Kapitalisme Mengalihfungsikan Peran Hakiki Perempuan
Penulis: Chusnatul Jannah
MuslimahNews.com, OPINI — Perempuan memiliki peran yang cukup strategis. Karakternya yang ulet, tekun, dan telaten adalah keunikan tersendiri bagi perempuan. Karena unik dan strategis inilah, kapitalisme tidak mau ketinggalan memfungsikannya dalam kegiatan perekonomian. Tidak hanya sebagai konsumen, tetapi pelaku ekonomi.
Saat ini, UMKM menjadi unsur penting dalam mempercepat pemulihan ekonomi inklusif. Pemerintah pun mendorong pemberdayaan UMKM dengan pelibatan aktif kaum perempuan di dalamnya.
Itulah poin yang Presiden Jokowi sampaikan saat mengikuti KTT APEC-ABAC Dialogue with Economic Leaders, dari Istana Negara, Jakarta, Kamis (11/11/2021). Ia mengatakan 64% pelaku UMKM adalah perempuan. Menurutnya, memberdayakan UMKM juga bentuk pemberdayaan perempuan.
Sumbangsih UMKM
Bagi pemerintah, UMKM merupakan pilar terpenting bagi perekonomian Indonesia. Sebagai sektor ekonomi riil, UMKM memang tengah menjadi “pahlawan” di tengah krisis ekonomi global akibat pandemi yang berkepanjangan. Dari jumlah pelaku, tenaga kerja, dan kontribusi terhadap PDB, UMKM terbilang signifikan memberi sumbangsih pada perekonomian nasional.
Kontribusi UMKM terhadap PDB sebesar 61,07% atau senilai Rp8.573,89 triliun. UMKM menyerap 97% dari total tenaga kerja yang ada, serta dapat menghimpun sampai 60,4% dari total investasi.
Namun, pada 2020, kontribusi UMKM mengalami penurunan terendah sejak 2010 hingga 38,14% daripada tahun sebelumnya. Hal ini karena dampak pandemi yang menurunkan daya beli masyarakat mengonsumsi barang dan jasa. Mereka lebih memilih meminimalisir pengeluaran karena income yang berkurang.
Berdasarkan hal itu, UMKM seolah menjadi solusi penawar tatkala kapitalisme gagal mengurai segudang masalah ekonomi yang ditimbulkan. Kegagalan itu tampak pada kemiskinan, pengangguran, lapangan pekerjaan, kesejahteraan hidup, dan kesenjangan ekonomi yang kian menganga.
Akan tetapi, jika kita hanya fokus dengan keuntungan dan kontribusi besar dari UMKM, lama-lama kita lupa bahwa negeri ini sejatinya memiliki kekayaan alam yang nilainya jauh lebih besar memberi kesejahteraan daripada UMKM. Ironisnya, akibat penerapan kapitalisme, berlimpah ruahnya kekayaan alam negeri ini nyatanya tidak memberi kesejahteraan.
Indonesia saja, menurut penelitian Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O LIPI), ditaksir memiliki kekayaan laut lebih dari Rp1.700 triliun. Hal ini meliputi kekayaan wilayah pesisir (Rp560 triliun), bioteknologi (Rp400 triliun), perikanan (Rp312 triliun), minyak dan bumi (Rp210 triliun), transportasi laut (Rp200 triliun), potensi kekayaan terumbu karang (Rp45 triliun), mangrove (Rp21 triliun), wisata bahari (Rp21 triliun), dan lamun (Rp4 triliun). (muslimahnews, 25/10/2019)
Bayangkan, apabila negara mengelola semua kekayaan alam tersebut, bisa dipastikan kebutuhan per individu akan terpenuhi. Sayangnya, negara justru mengapitalisasi dan meliberalisasi SDA itu pada asing/swasta. Akhirnya, kekayaan alam tersebut tidak dapat dinikmati oleh pemilik sesungguhnya, yaitu rakyat.
Regulator
Tatkala ekonomi makro terlanda krisis, ekonomi mikro tampil sebagai penolong. Pelaku ekonomi mikro didorong agar senantiasa kreatif dan berinovasi dalam mengembangkan usahanya. Pelaku UMKM inilah yang menjadi target pemerintah agar makin maju dan terdepan di kancah global.
Pemerintah merasa telah menjalankan perannya dengan sejumlah program dukungan UMKM, di antaranya bantuan insentif dan pembiayaan melalui program PEN, Kredit Usaha Rakyat, Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI), Digitalisasi pemasaran UMKM, Penguatan Wirausaha Alumni Program Kartu Prakerja Melalui Pembiayaan KUR, termasuk strategi jangka panjang menaikkan kelas UMKM melalui UU Cipta Kerja.
Padahal, menggantungkan nasib ekonomi pada UMKM justru telah mengalihfungsikan peran sentral negara sebagai pe-riayah. Pemerintah cukup bertindak sebagai regulator dan fasilitator. Selebihnya, kembang kempisnya UMKM bergantung pada keterampilan dan jurus pertahanan diri para pelaku UMKM di tengah persaingan global.
UMKM pun terdorong agar naik level menjadi ekonomi kelas dunia dengan melakukan transformasi melalui digitalisasi dan membuka investasi secara inklusif. Ini sama halnya menyuruh rakyat kerja keras untuk ekonomi negara, sementara penguasa hanya suporter dengan menerbitkan regulasi yang mendukung sambil mendulang untung.
Perempuan Pilar Peradaban
Kapitalisme memang tidak tahu diri. Setelah bikin masalah di sana sini, mereka berlepas diri dengan mengiming-imingi perempuan agar memaksimalkan perannya dalam perekonomian. UMKM pun menjadi corong kampanye pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi. Mereka menarasikan dengan slogan dan kalimat menyentuh agar kaum perempuan dapat memberikan kontribusinya bagi negara.
Ketika perempuan memiliki pendapatan sendiri, mereka dianggap membantu menyejahterakan ekonomi keluarga, berperan untuk negara, dan mengurai masalah seputar perempuan (kemiskinan, kekerasan, stunting, pengasuhan, dan perlindungan anak). Akhirnya, perempuan terpaksa berperan ganda, yakni sebagai tulang rusuk (ibu rumah tangga) sekaligus tulang punggung keluarga (pencari nafkah).
Memang, kesejahteraan ekonomi berkelindan dengan nasib perempuan. Namun, bukan berarti solusinya adalah pemberdayaan ekonomi perempuan. Masalah yang muncul pada perempuan sejatinya hanyalah efek penerapan sistem kapitalisme.
Perempuan berkubang dalam kemiskinan karena distribusi kekayaan sistem kapitalisme hanya berputar di lingkaran para elite dan konglomerat. Perempuan sering kali jadi korban kekerasan karena negara mengabaikan perannya sebagai pelindung dan penjaga beserta sistem sanksi yang lemah. Perempuan belum sejahtera karena kapitalisme menetapkan kebijakan kapitalistik yang menyengsarakan rakyat.
Sebaliknya, dalam Islam, perempuan bukanlah motor penggerak ekonomi melainkan motor penggerak perubahan, yakni ibu peradaban. Peran strategis perempuan adalah sebagai ibu pendidik generasi. Ia adalah pilar bagi bangkit dan runtuhnya sebuah peradaban.
Sebaik apa pun ekonominya, jika peradaban manusianya rusak, akan sia-sia. Inilah sebab peran utama perempuan adalah membentuk peradaban manusia yang kuat, tangguh, bertakwa, cerdas, dan berkepribadian mulia.
Jika peran ini tergerus dengan kesibukan perempuan sebagai motor ekonomi, bagaimana dengan pendidikan generasi mendatang? Oleh karena itu, perempuan tidak akan bersusah payah mencari nafkah andaikan SDA di seluruh negeri terkelola dengan baik sesuai sistem politik ekonomi Islam.
Khatimah
Sejatinya, tanggung jawab ekonomi tidak terbebankan pada perempuan. Kewajiban dalam memenuhi kebutuhan pokok dan mewujudkan kesejahteraan hidup ada pada negara sebagai penyelenggara utama.
Kewajiban mencari nafkah juga hanya terbebankan pada laki-laki. Jika perempuan membantu pendapatan keluarga, hal itu dinilai sebagai sedekah di sisi Allah. Kewajiban utama perempuan adalah mengasuh dan mendidik generasi dengan Islam.
Begitulah cara Islam memuliakan perempuan. Mereka tidak akan terbebani masalah ekonomi sebagaimana nasib perempuan hari ini. Sungguh, kapitalisme telah mereduksi peran perempuan sebatas bumper ekonomi yang memberi manfaat finansial.
Dengan demikian, kemuliaan perempuan hanya bisa terwujud dengan penerapan sistem politik ekonomi Islam secara kafah. Islam telah sempurna menetapkan hak dan kewajiban bagi laki-laki dan perempuan sesuai fitrah penciptaannya. Peran hakiki perempuan hanya bisa berdaya manakala Islam menjadi aturan di seluruh aspek kehidupan. [MNews/Gz]