[Tarikh Khulafa] Santunan untuk Bayi pada Masa Khalifah Umar bin Khaththab ra.
Penulis: Nabila Ummu Anas
MuslimahNews.com, TARIKH KHULAFA — Empat belas abad yang lalu, dalam pemerintahan yang menerapkan syariat Islam di semua lini kehidupan, telah ada kebijakan memberikan santunan kepada bayi yang baru lahir hingga masa penyusuannya. Kebijakan ini dikeluarkan oleh khalifah kedua umat Islam yaitu Khalifah Umar bin Khaththab ra..
Hal itu karena seorang Kepala Negara dalam Islam bertanggung jawab terhadap rakyat yang berada di wilayah kekuasaannya. Semua urusan rakyat, laki-laki maupun perempuan, muslim ataupun nonmuslim, bayi bahkan tua renta, harus terpelihara dan terurus dengan baik sesuai dengan tuntunan Islam. Tidak boleh ada masyarakat yang terzalimi, meski seorang bayi yang belum bisa menyampaikan keluhannya kecuali hanya dengan suara tangisan.
Ibnu Umar ra. berkata, “Saya telah mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Setiap orang adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang kepala negara akan dimintai pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Nabi saw. juga bersabda, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR Bukhari)
Kisah Khalifah Umar
Sangat masyhur kisah tentang kebijakan Khalifah Umar bin Khaththab berupa pemberian santunan bagi bayi dan anak-anak. Saat menemani Khalifah Umar bin Khaththab ra., Abdurrahman bin Auf ra. pernah menuturkan, “Ketika Umar mengimami salat berjemaah, ternyata Khalifah menangis. Orang-orang yang ikut berjemaah tentu saja tidak mendengar dengan jelas bacaannya. Setelah mengakhiri salat dengan salam, Umar bin Khaththab berkata, ‘Alangkah celakanya engkau Umar! Berapa banyak telah kau bunuh anak-anak kaum muslimin yang tidak berdosa?'”
Hujatan Khalifah terhadap diri sendiri tersebut adalah sebagai bentuk penyesalan akan kebijakannya yang ternyata berakibat terzaliminya bayi-bayi kaum muslimin.
Sebelumnya, pada malam ketika Khalifah Umar ra. berkeliling wilayah bersama Abdurrahman bin Auf ra., tiba-tiba Umar mendengar suara tangisan seorang bayi. Mereka menghampiri tempat anak itu sedang menangis. Tatkala bertemu dengan ibu bayi tersebut, Umar berkata, “Jagalah anakmu baik-baik!” Kemudian Umar bin Khaththab ra. dan Abdurrahman bin Auf ra. meninggalkan tempat tersebut.
Akan tetapi, belum jauh mereka melangkah, kembali terdengar tangisan bayi itu. Umar pun menemui ibu bayi itu untuk yang kedua kalinya. Umar ra. berkata, “Mengapa bayimu masih menangis juga?” Ibu si bayi berkata kepada Umar, “Tuan, engkau telah membuat diriku kesal, aku telah berusaha menyuruh bayi ini berhenti menyusu, tetapi ia tidak mau.”
“Mengapa engkau mau menghentikan menyusuinya?” Tanya Khalifah Umar. Perempuan itu menjawab, “Sebab Khalifah Umar hanya memberi santunan bagi anak yang tidak menyusu.” Umar bertanya kembali sambil terharu, “Berapa usia bayimu?” Ibu itu menjawab, “Baru beberapa bulan.” Khalifah Umar berkata kepada perempuan tersebut, “Jangan terburu-buru.”
Selepas salat berjemaah, Khalifah Umar bin Khaththab ra. segera meminta pegawainya untuk mengumumkan kebijakan barunya. Pegawai itu pun berseru di tengah-tengah penduduk Madinah, “Wahai penduduk Madinah, janganlah kalian terburu-buru menghentikan penyusuan atas anak-anak kalian. Kami akan memberikan bantuan dari baitulmal untuk setiap bayi/anak dalam masyarakat.” Keputusan Khalifah Umar itu pun ditulis dan disebarluaskan ke seluruh wilayah Daulah Islam, serta tidak hanya berlaku bagi penduduk yang tinggal di Madinah.
Sungguh sebuah percakapan antara penguasa dan rakyat yang tidak akan kita temukan pada zaman sekarang. Kisah ini menggambarkan betapa seorang Kepala Negara dalam Islam sangat perhatian terhadap rakyatnya, termasuk bayi yang masih kecil. Juga pemimpin yang sangat takut kepada Allah jika kebijakannya ternyata menzalimi masyarakat.
Khatimah
Sangat berbeda jauh dengan kondisi masyarakat hari ini. Seolah mustahil ada penguasa yang sangat peduli dengan kehidupan orang per orang dari rakyatnya. Yang ada hanyalah perjuangan kepala keluarga yang membanting tulang untuk bisa menghidupi anggota keluarganya, termasuk bayi yang baru lahir atau yang masih dalam masa penyusuan. Tidak terpikir di benak masyarakat bahwa semestinya negaralah yang menjamin semua kebutuhan hidup mereka hingga terpenuhi dengan layak.
Inilah akibat Islam tidak diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Padahal, hanya dengan tegaknya syariat Islam, seluruh masyarakat akan mendapat jaminan terpenuhi seluruh kebutuhan pokok, bahkan dibantu memenuhi kebutuhan sekundernya. Jaminan negara akan pemenuhan hajat hidup rakyat akan dirasakan seluruh lapisan masyarakat, individu per individu hingga bayi yang baru saja lahir.
Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin.” (HR Muslim). [MNews/Gz]
Sumber: Yuwono, Budi. Hikayah Empat Khalifah. Penerbit Khairul Bayaan.
Masya Allooh… Semakin Rindu di pimpin seorang pemimpin yg takut kepada Alloh, dn yg mau menerapkan semua syari’at nya