Hadits Sulthaniyah

[Hadits Sulthaniyah] ke-53 dan 54: Muhasabah kepada Penguasa

Bab “Amar Makruf dan Membela Kebenaran Adalah Kunci Sukses di Dunia dan di Akhirat” (Hadis ke 51—57)

MuslimahNews.com, HADITS SULTHANIYAH — Hadis ke-53: “Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kalimat yang adil (Islam) kepada penguasa zalim.” (HR Ibnu Majah No. 4001).

Hadis ke-54: “Penghulu para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthalib, serta seorang lelaki yang berdiri di hadapan penguasa zalim kemudian ia memerintahnya (dengan Islam) dan mencegahnya (dengan Islam), lalu ia dibunuh (oleh penguasa itu).” (HR Hakim No. 4872)

Penjelasan

a. Imam al-Munawi mengatakan bahwa kata “jihad” yang terdapat pada riwayat di atas bermakna bahasa, yaitu makna umum.

b. Riwayat kedua memperlihatkan besarnya pahala bagi orang yang menyampaikan amar makruf nahi mungkar di hadapan penguasa zalim, kemudian dia terbunuh karena aktivitas tersebut; maka mereka berada bersama Hamzah bin Abdul Muthalib sebagai penghulu atau pemimpin para syuhada. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas amar makruf nahi mungkar adalah jihad yang paling utama, baik dalam pengertian (makna) syar’i maupun makna umum.

c. Dalam syarahnya, Imam Abadi menyatakan bahwa para ulama berpendapat tidak seorang pun terbebas atau dikecualikan dari aktivitas amar makruf nahi mungkar ini, sekalipun orang tersebut mengira bahwa aktivitas itu tidak ada ada manfaatnya sama sekali. Bahkan sebaliknya, amar makruf nahi mungkar tetap wajib baginya.

Baca juga:  Kebebasan Berpendapat Itu Konsep Absurd, Mengapa Terus Digaungkan?

d. Imam ash-Shidqi menjelaskan bahwa aktivitas amar makruf nahi mungkar di hadapan penguasa termasuk jihad yang paling utama karena aktivitas tersebut menuntut kesungguhan, kekuatan iman, serta keteguhan pribadi pengembannya ketika menyampaikan koreksi kepada penguasa zalim yang terkenal luas akan kezaliman dan kekejamannya. Sementara itu dia tidak merasa takut kepada penguasa tersebut terhadap kekejaman maupun kekuasaannya. Ia telah menjual dirinya kepada Allah dan meletakkan hak dan perintah Allah di atas hak pribadinya. Keadaan inilah yang membedakannya dengan para mujahid lainnya karena para mujahid tidak selalu berada pada posisi yang membahayakan sebagaimana posisi orang yang menyampaikan kalimat-kalimat hak di hadapan penguasa yang kejam.

e. Mengoreksi penguasa adalah tugas paling sulit sekaligus aktivitas amar makruf nahi mungkar yang paling mulia karena—sebagaimana pernyataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah—apabila penguasanya bertakwa, umatnya pun akan menjadi umat yang bertakwa. Sebaliknya, bila penguasanya buruk, akan buruk pula masyarakatnya. Dengan demikian, koreksi terhadap penguasa pada hakikatnya merupakan koreksi terhadap masyarakat; apabila kerusakan hukum dan penguasa masih tetap ada, masyarakat pun akan tetap rusak. [MNews/Gz]

Sumber: Fathullah, Abu Lukman. 60 Hadits Sulthaniyah (Hadits-Hadits tentang Penguasa). 2010.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *