupnya. [MNews/Nvt]