[News] Pengembangan Kereta Cepat, Analis IJM: Proyek yang Tidak Layak
Mengapa skema yang tadinya tanpa jaminan pemerintah menjadi ditanggung APBN? Jangan-jangan tidak ada lagi perusahaan yang mau berinvestasi karena tidak layak. Perusahaan itu mau berinvestasi untuk mendapatkan profit yang maksimum.
MuslimahNews.com. NASIONAL—Menanggapi pengembangan kereta cepat Jakarta—Bandung, Analis Indonesia Justice Monitor (IJM) Dr. Erwin Permana, S.P., M.E. menyatakan, ini proyek yang tidak layak.
“Ini proyek yang memang tidak layak. Enggak menarik lagi bagi swasta. Hingga akhirnya pemerintah turun tangan dengan menggelontorkan APBN untuk proyek ini,” ujarnya dalam Kabar Petang: “Jokowi Bohong Lagi?” di kanal YouTube KC News, Rabu (13/10/2021).
Ia mempertanyakan, mengapa skema yang tadinya tanpa jaminan pemerintah menjadi ditanggung APBN? “Jangan-jangan tidak ada lagi perusahaan yang mau berinvestasi karena tidak layak. Perusahaan itu mau berinvestasi untuk mendapatkan profit yang maksimum. Nah, ini membangun kereta cepat berbiaya tinggi dengan perjalanan Jakarta—Bandung sekitar 30 menit, siapa yang mau naik? Orang rasional itu pasti berpikir ya mending lewat tol, yang masih cukup kapasitasnya. Kalau nanti harga tiketnya mahal orang enggak mau naik, kalau harga tiketnya murah berapa ratus tahun pengembalian modal?” ungkapnya.
Padat Modal
Belum lagi, ia menilai proyek padat modal ini awalnya membutuhkan anggaran Rp86,5 triliun kemudian membengkak sekitar Rp114 triliun untuk membangun rel sepanjang 140 km. “Jadi butuh biaya hampir Rp1 triliun per kilometernya,” cetusnya.
Ia mengkritisi apa tujuan transportasi seperti itu di tengah masyarakat yang kesulitan ekonomi. “Dengan dana sebesar itu bisa membangun lapangan pekerjaan, membangun industri, membangun pertanian. Berapa banyak lapangan pekerjaan yang bisa terbuka. Bukannya tidak boleh membangun kereta cepat, tetapi harus melihat kondisi perekonomian masyarakat,” tukasnya.
Menurutnya, mengembangkan kereta memang sangat dibutuhkan sebagai transportasi publik dengan biaya murah, tetapi bukan kereta cepat yang pasti tarifnya tidak murah. Karena itu, ia menegaskan, pengembangan kereta cepat ini tidak menjadi kebutuhan.
“Kalau menyebut kereta cepat ini sebagai kebutuhan, maka Pak Jokowi gagal mendefinisikan apa itu kebutuhan. Kebutuhan itu adalah hajat asasi tiap manusia yang manusia bisa mati jika tidak memenuhinya. Apakah ada yang mati kalau kereta cepat ini tidak dibangun? Tidak ada. Malah dibangunnya kereta cepat ini banyak yang bakal “mati”, seperti warung-warung usaha kecil, kebun-kebun warga, dan pasar-pasar kecil yang akan “mati” dilibas pembangunan kereta cepat ini,” ulasnya.
Oligarki
Ia juga mengungkapkan, proyek ini tidak pro rakyat. “Namun, kepentingan oligarki dengan dibiayai APBN. Kalau nantinya proyek sudah jadi, yang bisa menikmati orang-orang yang mampu saja membayar tiketnya,” sindirnya.
Oleh karena itu ia menekankan, proyek ini tidak saja tidak pro rakyat tetapi juga tidak manusiawi. “Dengan menggunakan APBN jelas akan menambah beban APBN yang selama ini sudah berat. Utang sudah menggunung. Kita sudah masuk perangkap utang, yaitu negara berutang untuk membayar utang. Kemudian menambah lagi dengan program ini. Akhirnya bisa diprediksi pajak akan makin digencarkan, tentunya utang juga akan bertambah brutal,” jelasnya.
Sementara itu, ia menyatakan bisa jadi nantinya terjadi pemangkasan APBN untuk biaya pendidikan, alokasi biaya riset yang makin memprihatinkan, alokasi biaya kesehatan yang jauh dari harapan. “Bisa dipastikan, ke depan anggaran untuk sektor-sektor tersebut akan makin minim,” kritiknya.
Infrastruktur dalam Islam
Ia memaparkan, dalam Islam pembangunan infrastruktur melihat prioritas pembangunan. “Tujuan utamanya untuk kemaslahatan masyarakat umum, bukan untuk menggusur atau melibas masyarakat. Bukan untuk kemaslahatan pejabat tertentu atau kalangan tertentu,” ungkapnya.
Ia menerangkan, membangun infrastruktur itu untuk memudahkan urusan orang, semua manusia bisa memakainya dengan gratis. “Tidak ada jalanan yang eksklusif hanya untuk orang yang mampu bayar, yang tidak mampu bayar jalannya sempit dan macet. Tidak ada,” tukasnya.
Jadi ia melanjutkan, untuk bisa gratis, pendapatan negara itu ada 12 sumber dan tidak ada dari utang dan pajak. “Kalaupun ada pajak, syaratnya sangat ketat karena hukum asal ekonomi Islam itu tidak ada pajak,” ujarnya.
Dengan demikian ia menegaskan, jalan akan dibangun dengan kualitas terbaik yang cukup menampung pengguna jalan agar bisa terpenuhi hajat hidupnya secara cepat. “Urusan warga pun bisa terlayani dengan cepat,” pungkasnya.[MNews/Ruh]