Ekosistem Ekonomi Syariah dalam Pusaran Kapitalisme

Penulis: Kanti Rahmillah, M.Si.

MuslimahNews.com, OPINI — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa ekosistem ekonomi syariah (EES) menjadi salah satu pendukung untuk memulihkan ekonomi Indonesia dari pandemi Covid-19. Terdapat tiga dimensi penting dalam EES yang akan membantu mereformasi perekonomian Indonesia, yaitu dimensi ekonomi, sosial, dan teknologi. (medcom, 2/12/2021)

Pertama, dimensi ekonomi bukan hanya berbicara mikro transaksional saja, tetapi juga harus fokus membenahi kebijakan makro yang turut memengaruhi fundamental suatu negara. Dimensi ekonomi makro harus berlandaskan keadilan agar tercipta pemerataan. Nilai keadilan ini diambil dari ajaran Islam. Seperti esensi Instrumen APBN yang memiliki tujuan keadilan. Semua itu tertuang dalam fungsi utamanya, yaitu distribusi, alokasi, kemajuan atau efisiensi, dan stabilisasi. Dengan demikian, saat dimensi makronya (APBN) terguncang berat, semua itu akan menyebabkan negara kesulitan dalam mengelola ekonominya.

Kedua, dimensi sosial. Sri menjelaskan bahwa dalam Al-Qur’an terdapat banyak sekali ayat yang meminta kita memelihara anak yatim dan fakir miskin. Menurut Sri, begitu pun APBN Indonesia yang berbicara demikian. APBN memberikan alokasi yang sangat besar kepada mereka yang tidak mampu sehingga bisa menjadi sejahtera. Alokasi APBN saat ini sebesar Rp430 Triliun untuk menjaga dan membantu sosial.

Ketiga, dimensi teknologi. Nilai Islam memberikan spirit untuk terus berinovasi dalam segala hal, termasuk teknologi. Oleh karena itu, pemerintah melakukan berbagai langkah untuk membuat teknologi digital agar bisa terakses seluruh masyarakat Indonesia. Hal tersebut melalui investasi di bidang teknologi digital sehingga 20 ribu desa bisa terkoneksi dengan teknologi digital.

Oleh karena itu, Sri Mulyani melihat EES berpotensi besar dalam menyelesaikan permasalahan perekonomian Indonesia. Pemerintah bersama Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan akan terus mereformasi perekonomian agar mencapai Indonesia yang adil dan makmur.

Baca juga:  [News] Menkeu Andalkan Vaksin untuk Memulihkan Ekonomi. Pengamat: Tidak Efektif dan Salah Sejak Upaya Awal

Penerapan Parsial

Banyak pakar ekonomi syariah yang menyangsikan EES mampu berkontribusi terhadap pemulihan ekonomi saat ini. Argumentasinya, selain karena penerapannya yang parsial, definisi “ekonomi syariah” pun masih menuai kontroversi.

Mengapa parsial? Hal ini karena hanya mengambil sebagian saja dari ajaran Islam, seperti nilai keadilan dalam dimensi ekonomi. Jika memang keadilan menjadi tujuan, mengapa instrumen APBN sering kali mengusik rasa keadilan bagi rakyat jelata?

Pajak, misalnya, yang merupakan pemasukan terbesar dari APBN. Mengapa ada pelonggaran pajak atas orang kaya, seperti adanya tax amnesti bagi para pengusaha; sedangkan pajak atas rakyat miskin malah makin banyak, seperti pajak sembako? Bukankah ini tidak adil? Selain itu, praktik perpajakan yang demikian tidaklah sesuai syariat Islam.

Dalam Islam, pajak bukanlah pemasukan tetap negara. Ia hanyalah satu mekanisme pemasukan temporer ketika kas negara kosong. Selain itu, pungutan pajak pun hanya atas muslim yang kaya, warga miskin tidak terkena pajak. Lantas “berkeadilan” seperti apa yang Sri maksud?

Bukan hanya praktik perpajakan yang tidak sesuai syariat Islam, ketakpahaman pemangku kebijakan terhadap syariat Islam kafah akan menyebabkan praktik syariat menjadi cacat. Investasi di bidang teknologi digital, contohnya, syariat tidak membenarkan pembiayaan seperti ini karena Islam mengharamkan investasi berbasis riba.

EES dalam Pusaran Kapitalisme

EES tidak akan bisa berdiri di tengah pusaran sistem ekonomi kapitalisme karena hanya akan mengikuti platform utamanya, yakni kapitalisme sekuler. Landasan ekonomi Islam jelas sangat bertolak belakang dengan ekonomi kapitalisme yang tegak saat ini.

Ekonomi Islam berlandaskan pada akidah Islam, yakni penetapan seluruh aturannya berasal dari Allah Swt. Sedangkan landasan ekonomi kapitalisme adalah sekularisme yang membuang ajaran agama sebagai pijakan dalam mengatur perekonomian. Alhasil, jika ekonomi Islam tetap dipaksakan hadir, hal ini justru hanya akan merusak ajaran Islam itu sendiri.

Baca juga:  Utang Membengkak, Ekonomi Menukik, Salah Siapa?

Juga lihatlah ketika saat ini ekonomi syariah hanya dinisbahkan pada perbankan syariah, bukankah hal demikian telah mencederai ajaran Islam dalam mengatur perekonomian? Kendati perbankan mendapat cap “syariah”, tetap saja praktik yang tidak sesuai syariat masih mewarnai dan sulit terlepas. Lagi pula, jantung perekonomian dalam Islam adalah Baitulmal, bukan perbankan.

Selain itu, dimensi sosial dengan menyantuni warga fakir miskin akan kontradiktif dengan kepentingan pengusaha. Sistem ekonomi kapitalisme menyerahkan seluruh urusan umat pada swasta. Apalagi jika kita melihat keterlibatan pengusaha pada kontestasi politik, akan sangat wajar kebijakan yang ada justru pro pengusaha, bukan rakyat. Inilah sebab alokasi sebesar apa pun dari APBN untuk rakyat, kebermanfaatannya tidak akan terasa signifikan dalam mengentaskan kemiskinan.

Ini belum berbicara kepentingan oligarki dan para pejabat pemburu rente yang terus saja menyedot anggaran untuk kepentingan segelintir elite. Walhasil, ajaran Al-Qur’an mengenai aktivitas menyantuni anak yatim dan fakir miskin tidak akan mungkin terwujud dalam sistem sekuler.

Ekosistem Ekonomi Syariah yang Hakiki

Sesungguhnya, EES bukan hanya berbicara tentang penerapan sebagian nilai ajaran Islam, tetapi lebih dari itu, yakni merupakan satu sistem yang mengatur perekonomian secara menyeluruh dan tegak berdasarkan akidah Islam. Dr. Husain Abdullah dalam buku Dirasat fi al Fikr al-Islamiy menuliskan bahwa sistem ekonomi Islam tegak atas tiga asas utama:

Asas pertama, konsep kepemilikan, yaitu pandangan bahwa pada hakikatnya harta adalah milik Allah Swt. dan harta yang manusia miliki sesungguhnya merupakan pemberian Allah Swt.. Oleh sebab itu, kepemilikan adalah izin (dari Allah) kepada manusia untuk menguasai suatu benda. Terdapat tiga kepemilikan dalam Islam: kepemilikan individu, umum, dan negara.

Baca juga:  Denda Berbunga bagi Penunggak Pajak

Asas kedua, pemanfaatan kepemilikan, yakni siapa sesungguhnya yang berhak mengelola dan memanfaatkan harta tersebut. Pemanfaatan ini ada dua bidang, pertama, pengembangan harta, yakni upaya-upaya yang berhubungan dengan cara dan sarana untuk menumbuhkan pertambahan harta di sektor pertanian, industri, dan perdagangan. Kedua, infak harta, yakni pemanfaatan harta dengan atau tanpa kompensasi ataupun perolehan balik.

Asas ketiga, konsep distribusi kekayaan. Islam menetapkan sistem distribusi kekayaan di antara manusia dengan cara sebagai berikut: Pertama, mekanisme pasar. Terkait mekanisme pasar, Islam menetapkan negara berwenang mengintervensi pasar pada batas syariat.

Kedua, bentuk suplai untuk menjamin keseimbangan ekonomi bagi pihak yang tidak mampu bergabung dalam mekanisme pasar (karena alasan tertentu, seperti cacat, idiot, dll.), maka Islam menjamin kebutuhan mereka berdasarkan ketentuan syariat.

Ketiga, bentuk transfer, yakni bentuk distribusi ekonomi dari seseorang kepada orang lain yang sepadan tanpa mengeluarkan harta atau tenaga apa pun, misalnya hibah dan hadiah.

Oleh karena itu, EES yang dipaksakan hadir dalam sistem ekonomi kapitalisme hanya akan mencederai syariat dan tidak akan mungkin bisa menyelesaikan permasalahan. Hal ini karena pada hakikatnya, ekosistem ekonomi syariah adalah sistem ekonomi yang tegak di atas asas Islam.

Walhasil, penegakannya harus didahului dengan perubahan asas negara, yaitu dari sekuler menjadi Islam. Dengan demikian, Islam—dengan sistem Khilafah—akan menjadi satu kekuatan yang mampu menyelesaikan seluruh persoalan, termasuk ekonomi. Wallahualam. [MNews/Gz]

One thought on “Ekosistem Ekonomi Syariah dalam Pusaran Kapitalisme

  • 4 Desember 2021 pada 19:12
    Permalink

    Ekonomi syariah dialam Democrazy hanya bernuansa Islam dan itu sangatlah berbeda dengan sistem ekonomi Islam,munculnya bank syariah sebenarnya se-mata² untuk dari menarik umat Islam yg mayoritas untuk menjadi nasabah , sistem Ekonomi Islam hanya bisa diberlakukan di negara khilafah

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.