Kisah InspiratifShahabiyah

Aisyah binti Sa’ad, Putri Pendekar Islam

MuslimahNews.com, KISAH INSPIRATIF — Ia putri sahabat Nabi, Sa’ad bin Abi Waqqash. Seorang yang memiliki kedudukan mulia di antara sahabat Nabi saw..

Sa’ad bin Abi Waqqash termasuk orang pertama yang bersaksi ketika Islam menghembuskan aroma wanginya dari Makkah. Ia orang pertama yang melemparkan anak panah di jalan Allah.

Orang pertama yang menumpahkan darah di jalan Allah, termasuk generasi pertama dari Muhajirin.

Ia ikut perang Badar, Uhud, Khandaq, dan berbagai perang lainnya. Ia diberi gelar sebagai Pendekar Islam dan doanya mustajab.

Aisyah binti Sa’ad bin Waqqash lahir pada tahun 33 H di Madinah  pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan ra. Aisyah binti Sa’ad dikenal sebagai ahli fikih dan ahli hadis.

Aisyah binti Sa’ad mendapatkan popularitas di antara putri-putri Sa’ad bin Abi Waqqash yang jumlahnya mencapai hampir 20 orang.

Ketika menyebutkan perawi-perawi dari keluarga Sa’ad bin Abi Waqqash, para penulis pasti menyebutkan nama Aisyah binti Sa’ad di antara putri-putrinya.

Imam an-Nawawi berkata, “Orang-orang dari kalangan generasi tabiin yang meriwayatkan hadis dari Sa’ad bin Abi Waqqash adalah kelima anaknya. Mereka adalah Muhammad, Ibrahim, Amir, Mush’ab dan Aisyah.”

Salah satu keutamaan Aisyah binti Sa’ad adalah penguasaannya dalam berbagai bidang ilmu, mulai dari fikih, hadis, tafsir, sejarah, bahkan strategi perang.

Aisyah belajar kepada ayahnya sendiri. Ia tumbuh dalam lingkungan ilmu. Ketika pertama kali tumbuh, ia memetik bunga-bunga ilmu dari pohon ayahnya.

Ya, pohon yang mempunyai  akar kukuh di ilmu dan cabangnya menjulang tinggi di langit ilmu. Ini karena Sa’ad bin Abi Waqqash termasuk sahabat yang meriwayatkan 200 hadis Nabi Saw.

Selain berguru kepada ayahnya, Aisyah juga berguru kepada enam Ummahatul Mukminin atau istri-istri Rasulullah Saw. yang di antaranya adalah kepada sayyidah Aisyah binti Abu Bakar. Salah satu gurunya juga ada yang bernama Ummu Dzarrah, mantan budak Aisyah binti Abu Bakar.

Aisyah tidak hanya belajar, ia juga mengajarkan hadis-hadis yang telah ia pelajari kepada murid-muridnya yang banyak menjadi ulama-ulama besar.

Murid-muridnya adalah Ismail bin Ibrahim bin Uqbah, Ayyub As-Sakhtiyani, Al-Ju’aid bin Abdirrahman, Janah An-Najjar, Al-Hakam bin Utaibah, Khuzaiman, Shakhr bin Juwairiyah, Abuz Zanad, Abdullah bin Dzakwan, Abdullah bin Ubaidah Ar-Rubadzi, Usman bin Abdurrahman Al-Waqqashi, Abu Qudamah Usman bin Muhammad bin Ubaidillah bin Abdullah bin Umar Al-Umari, Malik bin Anas, Muhammad bin Bajad bin Musa bin Saad bin Abi Waqqas, Muhajir bin Mismar, Yusuf bin Ya’qub bin Al-Majisyun, dan Ubaidah binti Nabil.

Di antara muridnya tersebut, terdapat ulama yang masyhur dengan kealimannya dalam bidang fikih; yakni Imam Malik bin Anas.

Al-Khalil berkata bahwa imam Malik tidak meriwayatkan hadis dari seorang perempuan kecuali dari Aisyah binti Saad bin Abi Waqqash.

Ulama dan pakar hadis menyanjung Aisyah binti Sa’ad dalam buku-buku mereka dan menyebutkan kebesaran namanya, kejujuran dalam meriwayatkan hadis, statusnya sebagai perawi terpercaya, hafalan hadisnya, dan keutamaannya di kalangan putri-putri sahabat.

Aisyah  banyak belajar dan meniru kehidupan serta kesederhanaan para istri Rasulullah Saw. Termasuk, dalam hal beribadah.

Aisyah binti Sa’ad turut mempelajari dan menirukan wudu para istri Rasulullah Saw. Dia juga banyak bertanya kepada istri Rasulullah Saw. terkait masalah-masalah agama dan ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi seorang Muslimah.

Tidak hanya itu, Aisyah juga dikenal sebagai ahli ibadah. Dia bahkan dikenal selalu mengikuti salat Isya berjemaah di Masjid Nabawi, Madinah.

Tentunya, dengan tetap menjaga adab dan keselamatan bagi dirinya dan perempuan lain.

Perbuatan Aisyah ini bahkan disebut menjadi dalil bagi perempuan yang ingin melakukan salat berjamaah di masjid, tapi tetap menjaga adab-adab Islami terhadap kaum perempuan.

Allah menganugerahi Aisyah binti Sa’ad berusia panjang. Kehidupannya sarat dengan ilmu dan pelajaran.

Aisyah binti Sa’ad wafat pada tahun 177 H dalam usia hampir 80 tahun. Dengan meninggalnya Aisyah binti Sa’ad, maka meninggal pulalah putri terakhir generasi sahabat sesuai dengan ucapan Aisyah binti Sa’ad sendiri, “Demi Allah, tak ada seorang pun dari putri muhajir (orang laki-laki yang berhijrah) dan muhajirat (orang perempuan yang berhijrah) yang masih tersisa di atas bumi selain diriku.”

Dari putrinya, kita bisa mengenal baik profil ayahnya. Dari ayahnya, Aisyah menjadi seorang tabiiyat yang menjadi rujukan bagi tabiin dan generasi setelahnya.

Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Ayah yang saleh berhasil mendidik putri salihah nan pintar yang mewariskan ilmu hadis, fikih, sejarah kepada para ulama penerusnya. [MNews/Chs-Juan]

*Disarikan dari berbagai sumber

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *