[Fikrul Islam] Psikologi, Sosiologi, dan Ilmu Pendidikan (Bagian 2/2)
Ilmu sosiologi penuh dengan kekeliruan karena dilandaskan pada pandangan yang keliru, yaitu pandangannya terhadap masyarakat dan individu. (Sambungan dari Bagian 1/2)
Penulis: Muhammad Ismail
MuslimahNews.com, FIKRUL ISLAM — Ilmu sosiologi secara umum dibangun berdasarkan pandangannya terhadap individu dan masyarakat. Dengan kata lain pandangannya bersifat individual. Oleh karena itu ilmu ini selalu menggolongkan pengamatannya berdasarkan individu, kemudian beralih kepada keluarga, kelompok/perkumpulan organisasi dan terakhir kepada masyarakat, dengan anggapan bahwa masyarakat terbentuk dari individu.
Para pakar sosiologi membuat asumsi bahwa masyarakat itu berbeda-beda. Sehingga apa yang dianggap cocok untuk suatu masyarakat belum tentu cocok dengan masyarakat lain. Dengan landasan inilah para pakar sosiologi melontarkan banyak teori yang salah, yang menjadi pokok pangkal munculnya pemikiran-pemikiran keliru dalam bidang ilmu sosiologi.
Fakta menunjukkan bahwa masyarakat tidak hanya terbentuk dari perkumpulan individu. Individu dengan individu lain akan membentuk kumpulan individu dan bukan masyarakat. Sekelompok individu tidak akan membentuk masyarakat, kecuali jika di antara individu itu terjadi interaksi yang terus menerus.
Apabila tidak terjadi interaksi ini mereka tetap sebagai kelompok orang saja; misalnya sepuluh ribu penumpang kapal laut tidak bisa disebut sebagai masyarakat. Akan tetapi seratus orang yang tinggal di suatu desa dapat saja dikatakan sebagai masyarakat, karena di antara mereka terjadi interaksi yang berlangsung secara terus menerus.
Adanya interaksi itulah yang menjadikan mereka sebagai masyarakat. Oleh karena itu pembahasan tentang masyarakat harus dititikberatkan kepada adanya interaksi, bukan terhadap sekelompok manusia.
Akan tetapi yang menghasilkan interaksi antar individu-individu anggota masyarakat adalah maslahat dan kepentingan mereka. Jika terdapat kemaslahatan maka akan tumbuh interaksi, dan jika tidak, tidak akan tumbuh interaksi tersebut. Suatu kemaslahatan akan menumbuhkan interaksi kalau terkumpul tiga faktor:
(1). Adanya pandangan atau pemikiran yang sama di antara kedua belah pihak tentang setiap sesuatu yang dianggap maslahat. Jika hanya satu yang memandang maslahat sedang yang lain menggapnya lain (berbahaya), maka tidak mungkin tumbuh adanya suatu interaksi. Agar tumbuh adanya interaksi, masing-masing harus mempunyai pandangan yang sama terhadap kemaslahatan.
(2). Perasaan terhadap suatu kemaslahatan harus sama. Apabila dua belah pihak merasa senang dan benci secara bersama-sama, maka akan timbul interaksi. Tetapi jika satu pihak merasa senang sedang pihak lain merasa benci, maka tidak akan terjadi interaksi di antara keduanya.
(3). Hanya ada satu peraturan yang mengatur kemaslahatan itu. Jika satu pihak mengatur kemaslahatan dengan peraturan tertentu sedang yang lain menolak, bahkan mengaturnya dengan peraturan lain, maka tidak akan terjadi interaksi.
Dengan bersatunya pemikiran, perasaan, dan peraturan di antara individu maka terbentuklah suatu masyarakat. Individu-individu yang demikian akan membentuk masyarakat yang khas. Jika mereka ingin menggabungkan suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya, dengan maksud membentuk masyarakat baru, maka mau tidak mau harus merombak pemikiran, perasaan, dan peraturannya lalu berusaha menggantinya dengan pemikiran, perasaan, dan peraturan yang disepakati kedua belah pihak.
Oleh karena itu definisi masyarakat yang terdiri atas sekumpulan individu tidak sesuai dengan arti masyarakat yang didasarkan pada suatu ideologi. Definisi itu hanya cocok untuk masyarakat tertentu.
Adapun arti yang benar tentang masyarakat adalah terbentuk atas unsur manusia, pemikiran, perasaan, dan peraturan. Pemikiran atau pemecahan problem manusia yang dianggap cocok untuk suatu tempat atau kondisi tertentu pasti cocok untuk manusia pada kondisi atau tempat yang lain. Inilah yang menjadikan masyarakat yang berbeda menjadi satu setelah diadakan perombakan terhadap pemikiran, perasaan dan peraturan.
Perbedaan antara manusia dan individu adalah bahwa jika membahas tentang sifat atau karakter tertentu misalnya Muhammad, Khalid, dan Hasan, yang menjadi objek pembahasan adalah aspek individunya. Berbeda halnya jika yang dibahas (pada orang tersebut) adalah dari segi kemanusiaan yang fitri dan alami yang ada pada diri setiap manusia (akal, naluri, kebutuhan jasmani, dan lain-lain), maka yang menjadi objek pembahasan adalah aspek kemanusiaannya, walaupun yang dibahas tentang orang-orang tertentu.
Usaha perbaikan yang bersifat fundamental terhadap masyarakat adalah dengan cara membahas masyarakat sebagai kumpulan manusia, perasaan, peraturan, dan pemikiran serta bukan dari aspek individu-individunya.
Oleh karena itu yang perlu diperhatikan di sini adalah memandang masyarakat dari segi kemanusiaannya bukan dari segi individunya saja, walaupun yang dibahas adalah orang-orang tertentu di dalam masyarakat.
Inilah definisi masyarakat, juga pandangan yang benar tentang pembentukan masyarakat. Begitu pula hakikat dan kenyataan masyarakat; kelompok dan individu-individunya. Dengan demikian tampak jelas bahwa pandangan yang salah terhadap masyarakat telah menghasilkan banyak teori sosiologi yang salah, bahkan mengakibatkan terjadinya pandangan yang salah dalam ilmu sosiologi dalam seluruh aspek pembahasannya.
Adapun yang terdapat dalam ilmu sosiologi tentang kelemahan yang menyeluruh terdapat pada kelompok masyarakat dalam memahami setiap sesuatu yang lebih lemah dibandingkan individu. Atau dari segi reaksi yang lebih cepat terpengaruh dibandingkan apa yang didapati pada individu; maka kebenaran pandangan ini bukan karena pandangannya terhadap masyarakat, melainkan karena adanya akumulasi informasi yang berkembang dibandingkan dengan apa yang diperoleh individu yang memengaruhi kepuasan terhadap suatu fakta.
Lagi pula kebenaran itu disebabkan karena manifestasi untuk hidup berkoloni yang tampak dalam kehidupan masyarakat dapat membangkitkan reaksi yang merupakan salah satu manifestasi naluri mempertahankan diri. Oleh karena itu setiap teori yang dibangun atas dasar pandangan ilmu sosiologi terhadap masyarakat adalah keliru. Sedangkan apa yang dianggap benar, maka kebenaran itu diakibatkan oleh sebab lain (seperti yang dijelaskan di atas) selain pandangan yang ada terhadap masyarakat.
Berdasarkan penjelasan ini, maka ilmu sosiologi penuh dengan kekeliruan, karena dilandaskan pada pandangan yang keliru yaitu pandangannya terhadap masyarakat dan individu.
Ilmu Pendidikan
Adapun ilmu-ilmu pendidikan didirikan berlandaskan ilmu psikologi dan dipengaruhi oleh teori-teori sosiologi. Di samping merupakan hasil pengamatan terhadap aktifitas individu atau keadaan beberapa anak.
Landasan seperti ini telah menyebabkan bercampurnya antara yang benar dan yang salah dalam lapangan ilmu-ilmu pendidikan. Sehingga apa yang dibangun berlandaskan ilmu psikologi dan teori-teori sosiologi menghasilkan kerusakan. Kerusakannya itu menyebabkan munculnya banyak teori pendidikan yang rusak dan melahirkan metode serta situasi pendidikan yang kacau.
Pandangan yang menyatakan bahwa seorang anak mempunyai kemampuan menyerap suatu cabang ilmu tetapi tidak mampu menyerap cabang ilmu yang lain adalah pandangan yang salah. Oleh karena itu pembagian ilmu menjadi ilmu pengetahuan alam (sains) dan ilmu sosial, serta membiarkan seseorang memilih dan mempelajari ilmu tertentu berdasakan kesanggupan daya serapnya adalah pandangan yang salah pula. Ini adalah pandangan yang amat keliru dan bertentangan dengan fakta, sekaligus membahayakan usaha pembangunan umat.
Termasuk pandangan yang rusak adalah pernyataan bahwa seseorang tidak berbakat mempelajari sebagian ilmu dan berbakat dalam ilmu yang lain. Hal ini akan mencegah banyak orang mempelajari jenis-jenis ilmu tertentu dan menghalangi banyak orang melanjutkan pendidikannya.
Teori yang muncul dalam dunia pendidikan berdasarkan pengamatan terhadap anak-anak dan aktifitas perorangan pada kondisi dan situasi yang berbeda kadang-kadang benar-benar sesuai dengan kenyataan. Misalnya adanya rasa lelah, keperluan beristirahat dan kesegaran otak, dan semisalnya adalah benar secara global, akan tetapi ada sebagian pengamatan yang tidak sesuai dengan realita, misalnya satu tahun dibagi menjadi tiga kuartal atau menyediakan waktu libur bagi para pelajar selama dua bulan.
Demikian juga dengan dipilihnya sistem SKS disertai ujian yang diadakan dalam dunia pendidikan. Dari sini muncullah kesalahan-kesalahan dalam teori pendidikan, serta kerusakan pendidikan dalam segala aspek. Khususnya teori-teori yang dibangun berdasarkan ilmu psikologi dan dipengaruhi oleh teori ilmu sosiologi. [MNews/Rgl]
Sumber: Al-Fikru Al-Islamiyu (Bunga Rampai Pemikiran Islam), Muhammad Ismail