Fokus

Pemberdayaan Pemuda Agen SDGs Mengaborsi Kebangkitan Islam

Penulis: Endiyah Puji Tristanti

Muslimahnews.com, FOKUS — Dunia pasca-Covid-19 tidaklah sama dengan dunia sebelum pandemi. Tantangan yang lebih besar bagi dunia membutuhkan kapasitas pemuda secara lebih komprehensif dalam aspek kepemimpinan, negosiasi, dan pendidikan. Inilah narasi yang ingin dibangun untuk menyatukan kepentingan korporasi global yang inline dalam Sustainable Development Goals (SDGs) dan kebutuhan masyarakat dunia menghadapi era pandemi Covid-19.

Pemuda Menjadi Agen SDGs

Saat ini, ada 1,2 miliar anak muda (15—24 tahun) setara dengan 16% populasi global. Pada 2030, jumlah pemuda diproyeksikan telah tumbuh sebesar 7% (hampir 1,3 miliar). Sayangnya, pemuda—termasuk perempuan muda—dinilai tiga kali lebih rentan menganggur daripada orang dewasa. Tingkat pengangguran kaum muda global sebesar 13% pada 2017. Banyak kaum muda terlibat dalam pekerjaan bergaji rendah, tidak tetap, atau informal.[1]

Maka, tahun ini kembali diselenggarakan konferensi online global, Asia-Pacific Youth SDGs Summit 2021 (5—12 Agustus 2021), sebagai rangkaian dari agenda puncak Hari Pemuda Internasional 2021. Sebanyak 450 pemuda dari 17 negara berhasil bersaing dengan 1.000 pendaftar dari seluruh dunia. Ke-17 negara itu antara lain Indonesia, India, Bangladesh, Thailand, Vietnam, Malaysia, Singapore, Kamboja, Taiwan, Filipina, Kazakhstan, United Kingdom, Bolivia, Gambia, India, dan Bangladesh.

Agenda ini diinisiasi oleh yayasan Studec Internasional dan yayasan Youthnow Korea Selatan. Juga didukung beberapa organisasi internasional seperti Asosiasi Wali kota Korea Selatan, Korea Startup Network, Global Influencer Network, serta Lilpeace Foundation Korea Selatan.[2]

Tema peringatan Hari Pemuda Internasional tahun ini telah ditetapkan oleh The Economic and Social Council (Ecosoc) Youth Forum (EYF) 2021, yaitu “Transforming Food Systems: Youth Innovation for Human and Planetary Health” yang bermakna pemuda menyoroti dampak pandemi Covid-19, khususnya dampak terhadap kesehatan manusia, lingkungan, dan sistem pangan.

Setidaknya, sembilan badan PBB bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah Indonesia, masyarakat sipil, pengusaha muda, aktivis, dan seniman untuk mengeksplorasi cara-cara yang mana pemuda dapat mengubah sistem pangan. Para Duta Muda Inisiator SDGs sengaja digembleng dan dijadikan agent of change untuk mempermudah tercapainya SDGs di negeri mereka masing-masing.

Baca juga:  Kritik Penggunaan Harta Zakat untuk Program SDGs

Pemuda menempati posisi kunci dalam SDGs dengan prinsip adanya jaminan “no one will be left behind”. Pemuda bahkan disebut sebagai pembawa obor agenda 2030 karena diposisikan sebagai mitra sekaligus pekerja demi tercapainya Agenda 2030. Pemuda tidak boleh hanya menerima manfaat kebijakan.

Artinya, pemuda tidak menempati posisi sebagai rakyat yang berhak untuk diurusi oleh negara. Namun, pemuda dituntut mengurusi dirinya sendiri dengan memberi kepercayaan kepada pemuda untuk memenuhi potensi mereka dan membangun iklim dunia (kerja) secara mandiri.

Pemuda secara khusus disebutkan dalam empat bidang: pekerjaan pemuda, gadis remaja, pendidikan dan olahraga untuk perdamaian. Selain itu, kaum muda diakui sebagai agen perubahan, dipercayakan untuk memenuhi potensi mereka sendiri dan memastikan dunia yang cocok untuk generasi mendatang.[3]

Semua tujuan dalam SDGs sangat penting untuk pengembangan pemuda. Namun, realisasi target tujuan 4 (yaitu pendidikan) dan tujuan 8 (yaitu pekerjaan) digarisbawahi oleh edisi terbaru Laporan Pemuda Dunia sebagai dasar untuk pengembangan pemuda secara keseluruhan.

Tujuan 4 SDGs menyerukan pendidikan berkualitas yang inklusif dan adil menuju transisi angkatan kerja dan pekerjaan yang layak. Pendidikan dasar dan menengah harus dilengkapi dengan pendidikan teknis, kejuruan, dan tersier yang menyediakan keterampilan bagi pemuda agar siap bekerja dan wirausaha.

Adapun tujuan 8 SDGs mengontekstualisasikan promosi pekerjaan yang layak bagi pemuda dalam meraih pertumbuhan ekonomi yang stabil. Secara khusus, kaum muda harus memperoleh pendidikan dan keterampilan yang dibutuhkan agar mampu berkontribusi dalam ekonomi produktif. Mereka membutuhkan akses ke pasar kerja yang dapat menyerap mereka ke dalam angkatan kerja. Dalam bingkai SDGs, pemuda hendak dioptimalkan kemampuannya untuk mengubah dunia menjadi lebih baik. [4]

Kapitalisme Membajak Potensi Pemuda

Berbagai rangkaian Peringatan Hari Pemuda Internasional 2021, termasuk Asia-Pacific Youth SDGs Summit, adalah upaya untuk memberdayakan semua pemuda demi menyukseskan SDGs yang diyakini akan menjadikan dunia lebih baik. Namun sejatinya, SDGs hanyalah ilusi. Janji kesejahteraan hanya berlaku untuk para kapitalis, mengingat sistem yang dijadikan acuan adalah kapitalisme yang eksploitatif.

Baca juga:  [Tanya Jawab] Seputar Pakta Integritas bersama Ustazah Luluk Farida

Pelibatan para pemuda dengan prinsip “no one will be left behind” justru menyiratkan “tidak boleh ada pemuda yang lepas dari jerat eksploitasi Barat”. Dengan demikian, goal setting Youth SDGs Summit sejatinya adalah pengikisan sikap kritis pemuda terhadap berbagai kebijakan rezim neoliberal sekaligus mengaborsi kebangkitan pemuda Islam. Pemuda didorong dan difasilitasi untuk berinovasi mengatasi masalah dunia yang sejatinya disebabkan penerapan sistem sekuler.

Barat mengeksploitasi pandemi Covid-19 untuk memoles kegagalan dan kemustahilan capaian SDGs. Pandemi Covid-19 telah memorakporandakan dunia dan menunjukkan secara nyata kegagalan kapitalisme dalam menangani pandemi Covid-19.

Sejak dicanangkan pada 2015, SDGs dianggap sudah menunjukkan keberhasilan. Namun sejatinya, keberhasilan itu hanyalah semu karena persoalan mendasar (seperti kemiskinan maupun kelaparan) masih terus terjadi dan makin parah dengan adanya pandemi Covid-19 ini.

Dalam laporan perkembangan capaian SDGs tahun 2021, Sustainable Development Report 2021, disebutkan bahwa dunia berhadapan dengan perubahan iklim serta krisis keanekaragaman hayati telah menyebabkan peningkatan tajam dalam bencana alam dan kerusakan ekosistem yang membahayakan dunia.

Dalam laporan tersebut juga disebutkan bahwa negara-negara kaya dapat menghasilkan dampak negatif sosial ekonomi dan lingkungan, termasuk melalui perdagangan dan rantai pasokan yang tidak berkelanjutan. “Surga” pajak dan pengalihan keuntungan di banyak negara kaya melemahkan kemampuan negara lain untuk memobilisasi sumber daya keuangan yang dibutuhkan untuk mencapai SDGs. Oleh karena itu, dunia membutuhkan sistem multilateral.[5]

Dengan demikian, pelibatan pemuda seluruh dunia dalam meraih tujuan SDGs hanyalah kedok palsu kapitalis global untuk menggenggam kuat potensi sekaligus pemberdayaan pemuda.

Hakikinya, pemuda ditarget memenuhi kebutuhan tenaga kerja murah dan pasar konsumen bisnis kapitalis global. Pemuda diposisikan sebagai sapi perah, bekerja total untuk menderek perekonomian dunia di bawah desain sistem kapitalisme yang telah sekarat.

Pemuda sebagai Agen Kebangkitan Islam

Generasi muda Islam memegang peran besar sepanjang peradaban Islam, demikian juga pada masa yang akan datang. Sebagaimana prediksi Pew Research Center (PRC) asal Amerika Serikat bahwa Islam akan menjadi agama terbesar di dunia pada 2075.

Baca juga:  Waspada Upaya Liberalisasi Seksual Melalui “Bodily Autonomy”

The Guardian menyebut, selama dua dekade mendatang, jumlah bayi yang lahir dari keluarga muslim akan menyalip jumlah bayi yang lahir dari keluarga Kristen. Analisis Pew, faktor jumlah usia muda muslim jauh lebih banyak dan tingkat kesuburan populasi muslim relatif tinggi.[6]

Suatu kenyataan bahwa pemuda adalah agen perubahan. Di sisi lain, kebangkitan ideologi Islam adalah keniscayaan masa depan. Dalam The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order (1996), Samuel Huntington memprediksi benturan peradaban yang paling keras akan terjadi antara kebudayaan Kristen Barat dan kebudayaan Islam. Bangkitnya umat Islam yang bersatu dalam naungan Khilafah Islam merupakan lonceng kematian bagi Barat. Wajar jika Barat berusaha mencegah kebangkitan umat Islam dengan membajak peran pemudanya.

Untuk menuju perubahan, butuh hadirnya partai politik Islam ideologis. Perubahan yang digagas secara individual tidak kompatibel dengan kerusakan yang bersifat mendasar dan sistemis. Rasulullah saw. memulai perubahan dengan mengorganisir para pemuda yang beriman secara sistematis dari rumah Arqam bin Abu al-Arqam.

Model kelompok berbasis pemikiran yang diyakini oleh anggotanya, serta berupaya mewujudkan di tengah kehidupan, sesuai dengan definisi partai politik. Maka, keterlibatan pemuda dalam partai politik Islam ideologis ini adalah satu keniscayaan untuk melahirkan perubahan hakiki dengan meninggalkan sistem kapitalisme yang telah gagal menyejahterakan umat manusia.

Sistem Islamlah satu-satunya pilihan untuk membangun peradaban mulia yang menyejahterakan, karena datang langsung dari Allah Swt. Sang Pencipta manusia. Penerapan Islam sepanjang lebih dari 13 abad menjadi bukti nyata keunggulan Islam. Penerapan Islam secara kafah adalah kunci terbebasnya dunia dari keburukan dan kesengsaraan.

Para pemuda muslim harus menapaki peta jalan perubahan hakiki untuk menerapkan syariat kafah yang hanya terwujud nyata dengan tegaknya Khilafah Islamiah. Dengan demikian, pemberdayaan pemuda muslim harus diarahkan pada jalan perjuangan untuk menegakkan Khilafah Islamiah. Wallahu a’lam bishshawab. [MNews/Gz]

Referensi:

[1] https://www.un.org/en/global-issues/youth

[2] https://www.jurnas.com/artikel/98625/450-Pemuda-Sedunia-Ikuti-Konferensi-Hari-Pemuda-Internasional/

[3] https://www.un.org/en/global-issues/youth

[4] ibid

[5] https://s3.amazonaws.com/sustainabledevelopment.report/2021/2021-sustainable-development-report.pdf

[6] https://republika.co.id/berita/qginyl430/mengapa-islam-diprediksi-jadi-mayoritas-di-dunia-pada-2075

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *