Tanya Jawab

[Tanya Jawab] Apa yang Dimaksud Ma’qul an-Nash?


Oleh: Syekh Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah


MuslimahNews.com, TANYA JAWAB — Soal: Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu. Semoga Allah senantiasa menjaga Anda syaikhuna dan menolong Anda untuk mengemban amanah dan menguatkan Anda dengan pertolongannya dalam waktu dekat dengan izin-Nya.

Perkenankan saya syaikhuna dengan pertanyaan ini, semoga Allah senantiasa menjaga Anda.

Pertanyaan dalam Ushul Fikih: Kenapa kita menganggap al-‘illat itu sebagai ma’qûl an-nash, dan kita tidak menganggapnya bagian dari al-mafhûm, padahal al-‘illat dalâlah itu ditetapkan dengan dalâlah at-tanbîh wa al-îmâ’, padahal itu termasuk dalâlah al-mafhûm? Apa yang dimaksud dengan ma’qûl an-nash?

Jawaban

Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.

Nas itu memiliki manthuq dan mafhum (mafahim). Jika mungkin diistinbat ‘illat dari al-manthûq atau al-mafhûm, maka dikatakan bahwa nas ini memiliki ma’qûl.

Adapun jika tidak mungkin diistinbat al-‘illat dari al-manthûq atau dari al-mafhûm, maka dikatakan bahwa nas ini tidak memiliki ma’qûl.

Misalnya, sabda Rasul saw.,

«… وَفِي صَدَقَةِ الْغَنَمِ فِي سَائِمَتِهَا إِذَا كَانَتْ أَرْبَعِينَ إِلَى عِشْرِينَ وَمِائَةٍ شَاةٌ…»، أخرجه البخاري

“… dan di dalam sedekah (zakat) domba, adalah pada yang digembalakan, jika jumlahnya 40 – 120 …” (HR al-Bukhari).

Benar bahwa nas ini memiliki manthuq yaitu zakat domba yang digembalakan, dan nas ini juga memiliki mafhum yaitu di sini mafhum mukhalafah yakni pada selain yang digembalakan tidak ada zakat.

Tetapi nas tersebut dengan lafalnya juga menunjukkan ‘illat karena kata “sâ`imatihâ –(domba) yang digembalakan-“ merupakan washfun mufhimun -sifat yang memberi pemahaman-, yakni yang digembalakan.

Baca juga:  Seputar Illat Hukum

Oleh karena itu seandainya sebagian besar waktunya diberi makan maka tidak dizakati. Maka di sini dikatakan bahwa nas ini disamping manthuq dan mafhumnya juga memiliki ‘illat atau dengan ungkapan lainnya memiliki ma’qûl an-nash.

Olehnya itu, di situ tidak ada kontradiksi antara keadaan nas itu memiliki manthuq dan mafhum dengan keadaannya yang juga memiliki ma’qûl.

Tetapi tidak semua nas seperti itu. Kadang kala nas itu memiliki manthuq dan mafhum tetapi tidak memiliki ma’qûl, yakni darinya tidak dipahami ‘illat.

Misalnya, firman Allah Swt.,

﴿فَالْتَقَطَهُ آلُ فِرْعَوْنَ لِيَكُونَ لَهُمْ عَدُوّاً

“Maka dipungutlah ia oleh keluarga Firaun yang akibatnya dia menjadi musuh …” (QS al-Qashshash [28]: 8).

Nas ini memiliki manhuq dan mafhum. Mereka menemukan Musa as, dan ini termasuk manthuq, tetapi bukan agar Musa menjadi musuh bagi mereka tetapi akibat diambilnya dia (mafhumnya) adalah Musa menjadi musuh bagi mereka, yakni bahwa akibat perkara ini adalah Musa menjadi musuh bagi mereka.

Jadi di sini tidak ada ‘illat. Tetapi misalnya firman Allah Swt.,

﴿وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ

“… para mualaf yang dibujuk hatinya” (TQS at-Taubah [9]: 60).

Di sini, nas tersebut memiliki manthuq dan mafhum, dan demikian juga darinya dipahami ‘illat.

Yakni bahwa pembujukan hati adalah ‘illat pemberian mereka dari harta zakat. Maka jika perkaranya tidak lagi menyerukan pembujukan hati mereka, yakni banyaknya jumlah kaum Muslim dan kaum Muslim telah mulia maka di situ fakta orang-orang yang dibujuk hatinya tidak ada lagi.

Oleh karena itu, orang-orang yang dibujuk hatinya diberi dari harta zakat di awal Islam. Ketika Islam telah mulia dan kaum muslim jumlahnya banyak maka Umar ra. melarang pemberian mereka.

Baca juga:  Seputar Illat Hukum

Jadi pembujukan hati di sini merupakan ‘illat dalâlah disebabkan sifat yang memberikan pemahaman untuk pembujukan hati.

Berdasarkan hal itu maka jawaban pertanyaan Anda menjadi sebagai berikut:

1- Di situ tidak ada kontradiksi antara al-‘illat dalâlah yang diistinbat dari nas jika di dalamnya ada sifat yang memberi pemahaman (washfun mufhimun) dengan keberadaan nas itu memiliki manthuq dan mafhum. Dengan ungkapan lain, kadang kala nas itu memiliki manthuq dan mafhum dan pada saat yang sama darinya dipahami ‘illat dalâlahAl-‘illat dalâlah tidak berarti dia tidak diistinbat dari nas baik dari manthuqnya semisal al-‘illat sharâhah seperti sabda Rasul saw:

«إِنَّمَا جُعِلَ الِاسْتِئْذَانُ مِنْ أَجْلِ الْبَصَرِ»، أخرجه البخاري

“Tidak lain dijadikannya meminta izin itu untuk melihat” (HR al-Bukhari).

Atau dari mafhumnya semisal al-‘illat dalâlah sebagaimana yang kami sebutkan di atas dalam hadis:

«… وَفِي صَدَقَةِ الْغَنَمِ فِي سَائِمَتِهَا إِذَا كَانَتْ أَرْبَعِينَ إِلَى عِشْرِينَ وَمِائَةٍ شَاةٌ…»، أخرجه البخاري

“… dan di dalam sedekah (zakat) domba, adalah pada yang digembalakan, jika jumlahnya 40 – 120 …” (HR al-Bukhari).

Dan ayat:

﴿وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ

“para mualaf yang dibujuk hatinya” (TQS at-Tawbah [9]: 60).

2- Adapun apa itu ma’qûl an-nash, maka itu adalah al-‘illat asy-syar’iyyah yakni jika dari nas dengan manthuq atau mafhumnya dipahami ‘illat maka dikatakan bahwa nas ini memiliki ma’qûl. Adapun jika nas itu memiliki manthuq dan mafhum saja dan darinya tidak diistinbath ‘illat maka dikatakan bahwa nas ini memiliki manthuq dan mafhum dan tidak memiliki ma’qûl.

Kami telah menjelaskan perkara ini di buku-buku kami. Dan akan saya kutipkan sebagian apa yang dinyatakan di buku-buku kami:

Baca juga:  Seputar Illat Hukum

– Dinyatakan di asy-Syakhshiyyah al-Islâmiyyah juz iii halaman 66-68: [dan dalil-dalil syar’iy itu ada dua: pertama, kembali kepada lafal nas dan apa yang ditunjukkan oleh manthuq dan mafhumnya; dan kedua, kembali kepada ma’qûl an-nash, yakni kembali kepada al-‘illat asy-syar’iyyah …].

– Demikian juga dinyatakan di dalam asy-Syakhshiyyah al-Islâmiyyah juz iii halaman: 347-349 pada bab al-‘Illat:

[… jadi nas itu jika tidak mengandung ‘illat maka dia memiliki manthuq dan memiliki mafhum tetapi tidak memiliki ma’qûl, sehingga kepadanya tidak digabungkan yang lainnya sama sekali. Tetapi jika mengandung ‘illat, dengan digabungkannya hukum di situ melalui sifat yang memberi pemahaman (washfun mufhimun), maka nas itu memiliki manthuq, memiliki mafahim dan memiliki ma’qûl, sehingga kepadanya digabungkan yang lainnya.

Jadi adanya ‘illat menjadikan nas mencakup jenis-jenis lainnya dan individu-individu peristiwa lainnya, tidak dengan manthuq-nya dan tidak pula dengan mafhumnya, tetapi dengan jalan penggabungan (al-ilhâq) dikarenakan perserikatannya dengan apa yang ada di dalam ‘illat.

Jadi ‘illat di situ merupakan sesuatu yang baru tambahan atas dalâlah terhadap hukum. Illat itu merupakan perkara yang membangkitkan pensyariatan hukum …].

Wassalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu. 16 Dzul Qa’dah 1442 H/ 27 Juni 2021 M [MNews/Juan]

Sumber: https://tsaqofah.id/apa-yang-dimaksud-maqul-an-nash/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *