[News] Berdakwah Membangun Kesadaran Publik untuk Memahami Solusi Hakiki Palestina

MuslimahNews.com, INTERNASIONAL — Aktivis muslimah di Inggris, Dr. Yumna Ummu Nusaybah, menilai ada reaksi yang sedikit berbeda dibanding tahun-tahun lalu menyikapi krisis Palestina. Walaupun hampir di setiap agresi Israel akan selalu ada aksi demo, namun pada tahun ini sampai ada demo terbesar pada 22 Mei 2021 lalu.

“Sekitar 180—200 ribu orang berdemo, yang merupakan koalisi dari berbagai organisasi. Selanjutnya, dari medsos banyak orang yang lebih peduli, meskipun ujung-ujungnya yang diminta adalah kemerdekaan Palestina, meski belum dipahami kemerdekaan apa seharusnya. Kemudian, harapan bantuan dari lembaga internasional dan pemerintah Inggris yang menghukum Israel,” jelasnya.

Ia melihat dari diskusi akar rumput di Inggris, mereka melihat bukan lagi sekadar konflik Hamas-Israel. Narasi seperti itu sudah di-challenge dan tidak berlaku lagi, karena sudah ada saudara-saudara dari Palestina yang mengatakan langsung ini bukan tentang Hamas-Israel, ini adalah tentang tanah yang direbut Israel dan kaum muslim tidak diberi hak tinggal di rumahnya sendiri.

“Tampak respons masyarakat yang besar tidak hanya mengguncang kaum muslimin, tetapi juga nonmuslim. Krisis ini tidak bisa diterima dalam standar apa pun, hanya yang disayangkan solusinya belum ada kesepahaman,” jelasnya.

PBB Pemberi Harapan Palsu

Merespons pertanyaan apakah PBB bisa menyelesaikan masalah Palestina, Dr. Yumna balik bertanya, apa sebenarnya yang sudah dilakukan PBB? Paling yang bisa dilakukan adalah resolusi, sudah ada sekitar 131 resolusi untuk Palestina yang dikeluarkan melebihi untuk negara lain.

Baca juga:  Palestina, Urusan Kita!

“Nyatanya resolusi ini tidak berefek sama sekali sampai sekarang. Palestina tetap diduduki, diusir, banyak pembunuhan, dan sebagainya,” kritiknya.

Malah PBB sendiri yang mengeluarkan resolusi 181 pada tahun 1947 yang membagi tanah Palestina. Untuk zionis Yahudi 55%, dan 45% untuk orang Arab. Justru PBB-lah yang menetapkan.

“Jadi, kalau berharap PBB yang menyelesaikan, ibarat minta kriminal untuk membantu kriminal. Tidak akan pernah mencapai solusi,” tegasnya.

Ia berpendapat, PBB bukanlah badan yang netral. Berkumpulnya banyak negara untuk bisa menyelesaikan persoalan negaranya secara adil adalah nonsense.

“Awal terbentuknya PBB sendiri sudah tidak netral, yaitu mewujudkan negara-negara adidaya untuk menghegemoni dan melanjutkan kebijakan sesuai kepentingan mereka. Ini bisa dilihat dari sejarah,” tukasnya.

Selain itu, lanjut Dr. Yumna, fakta menunjukkan di Dewan Keamanan PBB, jika ada satu negara anggota yang menggunakan hak vetonya untuk tidak setuju terhadap suatu keputusan, maka tidak akan jalan.

Terlebih, ia mengutarakan ada track record lima negara anggota DK PBB. Inggris adalah negara yang membentuk negara Israel, dan sampai sekarang masih ada dukungan-dukungan seperti itu.

“AS yang mengeluarkan kebijakan terbesarnya untuk Israel. Rusia pada perang Suriah membantu Bashar Assad. Prancis sedang melaksanakan war against Islam, dan Cina dengan perlakuannya yang begitu rupa kepada muslim Uighur,” paparnya.

Baca juga:  Amanah dan Kepengurusan Palestina di Masa Utsmani (Bagian 1/2)

Maka, dengan track record ini, menurut Dr. Yumna tidak mungkin PBB akan membantu. Memang mereka mengatakan bahwa mereka pembawa perdamaian, nyatanya mereka di sisi lain membuat kerusakan.

“PBB memberi harapan palsu kepada kaum muslimin atau kepada orang-orang yang tidak dapat melihat. Kalau mau menggali sedikit sejarah atau track record-nya akan tampak harapan-harapannya palsu semua, tidak ada hasilnya,” cetusnya.

Ia mengutip perkataan Rasulullah saw. bahwa tidak selayaknya seorang mukmin itu jatuh di lubang yang sama dua kali.

“Artinya, kalau 10 tahun kemarin berharap pada PBB, tahun ini berharap ke PBB, dan 30 tahun yang lalu berharap ke PBB dan [masih] tidak hasilnya, maka selain PBB salah, kita pun harus belajar bahwa ini adalah harapan-harapan kosong yang diberikan kepada kaum muslimin untuk memperpanjang waktu supaya kepentingan negara-negara adidaya bisa terlaksana tanpa masalah,” terangnya.

Kekuatan Kesadaran Publik

Selanjutnya yang perlu digarisbawahi adalah kesadaran publik ternyata bisa menggeser opini. Perlu terus dijelaskan kepada kaum muslimin bahwa solusi dua negara bukanlah solusi, melainkan pengkhianatan.

Juga menjelaskan bahwa PBB bukanlah badan yang akan menyelesaikan masalah kaum muslimin, karena yang bisa menyelesaikan persoalan kaum muslimin adalah kaum muslimin itu sendiri. Serta bahwa kekuatan militer Israel dapat dihadapi oleh kekuatan militer kaum muslimin.

Baca juga:  Palestina, Al-Quds, Jihad, dan Khilafah (Bagian 1/2)

“Kalau ini terus dijelaskan, maka lama-kelamaan kaum muslimin akan menyadari solusi yang benar,” jelasnya.

Ini terbukti dari Zionis Israel yang tidak lagi mampu mendikte narasi perjuangan kaum muslimin di Palestina. Sudah terjadi pergeseran opini yang sebelumnya dianggap sebagai adalah persoalan Hamas-Israel, kini—dengan pandangan yang  lebih jernih—bahwa ini adalah okupasi atau perampasan serta ketakadilan.

“Solusinya bukan dengan mengakui keberadaan Israel, tetapi kembali kepada keadaan sebelum 1947. Diskusi ini terus terjadi dan media sosial memainkan peran sangat penting,” ungkapnya.

Ia menegaskan, jika ada yang mengatakan “free Palestine”, harus dijelaskan apa maksudnya. Inilah tugas para pengemban dakwah yang paham untuk memahamkan masyarakat di luar sana bahwa solusinya tidak meminta pertolongan PBB atau negara adidaya atau badan lainnya.

“Kecaman, doa, dan sedekah bisa dilakukan, tetapi bukan solusi utama. Hal itu hanya sebagian kecil untuk meringankan beban (saudara di Palestina, red.). Maka, berharap kepada PBB tidak akan menyelesaikan persoalan Palestina, malah memperpanjang penderitaan Palestina,” pungkasnya. [MNews/Ruh-Gz]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.