BeritaNasional

[News] Pembungkaman Gerakan Mahasiswa, Aktivis: Perlu Mental yang Lebih Kuat

MuslimahNews.com, NASIONAL — “Menyampaikan pendapat, ekspresi, dan kritik adalah hal wajar bahkan wajib. Salah satu tugas pemuda, aktivis, dan pergerakan mahasiswa adalah turut membangun negeri ini dengan mengkritisi penguasa,” ucap aktivis dan advokat hukum, Ricky Fattamazaya, S.H., M.H. pada acara diskusi yang diselenggarakan Mardani Intellectual Center.

“Hanya saja untuk pergerakan mahasiswa saat ini, ada pihak rektorat yang bersikap tidak independen dan terkesan mengintimidasi. Ditambah di masa pemerintahan saat ini terjadi pembungkaman-pembungkaman dan kriminalisasi terhadap aktivis, organisasi, dan ulama. Salah satunya dengan alasan pencemaran nama baik,” imbuhnya.

Istikamah, Konsisten, dan Berani

Menurutnya, alasan pencemaran nama baik ini tidak jelas, tidak ada patokan. Kalau dilihat faktanya, patokan yang digunakan adalah posisi pro dan kontra kekuasaan. Yang pro seolah kebal hukum, yang kontra sebaliknya.

“Ini menunjukkan negara yang disebut negara hukum kenyataannya telah menjadi negara kekuasaan,” kritiknya.

Ada yang mengatakan kritik disebut pencemaran nama baik karena Presiden dikatakan sebagai simbol negara. Padahal, ini makin membuktikan bahwa ini negara diktator.

“Seperti yang terjadi pada BEM UI yang mengatakan Presiden sebagai The King of Lip Service. Kritik ini mengandung kebenaran, karena banyak kebohongan yang dilakukan penguasa. Jika yang dikatakan BEM UI salah, baru bisa disebut pencemaran nama baik,” ungkapnya.

Belum lagi setelah kritik itu, ada UU ITE dan para buzzer yang turut menyerang dengan tujuan menghilangkan privasi pengkritik sehingga hilang otoritasnya, mengarahkan ke jalan yang salah, dan mengintimidasi.

“Akibat intimidasi ini, ada aktivis atau organisasi yang akhirnya mundur, mengambil posisi menunggu perkembangan, dan ada yang tetap maju. Maka, beruntunglah para aktivis yang istikamah, konsisten, dan berani, meski dengan risiko yang tidak ringan,” cetusnya.

Menjadi Penggerak untuk Menyiapkan Umat dengan Islam

Untuk mahasiswa yang akan melakukan gerakan-gerakan kritik, ia membekali dengan beberapa hal.

Pertama, butuh basis data dan ideologi yang kuat dan lurus, yaitu Islam. Sehingga, tahu risiko terberat yang akan dihadapi dan siap menghadapinya.

Kedua, tidak melanggar hukum, tidak melakukan kejahatan, dan kerusakan.

Ketiga, jika ditangkap dan dipaksa mengakui kesalahan yang tidak dilakukan, maka jangan mau membuat pernyataan.

“Karena ini bagian prinsip, sejak kapan menyampaikan kebanaran itu salah? Untuk itu, aktivis juga perlu membekali diri dengan pemahaman hukum,” tegasnya.

Keempat, ikhlas dan rida karena menjadi bagian dari menyampaikan kebenaran atau berdakwah.

“Kalau tidak ikhlas, akan hilang begitu saja. Sedangkan yang kita inginkan [adalah] kebaikan dunia dan pahala di akhirat. Kemudian kalau sudah diupayakan tapi ternyata mendapat intimidasi atau penahanan, maka kita harus rida, karena akan menaikkan derajat kita di dunia dan di akhirat,” jelasnya.

Selain itu, ia menuturkan ada faktor-faktor yang menyebabkan belum munculnya mental yang kuat dari para aktivis mahasiswa.

Pertama, masih dalam proses. Butuh proses yang panjang untuk mendapatkan mental perjuangan aktivis yang kuat. Saat bergerak on the track dengan basis data dan ideologi yang jelas dan benar, maka akan makin kuat.

Ia mengingatkan, perubahan yang diinginkan pun jangan sekadar formasi kekuasaan, melainkan juga sistemnya. Jika saat ini sistemnya dikuasai para kapitalis sekuler (kapitalisme, ed.), maka harus berubah menjadi sistem Islam. Islamlah yang menjadi landasan perjuangan.

“Sehingga, saat mendapatkan kebaikan itu di dunia, kita ada peran di dalamnya. Tapi kalau Allah wafatkan [kita] sebelum perubahan itu hadir, maka ada pahala yang mengalir. Tidak ada kesia-siaan. Ini butuh kaderisasi dan kerja super tim,” tegasnya.

Kedua, ada kepentingan multidimensi untuk menghambat pergerakan dan mendapat dukungan pihak kampus.

“Ini justru membutuhkan mental yang lebih kuat lagi dibandingkan aktivis-aktivis yang lahir sebelumnya,” tukasnya.

“Dan saat ini sedang terjadi distrust kepada penguasa yang bersikap abai, sehingga perlu terus menjadi penggerak yang menyiapkan umat agar menerima Islam untuk mengatur kehidupan,” pungkasnya. [MNews/Ruh]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *