[News] Pakar: Menjadikan “Brand Personality” Muslim sebagai Magnet
Rasulullah saw. adalah contoh pertama di muka bumi, dalam hal aqliyah atau pola pikir, dan nafsiyah atau pola tingkah lakunya.
MuslimahNews.com, NASIONAL—Pakar personal branding Andika Dwijatmiko menyatakan dalam bisnis, brand personality pebisnis muslim adalah magnet.
“Berbisnis itu tidak harus selling dulu baru dapat branding karena ternyata bisa menjadikan branding dulu sebagai objek magnet, yaitu menjadi pribadi yang saleh, tepercaya, amanah, dan jujur. Melakukannya sejak awal. Bukan jualan dulu, baru membangun personal branding. Terbalik,” ujarnya dalam The National Webinar Event, Fight for A New Wave: “Menanamkan Ajaran Islam dalam Inovasi Bisnis”, Senin (29/11/2021).
Menurutnya, brand value harus ada konsep dan metode mewujudkannya. “Ketika bertemu konsumen, ekspresi apa yang ingin disampaikan. Islam itu ketika hadir, menjadi magnet. Janji apa yang ingin disampaikan dan ditepati. Ketika semuanya menjadi satu persepsi tersendiri di benak konsumen, maka masuklah konsumen dan memiliki loyalitas kepada pebisnis tersebut,” ucapnya.
Hal ini ia ungkapkan agar kaum muslim ketika berbisnis, cara berpikirnya harus Islam dengan pola tindak yang juga Islam, yaitu memenuhi kebutuhan dan nalurinya dengan Islam. “Jangan menggunakan selain Islam, pasti Allah enggak rida. Kalau ada pebisnis tidak memakai Islam, tetapi tetap makmur atau lancar-lancar saja, harus hati-hati karena itu istidraj,” urainya.
Brand Personality Rasulullah
Karenanya, ia melanjutkan, Rasulullah saw. adalah contoh pertama di muka bumi, dalam hal aqliyah atau pola pikir, dan nafsiyah atau pola tingkah lakunya. “Brand personality-nya kuat, yakni al-Amin dengan sifat sidik, amanah, tablig, fatanah. Akibatnya, dalam bisnis, ketika menetapkan harga dasar barang, maka para buyer dari konsumennya yang loyal nyatanya melebihi ekspektasi Rasulullah sendiri dalam omset. Jadi, saat menyampaikan harga dasarnya, tidak ada yang membeli di bawah harga dasar ataupun menawar,” tuturnya.
Ia mengungkapkan, pebisnis muslim mesti memahami bahwa goals di dunia hanyalah menjadi yang terbaik. “Namun, tidak cukup di situ karena kalau sudah menjadi terbaik di dunia, lalu mau apa? Jadi, harus punya infinite goals, yaitu sebagai bekal kehidupan di akhirat yang kekal. Contohnya, Utsman bin Affan yang membeli sumur Raumah dari seorang Yahudi yang kemudian siapa saja boleh memakai airnya. Bahkan, sampai saat ini air sumur tersebut masih mengalir,” paparnya.
Ia pun menyampaikan pesan Utsman bin Affan bahwa pengusaha bukan sekadar membayar orang, tetapi terjun langsung dan mengetahui dari A sampai Z. “Menumbuhkannya sebagai wilayah ikhtiar. Tidak menolak keuntungan meskipun sedikit karena rezeki itu bukan wewenang manusia sehingga harus bersyukur dengan sedikit banyaknya yang diterima. Kemudian untuk bahan makanan, jangan membeli yang tua atau yang sudah mau kadaluwarsa. Ditambah, memecah keuntungan menjadi beberapa bagian,” jelasnya.
Ideologi Islam
Selain itu, ia menguraikan, saat berbicara brand, maka bicara filosofi karena bisa sangat memengaruhi pengusaha. “Ideologi apa yang ada di belakangnya. Kalau sosialisme ada di materi, tidak memercayai hal-hal gaib. Kapitalisme menjadikan semua asas manfaat, meskipun nabrak-nabrak. Oleh karenanya, yang dicari ideologi kapitalisme di masa pandemi adalah jangan sampai rugi, tanpa memperhatikan halal atau haram. Bahkan, sebenarnya kehidupan new normal itu pun kampanyenya kapitalisme. Sedangkan, berbeda dengan ideologi Islam, basisnya adalah halal haram,” tandasnya.[MNews/Ruh]