[News] Indonesia-Cina Gunakan Mata Uang Lokal, Pengamat: Jalan Memanipulasi Negara Berkembang

MuslimahNews.Com,NASIONAL—Implementasi kerja sama antara Indonesia dan Cina tentang penyelesaian transaksi bilateral dengan mata uang masing-masing negara (Local Currency Settlement/LCS), secara resmi telah dimulai pada Senin (6/9/2021). Sejalan dengan penetapan yuan sebagai salah satu dari lima mata uang internasional yang termasuk dalam Special Drawing Rights (SDR) IMF pada 2016.

Menurut pengamat ekonomi Islam, Nida Sa’adah, S.E.Ak., M.E.I., hal ini menyebabkan Indonesia dan Cina tidak lagi menggunakan dolar Amerika dalam transaksinya. Hanya saja, jelasnya, posisi Indonesia merugi karena sejak 2014 neraca perdagangan Indonesia dengan Cina, defisit.

“Bahkan pada 2021 defisit neraca perdagangan Indonesia terhadap Cina mencapai 2,46 miliar dolar. Artinya lebih banyak impor barang yang dilakukan Indonesia,” ujarnya.

“Akibatnya, Indonesia akan lebih banyak membeli yuan untuk mengimpor produk Cina, dibandingkan pembelian rupiah oleh Cina,” imbuhnya.

Ustazah Nida menilai, dalam sistem kapitalisme sekuler tampak interaksi antarnegara menjadi jalan bagi negara-negara besar memanipulasi dan menguasai perekonomian negara-negara berkembang. “Termasuk dengan memanfaatkan mata uang dan neraca perdagangan,” cetusnya.

Oleh sebab itu, ia mengungkapkan, perlu ada sistem perdagangan yang adil dan tidak manipulatif, yang berwujud dalam peradaban Islam. “Mata uang pun akan menjadi sistem yang stabil dan tidak akan dimanfaatkan untuk memanipulasi negara lain,” jelasnya.

Baca juga:  Membebaskan Naluri Keibuan dari Cengkeraman Kapitalisme Neoliberal

“Ada beberapa hal yang menunjukkan hal itu,” tuturnya, “pertama, mata uang emas dan perak yang nilai intrinsik dan ekstrinsiknya menyatu, sehingga tidak mudah dimanipulasi dan dikendalikan oleh siapapun.”

Kedua, lanjutnya, jika perdagangan kapitalisme sekuler mendasarkannya pada komoditas, maka peradaban Islam mendasarkannya pada “warna politik” yang dimilki oleh suatu negara. Apabila suatu negara tampak membangun permusuhan dengan negara Islam atau khilafah, maka khilafah tidak akan menjalin hubungan dengan negara tersebut, termasuk dalam perdagangan.

“Namun jika sebaliknya, maka bisa dilakukan kesepakatan hubungan antarnegara yang sebatas pada produk-produk yang tidak membahayakan situasi politik negara,” terangnya.

Untuk itu, ia menegaskan, tampak Khilafah Islam tidak mudah dimanipulasi sistem mata uang dan neraca perdagangannya oleh negara lain. “Di saat yang sama hubungan internasional akan stabil, adil, dan menguntungkan masing-masing pihak,” pungkasnya. [MNews/Ruh]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.