[Fikrul Islam] Psikologi, Sosiologi, dan Ilmu Pendidikan (Bagian 1/2)

Sesungguhnya, psikologi, sosiologi, dan ilmu pendidikan bukan merupakan pemikiran ilmiah, melainkan pemikiran yang dihasilkan melalui pola pikir rasional. Bagaimana penjelasannya?


Penulis: Muhammad Ismail

MuslimahNews.com, FIKRUL ISLAM — Di kalangan masyarakat, baik awam maupun terpelajar, banyak terjadi kerancuan pandangan tentang ide-ide yang dihasilkan melalui pola pikir aqliyah dan teori-teori ilmiah yang dihasilkan oleh pola pikir sains.

Berdasarkan asumsi dan anggapan yang rancu ini mereka menganggap psikologi, sosiologi, dan ilmu pendidikan sebagai suatu ilmu, kemudianide-ide yang dihasilkannya mereka anggap sebagai pemikiran ilmiah. Sebab menurut mereka, ilmu-ilmu itu dibangun berlandaskan pengamatan yang dilakukan secara berulang-ulang terhadap anak dalam kondisi dan umur yang berbeda atau dilakukan terhadap berbagai kelompok masyarakat dalam situasi dan kondisi yang saling berbeda. Pengamatan yang dilakukan secara berulang kali itu dinamakan sebagai “eksperimen ilmiah”.

Sesungguhnya psikologi, sosiologi, dan ilmu pendidikan bukan merupakan pemikiran ilmiah, melainkan pemikiran yang dihasilkan melalui pola pikir rasional, sebab eksperimen ilmiah adalah cara memperlakukan suatu benda atau materi pada suatu situasi tertentu, bukan dalam keadaan yang alami. Dari hasil perlakuan tersebut kemudian dilakukan pengamatan untuk melihat hasilnya. Dengan kata lain, eksperimen ilmiah dilakukan terhadap materi (benda) seperti eksperimen-eksperimen dalam bidang Ilmu Pengetahuan Alam atau Kimia.

Adapun pengamatan terhadap “sesuatu” (manusia) pada waktu dan keadaan yang berbeda tidak dapat dikatakan sebagai eksperimen ilmiah. Oleh karena itu pengamatan terhadap anak-anak atau balita pada kondisi dan tingkatan umur yang berbeda, atau pengamatan terhadap sekelompok masyarakat di beberapa negara dalam kondisi yang berbeda, serta pengamatan terhadap perbuatan/aktivitas beberapa orang pada kondisi yang berbeda pula, semua itu tidak dapat dimasukkan dalam kategori eksperimen yang ilmiah, sehingga tidak dapat digolongkan dalam pola pikir sains.

Baca juga:  [Fikrul Islam] Psikologi, Sosiologi, dan Ilmu Pendidikan (Bagian 2/2)

Bentuk ini sebenarnya hanya pengamatan yang dilakukan secara berulang-ulang lalu menghasilkan suatu kesimpulan. Berarti, tergolong dalam pola pikir rasional dan bukan pola pikir sains.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka ide-ide yang menyangkut kategori ilmu psikologi, ilmu sosiologi, dan ilmu pendidikan adalah ide-ide yang berlandaskan pola pikir rasional dan tidak tergolong dalam pembahasan ilmu sains. Di samping itu, yang dihasilkan dari ilmu psikologi, sosiologi, dan ilmu pendidikan adalah berupa ide-ide yang bersifat dugaan/persangkaan, sehingga mengandung unsur kesalahan dan bukan ide-ide yang bersifat pasti.

Oleh karena itu tidak dibenarkan menjadikannya sebagai dasar atau asas menentukan hakikat sesuatu atau menjadikannya sebagai pegangan untuk menentukan benar-tidaknya sesuatu. Hal ini disebabkan karena ilmu-ilmu semacam ini tidak tergolong dalam realitas ilmiah/postulat ilmiah, sehingga dapat dikatakan benar sampai terbukti kesalahannya. Namun demikian ia tetap sebagai pengetahuan yang bersifat dugaan yang dihasilkan melalui cara dan metode yang tidak mengantarkan pada suatu kepastian.

Meskipun diakui bahwa ilmu-ilmu tersebut dihasilkan melalui pola pikir rasional, tetapi ilmu-ilmu tersebut tidak berupa penentuan terhadap “keberadaan” sesuatu. Cara penentuan seperti itu masih bersifat dugaan yang mengandung unsur kesalahan. Jadi ketiga macam ilmu pengetahuan tersebut sebenarnya dibangun di atas dasar kesalahan. Maka wajarlah bila pemikiran-pemikiran yang dihasilkannya mengandung ide-ide yang keliru.

Ilmu Psikologi

Menurut kenyataan, ilmu psikologi secara umum dibangun berlandaskan pandangannya terhadap naluri dan otak manusia. Pakar ilmu psikologi memandang bahwa dalam diri manusia terdapat banyak naluri. Sebagian telah diketahui dan sebagian lagi belum terungkap. Berdasarkan pandangan yang salah terhadap naluri ini, para psikolog membangun dan mengembangkan banyak teori yang salah. Inilah penyebab kerancuan sebagian besar pemikiran yang terdapat dalam ilmu psikologi.

Baca juga:  [Fikrul Islam] Psikologi, Sosiologi, dan Ilmu Pendidikan (Bagian 2/2)

Adapun pandangannya tentang otak, maka ilmu psikologi menganggap otak manusia terbagi dalam beberapa bagian. Setiap bagian mempunyai bakat yang spesifik. Begitu juga otak sebagian manusia mempunyai bakat yang tidak dimiliki oleh orang lain. Mereka mengatakan bahwa ada sebagian manusia yang mempunyai bakat untuk memahami bahasa, sedangkan yang lain berbakat di bidang matematika dan seterusnya.

Berdasarkan pandangan yang keliru ini telah dibangun banyak teori yang salah. Hal ini menyebabkan kesalahan dalam banyak ide yang terdapat dalam ilmu psikologi.

Setelah mengamati reaksi manusia, dapat dilihat bahwa dalam diri manusia terdapat potensi yang dinamis yang memiliki dua gejala. Gejala pertama mengharuskan terpenuhinya kebutuhan secara pasti, yang bila tidak dipenuhi dia akan mati. Sedangkan gejala yang kedua memerlukan pemenuhan, yang bila tidak terpenuhi ia tetap hidup hanya saja ia akan menderita “sakit” dan gelisah.

Dalam gejala pertama dapat dimasukkan kebutuhan jasmani; misalnya rasa lapar, haus, atau buang hajat. Sedangkan pada gejala yang kedua dapat dimasukkan naluri, yaitu naluri beragama, naluri mengembangkan dan melestarikan keturunan, serta naluri untuk mempertahankan diri.

Semua naluri ini muncul dalam bentuk perasaan-perasaan serba kurang dan tidak mampu, perasaan untuk mempertahankan jenis keturunannya dan perasaan untuk mempertahankan diri. Selain yang tiga itu tidak ditemukan penampakan naluri-naluri lain. Selain dari tiga naluri di atas maka tidak lain hanyalah manifestasi untuk masing-masing naluri tersebut, seperti rasa takut dan cinta kekuasaan yang merupakan manifestasi untuk naluri mempertahankan diri; atau seperti pengagungan terhadap pahlawan dan ingin menyembah sesuatu adalah manifestasi dari naluri beragama; demikian pula dorongan seksual terhadap lawan jenis, rasa kebapakan, keibuan, dan rasa persaudaraan tidak lain merupakan manifestasi dari naluri mengembangkan dan melestarikan jenis. Begitu pula terhadap setiap manifestasi lain yang dapat dikembalikan pada tiga macam naluri tadi.

Baca juga:  [Fikrul Islam] Psikologi, Sosiologi, dan Ilmu Pendidikan (Bagian 2/2)

Adapun dilihat dari segi anatomi, manusia mempunyai otak yang sama, walaupun ditemui adanya perbedaan dari segi pemikiran yang disebabkan oleh perbedaan daya serap indra dan informasi yang diperolehnya, serta berbeda tingkat kekuatan nalar (yang mengaitkan antara fakta dengan informasi yang telah diterima). Tidak ada bakat khusus pada otak sebagian manusia yang tidak terdapat pada manusia lainnya.

Setiap otak mempunyai daya pikir terhadap sesuatu, yang ditunjang oleh empat unsur; yaitu otak, informasi yang diperoleh, fakta yang dapat ditangkap oleh indra dan panca indra. Perbedaan yang ada dalam otak hanyalah dalam “kekuatan nalar” dan kekuatan “daya serap indra”. Kekuatan ini tak ubahnya dengan kekuatan yang terdapat pada mata dalam melihat sesuatu, atau kekuatan telinga dalam mendengarkan suara. Oleh karena itu setiap orang dapat diberi pengetahuan, apa pun jenisnya, yang di dalam otaknya terdapat bakat untuk memahaminya. Dengan demikian tidaklah benar apa yang terdapat dalam ilmu psikologi bahwa bakat-bakat tertentu pada otak manusia terdapat perbedaan berdasarkan bakatnya.

Kini jelas bagi kita bahwa pandangan ilmu psikologi terhadap otak dan naluri manusia adalah pandangan yang salah. Suatu hal yang menyebabkan adanya kekeliruan dalam semua teori yang didasarkan pada pandangan tersebut. [MNews/Rgl]

Sumber: Al-Fikru Al-Islamiyu (Bunga Rampai Pemikiran Islam),  Muhammad Ismail

One thought on “[Fikrul Islam] Psikologi, Sosiologi, dan Ilmu Pendidikan (Bagian 1/2)

  • 22 Oktober 2021 pada 07:17
    Permalink

    Ilmu sosial/terapan sbg solusi kehidupan saat ini hasil teori pemikir barat yg diadopsi oleh kaum muslimin, sekalipun dia muslim dan perguruan atau sekolah berbasis islam, inilah yg mengakar kuat dlm pemikiran umat secara universal.Shg tdk memahami solusi islam yg sdh ada disediakam Allah bahkan umat menolak konsep ini.

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.