Perlakuan Buruk terhadap Orang Tua Kembali Terjadi, Buah Sistem Kapitalisme Sekuler
Penulis: Najmah Saiidah
MuslimahNews.com, FOKUS — Beberapa hari lalu, kita dikejutkan berita tentang surat pernyataan dari tiga orang anak yang menyerahkan atau menitipkan ibunya bernama Bu Trimah ke Griya Lansia Husnul Khatimah. Dalam surat pernyataan tersebut, ketiganya menyatakan bersepakat menyerahkan perawatan ibunya. Apabila ibunya meninggal dunia, mereka menyerahkan proses pemakamannya kepada Griya Lansia. Dalam surat pernyataan itu, ketiganya menitipkan ibunya karena mereka tidak mampu merawat karena kesibukan masing-masing. (BeritaHits.Id, 29 Oktober 2021)
Sontak berita ini viral di medsos. Wajar jika akhirnya berita ini makin besar, hingga banyak pihak bersimpati terhadap Bu Trimah dan sebaliknya mengecam anak-anaknya. Bisa ditebak, berikutnya muncul berita tentang alasan anak-anaknya menitipkan Bu Trimah ke panti jompo.
Berdasarkan rekaman suara perwakilan anak Bu Trimah yang beredar, ia membantah membuang ibunya. Sejak awal Bu Trimah sakit strok, anak ketiga sudah berupaya merawat sang ibu. Namun, ada ketakcocokan sehingga sering bertengkar. Ia sendiri mengaku tidak bisa merawat Bu Trimah karena suaminya sudah sakit hati dengan ibunya. Apabila nekat merawat Bu Trimah, sang suami menyatakan bakal pergi membawa anak-anak mereka. Upaya lain juga sudah dilakukan dengan meminta bantuan adik-adik Bu Trimah, tetapi tidak bisa merawatnya karena tidak cocok dan sering terjadi pertengkaran. (Tribunnews.com, 2/11/2021)
Mencari Akar Masalah
Sesungguhnya, perlakuan buruk anak terhadap orang tuanya sudah berulang kali terjadi. Beberapa bulan lalu, seorang ayah digugat anak dan menantunya senilai Rp3 miliar karena ayahnya tersebut tidak lagi menyewakan tanahnya kepada mereka. Sang anak pun menuntut ganti rugi. Kasus lainnya, anak menuntut ibu dan ayahnya yang sudah berpisah dengan tujuan mendamaikan keduanya.
Sebenarnya, masih banyak lagi kasus seperti ini yang mengemuka dan terus berulang. Lantas, mengapa ini terus terjadi?
Memang, beberapa kasus pada akhirnya berujung damai, sang anak meminta maaf kepada orang tuanya. Namun, tetap saja, kondisi ini membuat kita kaget sekaligus miris, kok ada anak yang memperlakukan orang tuanya seperti ini?
Demikian halnya kasus Bu Trimah, beredar kabar anak-anaknya akan mengambil kembali Bu Trimah dari panti jompo, tetapi sang ibu menolak karena telanjur betah tinggal di panti jompo. Terenyuh, seorang ibu lebih suka tinggal dengan orang lain daripada dengan anaknya sendiri.
Akibat Sistem
Jika kita mencermati kasus perlakuan buruk anak kepada orang tua, sesungguhnya hal ini tidak lepas dari penerapan sistem kapitalisme sekuler yang menjadikan manfaat sebagai asas kehidupan. Selain itu, sistem ini juga menjadikan kebebasan di atas segalanya, baik beragama, berpendapat, kepemilikan, dan berperilaku. Mereka bebas berbuat sekehendak hatinya selama tidak mengganggu orang lain. Inilah biang keladi munculnya pemikiran dan tingkah laku menyimpang.
Asas manfaat dan kebebasan yang sistem ini usung melahirkan generasi yang justru makin jauh dari pemahaman Islam. Islam telanjur terpahami sebatas ritual sehingga kehilangan power sebagai penuntun dan pembeda antara hak dan batil, akhirnya tidak mampu berpengaruh dalam perilaku keseharian, baik dalam konteks individu, keluarga, maupun dalam interaksi masyarakat dan negara.
Dengan minimnya pemahaman Islam kafah, tidak sedikit individu muslim yang mengalami disorientasi hidup sehingga mudah menyerah pada keadaan, bahkan terjerumus dalam penyimpangan dan kemaksiatan.
Sudah sedemikian rusaknya masyarakat saat ini, akal sehat dan nalurinya seolah tertutup hawa nafsunya. Aturan agama yang sudah sangat jelas, mereka abaikan begitu saja. Naluri mempertahankan keturunan (gharizatun nau’) pada anak—yang penampakannya berupa rasa sayang pada anak dan orang tua—seolah luntur atau tertutup karena kepentingan materi atau lainnya.
Karena alasan materilah, seorang anak rela menitipkan ibunya kepada orang lain, bahkan terkait dengan pengurusan jenazahnya jika ibunya meninggal. Padahal, ini merupakan kewajiban anak terhadap orang tuanya. Naudzubilahi min dzalik.
Sistem Islam
Berbeda secara diametral dengan kapitalisme sekuler yang rusak dan merusak, sistem Islam yang datang langsung dari Allah Swt. justru memuliakan manusia. Allah menciptakan naluri dan kebutuhan jasmani pada diri manusia dan menjelaskan cara pemenuhannya, termasuk gharizatun nau’ yang melahirkan rasa sayang di antara anggota keluarga.
Islam telah sangat terperinci mengatur peran setiap anggota keluarga, termasuk adab dalam keluarga sehingga terwujud keluarga harmonis yang dapat merealisasikan tujuan-tujuan duniawi dan ukhrawi yang mulia.
Seorang anak memiliki peran dan tanggung jawab dalam keluarga, terlebih jika telah balig. Ia berkewajiban untuk berbakti pada kedua orang tuanya dan bergaul secara baik dengan mereka.
Anak pun bertanggung jawab terhadap keluarganya, membawa mereka tetap berjalan dalam rel Islam. Terlebih setelah dewasa dan orang tua sudah renta, maka anak berkewajiban menafkahi, merawat, dan memuliakan kedua orang tuanya, apalagi ketika orang tuanya dalam keadaan sakit atau lemah. Siapa lagi yang harus merawatnya jika bukan anak-anaknya sendiri?
Islam memerintahkan kita untuk berbuat baik terhadap mereka. Tidak mengucapkan tutur kata kasar, sebaliknya, ucapkan perkataan yang baik dan menyenangkan hati, tunjukkan ekspresi yang menyenangkan saat bertatap muka, serta bersikap hangat dan terbuka, menjalin komunikasi yang baik dan penuh perhatian.
Apabila orang tua dalam keadaan sakit, kewajiban kita adalah merawat mereka. Allah Swt. berfirman, “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS Luqman:14)
Belajar dari Uwais al-Qarni
Di Yaman, seorang pemuda bernama Uwais al-Qarni yang berpenyakit sopak tinggal bersama ibunya. Ia pemuda saleh dan sangat berbakti pada ibunya yang sudah sepuh dan lumpuh. Ia merawat dan memenuhi segala kebutuhan ibundanya.
Suatu waktu, Uwais sangat ingin bertemu Rasulullah saw.. Dengan berat hati ia ungkapkan pada ibunya. Ibuna pun memaklumi perasaan Uwais seraya berkata, “Pergilah, wahai Uwais anakku! Temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa dengan Nabi, segeralah engkau kembali pulang.”
Betapa gembira hati Uwais. Segera ia berkemas dan tidak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkannya, serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi.
Setelah menempuh perjalanan jauh, akhirnya ia sampai di Madinah. Namun, ternyata Nabi sedang berada di medan pertempuran. Hati Uwais bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi Saw. dari medan perang.
Akan tetapi, pesan ibunya mengalahkan kemauannya untuk berjumpa dengan Nabi Saw.. Ia segera pulang dan menitipkan pesan pada Aisyah. Ketika Aisyah menyampaikan pesannya, Rasulullah menceritakan tentang Uwais. Meski belum pernah berjumpa, Rasulullah seperti mengenal betul pemuda itu. Ia memuji Uwais dan berkata kepada para Sahabat, “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istigfarnya. Dia adalah penghuni langit, bukan orang bumi.” (HR Ahmad)
Uwais selalu memenuhi permintaan Ibunya. Hanya satu permintaan yang sulit ia kabulkan, yakni ibunya sangat ingin berhaji. Uwais tercenung, perjalanan ke Makkah sangatlah jauh. Ia pun berpikir keras agar bisa membawa ibunya berhaji. Ia terus mencari jalan keluar.
Kemudian, ia membeli anak lembu dan membuatkan kandang di puncak bukit. Setiap pagi, ia menggendong anak lembu tersebut naik dan turun bukit. Setelah delapan bulan berlalu, sampailah pada musim Haji. Lembu Uwais sudah sangat besar, demikian halnya otot dan tenaga Uwais yang makin kuat. Ia menjadi kuat mengangkat apa pun.
Kini pahamlah sekarang orang-orang maksud Uwais menggendong lembu setiap hari. Ternyata, ia latihan untuk menggendong Ibunya.
Uwais akhirnya menggendong ibunya dari Yaman ke Makkah! Masyaallah, alangkah besar cinta Uwais pada ibunya. Ia berjalan tegap menggendong ibunya tawaf. Di hadapan Ka’bah, keduanya berdoa. “Ya Allah, ampuni semua dosa ibu,” kata Uwais. “Bagaimana dengan dosamu?” tanya ibunya heran. Uwais menjawab, “Dengan terampuninya dosa Ibu, maka Ibu akan masuk surga. Cukuplah rida dari Ibu yang akan membawa aku ke surga.”
Masyaallah, itulah keinginan Uwais yang tulus dan penuh cinta. Allah Swt. pun memberikan karunia-Nya. Seketika itu pula, Allah menyembuhkan penyakit sopak Uwais. Hanya tertinggal bulatan putih di tengkuknya. Itulah tanda untuk Umar bin Khaththab dan Ali bin Abi Thalib, dua sahabat utama Rasulullah saw. agar mengenali Uwais di kemudian hari.
Pada saat Uwais al-Qarni berpulang ke rahmatullah, banyak hal luar biasa terjadi. Pada saat ia akan dimandikan, tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana pun sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengafaninya.
Demikian halnya ketika hendak menggali kuburannya, di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.
Khatimah
Sangat kontras antara yang terjadi pada diri Uwais dan yang terjadi hari ini. Uwais demikian perhatian dan berbakti pada ibunya. Ia merawat ibunya dengan penuh kasih sayang dan memenuhi semua keinginan ibunya, hingga ia membawa ibunya pergi haji dengan menggendong ibunya dari Yaman ke Makkah. Sedangkan yang terjadi saat ini, anak-anak justru menitipkan ibunya, bahkan menyerahkan pengurusan segala sesuatunya ke panti jompo.
Demikianlah, buah dua sistem kehidupan yang berbeda. Uwais hidup pada masa syariat Islam diterapkan secara kafah, sedangkan anak-anak Bu Trimah hidup pada masa sistem kapitalisme sekuler, saat sistem Islam tercampakkan.
Sudah cukup bagi kita bahwa sesungguhnya sistem kapitalisme sekuler telah benar-benar rusak dan merusak. Saatnya kita campakkan sistem kapitalisme sekuler dan menggantinya dengan Islam. Sistem Islamlah yang akan membawa umat kepada keberkahan dan kemuliaan. Berjuang bersama untuk menegakkan syariat Islam merupakan agenda kita hari ini. Wallahualam. [MNews/Gz]
*Artikel ini adalah pengantar diskusi WAG Muslimah News ID pada Ahad, 7/11/2021