Opini

Menagih Janji dari Retorika Penanganan Korupsi


Penulis: Asy Syifa Ummu Sidiq


MuslimahNews.com, OPINI — Janji hanya tinggal kenangan. Mungkin ungkapan itu yang pas untuk kondisi sekarang. Ribuan retorika dahulu sering terlontar demi meraih impian menduduki singgasana kerajaan. Namun, janji yang terucap hanya tinggal angan. Waktu berlalu, cita-cita itu pun akhirnya menguap.

Tujuh tahun sudah sejak janji pemberantasan korupsi itu diucapkan. Tak jua berhasil membuka skandal korupsi terbesar di Indonesia. Sasmito Hadinagoro, seorang pengamat ekonomi dan politik Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Keuangan Negara (LPEKN), menagih janji pemberantasan skandal BLBI (Gelora.co, 19/4/2021).

Kasus Megakorupsi

Sebagaimana kita ketahui, BLBI adalah kasus megakorupsi. Kasus ini terjadi pada zaman Presiden Megawati Soekarno Putri. Penyelesaian kasus berlanjut ke pemerintahan SBY. Namun, tak juga usai padahal berbagai bukti telah diperoleh. Dua periode kepemimpinan SBY berlalu, BLBI masih mengambang di atas awan.

Pergantian pemimpin pun datang. Kali ini Presiden Jokowi sebagai pemenang. Sudah menjadi kebiasaan di lapangan, dalam pemilu para calon pemimpin akan menyampaikan janji-janji melangit. Siapa calon yang janjinya sesuai harapan rakyat, dialah pemenangnya. Sebagaimana yang kita ketahui, janji penuntasan korupsi juga menjadi andalan mantan Gubernur Jakarta itu.

Tong kosong nyaring bunyinya. Omong kosong tidak ada hasilnya. Janji hanya tinggal janji. Dua periode sebentar lagi usai. Kenyataannya, BLBI justru menghilang ditelan bumi. Mungkinkah kasus BLBI ini menyeret orang-orang penting di negeri ini, sehingga kasusnya berusaha ditutupi?

Korupsi Bagaikan Makanan Sehari-hari

Indonesia, negeri seribu pulau yang kaya raya. Korupsi merupakan prestasi tertingginya. Laporan Transparency International Indonesia (TII) mencatat Corruption Perception Index 2019 naik 2 poin menjadi 40. Kenaikan ini menjadikan Indonesia berada di urutan ke-83 dari 180 negara (kpk.go.id, 24/1/20).

“Prestasi” tersebut memang patut disyukuri. Setidaknya, CPI negeri ini telah naik. Namun, mengapa kenaikan dua poin tersebut tak memperlihatkan perubahan yang signifikan? Masih banyak tindak korupsi yang belum terselesaikan. Salah satunya BLBI yang mencapai rekor empat periode lebih kepemimpinan.

Pada tahun 2020 saja, tindak korupsi banyak bermunculan. Sebut saja kasus korupsi Jiwasraya, kasus suap Jaksa Pinangki, kasus suap ekspor benih lobster, kasus suap dana Bansos dll. Berita tentang korupsi pun hampir setiap hari menghiasi layar kaca dan media online. Membuat semua orang merasa jenuh dengan segala tindakan para tikus berdasi.

Upaya Menanggulangi Korupsi

Berbagai tindakan telah dilakukan. Lembaga antirasuah atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga telah dibuat. Sayangnya, kasus megakorupsi tak juga dapat diselesaikan. Lebih parah lagi, teror kepada beberapa petugas KPK yang lurus pun sering terjadi. Hal ini tentu membuat kasus penyelesaian kasus korupsi terkendala.

Mungkinkah ada kongkalikong antara petugas yang bertanggung jawab menyelesaikan kasus korupsi dengan para koruptor? Bukankah mereka semua manusia, yang dapat tergiur dengan iming-iming dunia? Apalagi di negeri ini menanamkan bahwa materi adalah hal utama, baik di dunia pendidikan dan masyarakat. Penilaian terbaik didasarkan pada materi dunia. Wajar saja para petugas penanggulangan korupsi banyak yang mencari keuntungan.

Penyelesaian Islam

Islam merupakan sebuah sistem yang mengatur kehidupan manusia. Dalam masalah korupsi, Islam bertindak tegas. Penyelesaiannya tak hanya secara individu, tapi juga sistemis. Mulai dari akidah, Islam menanamkan keimanan pada setiap muslim.

Jika ada yang melakukan tindak korupsi, penyelesaiannya akan diserahkan pada qadhi (kadi). Kadi yang dipilih adalah orang-orang yang mengerti agama. Begitu juga atasan Kadi, mereka adalah orang-orang pilihan yang memiliki keimanan kuat. Mereka tidak mudah disuap untuk memerdekakan para koruptor.

Bagaimana dengan sistem aturannya? Islam memiliki tata aturan yang khas. Koruptor akan ditindak sesuai kesalahannya. Apakah ia mencuri, menerima suap, atau kongkalikong kebijakan. Kadi dan aparat lainnya akan memberikan keputusan sesuai pandangan Islam. Semua itu dilakukan untuk menutup celah kesempatan koruptor lain melakukan hal yang sama. Selain itu, juga dapat menebus dosa para koruptor jika mereka bertobat.

“Kalian berbaiat kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anakmu, tidak membuat-buat dusta yang kalian ada-adakan sendiri dan tidak menolak melakukan perbuatan yang makruf. Siapa saja menepatinya, maka Allah akan menyediakan pahala; dan siapa saja yang melanggarnya kemudian dihukum di dunia maka hukuman itu akan menjadi penebus (siksa akhirat) baginya. Dan siapa saja yang melanggarnya kemudian Allah menutupinya (lolos dari hukuman dunia), maka urusan itu diserahkan kepada Allah. Jika Allah berkehendak maka Dia akan menyiksanya; dan jika Dia berkehendak maka akan memaafkannya.” (HR Bukhari dari ‘Ubadah bin Shamit)

Jadi, penyelesaian masalah korupsi hanya akan selesai jika Islam melakukan. Tidak hanya petugasnya yang beriman, tapi sistem yang diterapkan dengan tegas (berlandaskan Islam) akan membuat perilaku korupsi musnah. [MNews/Gz]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *