[News] The End of Injustice, Bergeraklah untuk Perubahan melalui Jalan Rasul
MuslimahNews.com. NASIONAL — Pengamat politik Islam, Dr. M. Riyan, M.Ag. menyatakan salah satu penyebab gagalnya negara adalah kegagalan institusi politik, akibatnya penguasa gagal mengambil kebijakan sehingga menimbulkan ketidakadilan dimana-mana.
“Padahal di dalam Islam, politik adalah soal kita bukan soal mereka, karena politik bermakna mengatur urusan umat di dalam dan di luar negeri dengan hukum Islam. Untuk itu politik adalah kita semua yang melakukan ihtimam bi amril muslimin atau memberi perhatian dengan sangat serius terhadap urusan kaum muslimin. Sehingga yang terburuk adalah yang buta politik karena tidak sadar bahwa berbagai urusan hidupnya berkaitan dengan politik,” ujarnya.
Apakah Ketakadilan akan Dibiarkan?
Ia menilai berbagai ketidakadilan yang nyata terpampang, berakar dari kezaliman sistem politik sekuler yang didukung para pelaku yang zalim. “Lalu apakah akan dibiarkan?” tanyanya retorik
“Karena ini bentuk kegagalan negara untuk melahirkan kebijakan yang mewujudkan kesejahteraan, keamanan, dan keadilan, maka semua injustice (ketidakadilan) ini harus diakhiri (the end of injustice). Sehingga lahirlah new and real justice (keadilan hakiki),” cetusnya.
“Hanya saja masalahnya timbul pertanyaan, mau kemana dan bagaimana caranya?” ungkapnya.
Untuk itu, pada pertanyaan mau kemana, jawabannya jika sistemnya zalim dan pelakunya zalim maka haruslah menuju ke arah sistem yang adil dan orang yang amanah.
“Dan satu-satunya alternatif yang layak adalah sistem Islam. Bukan sekulerisme, kapitalisme, dan demokrasi. Bukan materialisme, sosialisme, dan komunisme. Bukan pula campuran atau gabungan di antaranya,” tegasnya.
Bukankah Allah Swt. berfirman,
“Dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS Al-Maidah : 50)
Ia menekankan seorang mukmin pasti yakin bahwa hukum Allah lebih baik dari hukum manusia. Sebagaimana mereka juga yakin bahwa penerapan hukum Allah akan membawa kepada kebaikan bagi individu, masyarakat, dan negara.
Selanjutnya ia menguraikan, untuk pertanyaan bagaimana, maka jawabannya apakah ada teladan yang lebih baik dari Rasulullah saw.? Sejak pertama turun wahyu beliau berkata la rahata ba’dal yaum ya Khadijah (setelah hari ini, tidak ada waktu untuk berlena ya Khadijah). Kemudian seiring pergantian waktu thariqah dakwahnya menjejak di bumi dan menyandar ke langit.
“Rasul juga secara tegas mengatakan la tahzan innallaha ma’ana ketika berada di gua Tsur dalam perjalanan hijrah untuk meyakinkan sahabatnya bahwa keadilan tidak akan terkalahkan oleh kezaliman penguasa kafir Quraisy kala itu,” tukasnya.
Ia mengutip dari Abu Hurairah ra., Rasulullah mengabarkan,
“Akan ada di akhir zaman para penguasa sewenang-wenang, para pembantu (pejabat pemerintah) fasik, para hakim pengkhianat, dan para ahli hukum Islam (fuqaha’) pendusta. Sehingga siapa saja di antara kalian yang mendapati zaman itu, maka sungguh kalian jangan menjadi pemungut cukai, pegawai, dan polisi.” (HR Thabrani)
Padahal hakikatnya pemimpin (khalifah) adalah perisai (junnah) bagi rakyatnya dengan penerapan hukum Islam secara kafah yang menghasilkan keadilan rahmatan lil’alamin.
Jalan Dakwah Rasulullah sebagai Skenario Perubahan
Dr. M. Riyan menyatakan bahwa para ulama mukhlis pejuang menyimpulkan Rasulullah menggariskan jalan dakwah di bawah bimbingan wahyu, yaitu jalan untuk mengakhiri ketidakadilan melalui aktivitas dakwah berjemaah dengan tiga tahapan. Pertama fase pembinaan dan pembentukan, kedua fase interaksi dan perjuangan, dan ketiga fase penerimaan amanah kekuasaan yang akan menerapkan Islam kafah, serta mengemban dakwah dan jihad ke seluruh dunia.
“Jadi perubahan politik adalah melalui jalan umat sebagaimana teladan Rasul. Ketika penguasa tidak adil dan zalim kepada rakyatnya, harus ada kekuatan dan keberanian untuk menyampaikan kritik terhadap penguasa yang berideologi sekuler. Dan di saat yang sama memahamkan Islam secara kafah,” tandasnya.
“Inilah skenario masa depan yang akan melahirkan perubahan politik untuk menghasilkan tatanan sistem dan pemimpin yang amanah karena menerapkan hukum Islam,” imbuhnya.
Selain itu, ia mengungkapkan semua tahapan dakwah ini berkarakter unik karena mengajak orang berfikir (fiqriyah), mengajak orang mengatur urusan bersama dengan adil (siyasiyah), dan dilakukan tanpa kekerasan (ghairu unfiyah, la madiyah).
Oleh karena itu, tegasnya, ketika bicara end of injustice (mengakhiri ketidakadilan) terutama yang dilakukan oleh negara, maka tidak ada jalan lain kecuali dengan end game of kekuasaan zalim dan siapapun pendukung kezaliman, dengan berpegang pada teladan Nabi saw..
“Bukan dengan kudeta, bukan pula demokrasi tetapi dengan jalan Islam yaitu thalabun nushrah,” sambungnya.
Sebagaimana Allah berfirman,
“Dan katakanlah (Muhammad), ya Tuhanku, masukkan aku ke tempat masuk yang benar dan keluarkan (pula) aku ke tempat keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan yang dapat menolong(ku). Dan katakanlah, “Kebenaran telah datang dan yang batil telah lenyap.” Sungguh, yang batil itu pasti lenyap. Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an (sesuatu) yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang yang beriman, sedangkan bagi orang yang zalim (Al-Qur’an itu) hanya akan menambah kerugian.” (QS Al-Israa : 80-82)
Dari Muadz bin Jabal, saya mendengar Rasulullah bersabda,
“Sesungguhnya roda Islam terus berputar, maka hendaklah kalian berputar bersama kitab Allah kemanapun ia berputar. Ketahuilah, sesungguhnya Al-Qur’an akan berpisah dengan pemerintah, maka janganlah kalian memisahkan diri dari Al-Qur’an. Ketahuilah, sesungguhnya akan datang kepada kalian para penguasa yang memutuskan perkara untuk kepentingan diri mereka sendiri dan tidak memutuskannya untuk kepentingan kalian. Jika kalian tidak menaati mereka, niscaya mereka akan membunuh/menyusahkan kalian. Namun jika kalian menaati mereka, niscaya mereka akan menyesatkan kalian. Para sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah yang harus kami lakukan?’ Beliau saw. menjawab, ‘Lakukanlah sebagaimana hal yang dilakukan oleh para pengikut setia nabi Isa bin Maryam. Mereka rela digergaji dengan gergaji besi dan disalib di atas batang kayu. Mati di atas ketaatan kepada Allah lebih baik daripada hidup dalam kemaksiatan kepada Allah.’” (HR Ath-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir dan Musnad asy-Syamiyin serta Abu Nu’aim al-Asbahani dalam Hilyah al-Awliya’)
Untuk itu, Dr. Riyan mengingatkan, teruslah berbicara kebenaran, teruslah berjuang secara kolektif, dan teruslah istikamah. “Insyaa Allah, Allah akan memberikan kemenangan,” pungkasnya. [MNews/Ruh]