Syarah Hadis

[Syarah Hadis] Kesabaran dan Pengorbanan: Kunci Kemenangan


Penulis: Ustaz Yahya Abdurrahman


MuslimahNews.com. SYARAH HADIS —

عَنْ خَبَّابِ بْنِ الْأَرَتِّ, قَالَ: شَكَوْنَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ مُتَوَسِّدٌ بُرْدَةً لَهُ فِي ظِلِّ الْكَعْبَةِ, قُلْنَا: لَهُ أَلَا تَسْتَنْصِرُ لَنَا أَلَا تَدْعُو اللَّهَ لَنَا, قَالَ: كَانَ الرَّجُلُ فِيمَنْ قَبْلَكُمْ يُحْفَرُ لَهُ فِي الْأَرْضِ فَيُجْعَلُ فِيهِ فَيُجَاءُ بِالْمِنْشَارِ فَيُوضَعُ عَلَى رَأْسِهِ فَيُشَقُّ بِاثْنَتَيْنِ وَمَا يَصُدُّهُ ذَلِكَ عَنْ دِينِهِ, وَيُمْشَطُ بِأَمْشَاطِ الْحَدِيدِ مَا دُونَ لَحْمِهِ مِنْ عَظْمٍ أَوْ عَصَبٍ وَمَا يَصُدُّهُ ذَلِكَ عَنْ دِينِهِ وَاللَّهِ لَيُتِمَّنَّ هَذَا الْأَمْرَ حَتَّى يَسِيرَ الرَّاكِبُ مِنْ صَنْعَاءَ إِلَى حَضْرَمَوْتَ لَا يَخَافُ إِلَّا اللَّهَ أَوِ الذِّئْبَ عَلَى غَنَمِهِ وَلَكِنَّكُمْ تَسْتَعْجِلُونَ

Khabab bin al-Arat ia berkata, “Kami pernah mengadu kepada Rasulullah Saw., sementara beliau sedang berbantalkan burdah beliau di bawah Ka’bah. Kami berkata, ‘Tidakkah Anda meminta pertolongan untuk kita? Tidakkah Anda berdoa kepada Allah untuk kita?’ Beliau bersabda, ‘Dulu lelaki dari orang-orang sebelum kalian, digali untuk dia galian di tanah, lalu dia dibenamkan di dalamnya, kemudian didatangkan gergaji dan diletakkan di atas kepalanya dan membelah kepala itu menjadi dua bagian. Hal demikian tidak memalingkan dia dari agamanya. Dia disisir dengan sisir besi, yang memisahkan daging dari tulang atau saraf. Namun demikian, hal itu tidak memalingkan dia dari agamanya. Demi Allah, sungguh Allah menyempurnakan perkara ini hingga seorang pengendara berjalan antara Shana’a ke Hadramaut tidak takut kecuali kepada Allah, atau ia tidak khawatir serigala menerkam dombanya. Akan tetapi, kalian tergesa-gesa.'” (HR al-Bukhari, Abu Dawud, Ahmad dan Ibnu Hibban)

Redaksi di atas adalah menurut redaksi Imam al-Bukhari pada hadis nomor 3612. Dalam riwayat lainnya ada sedikit perbedaan redaksi.

Ungkapan Khabab bin al-Arat ra., “Fa syakawnâ (kami mengadu),” menurut Syamsu al-Haq al-‘Azhim al-Abadi Abu Thayyib di dalam ‘Awn al-Ma’bûd, maksudnya adalah mengadukan kaum kafir Quraisy Makkah, yakni perlakuan mereka terhadap para Sahabat.

Lalu kalimat, “An lâ tastanshiru lanâ an lâ tad’ûllâh lanâ,” yakni meminta pertolongan dari Allah atas kaum musyrik sebab mereka menyakiti kami. Menurut Badruddin al-‘Ayni di dalam ‘Umdah al-Qârî Syarhu Shahîh al-Bukhârî, kata “an lâ…” itu adalah untuk mendorong. Maksudnya, untuk mendorong agar Rasul Saw. memintakan pertolongan dan mendoakan mereka.

Dalam riwayat Abu Dawud disebutkan bahwa setelah mendengar itu Rasul Saw. “Fajalasa muhmarr[an] wajhuhu (beliau duduk dan wajah beliau memerah).” Menurut al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Ashqalani di dalam Fathu al-Bârî, yakni karena bekas tidur dan dimungkinkan karena marah, dan hal ini dipastikan oleh Ibnu at-Tin.

Adapun kalimat “mâ dûna lahmihi min ‘azhmin aw ‘ashabin (apa yang ada di bawah dagingnya berupa tulang atau saraf), dalam hal ini ath-Thaybiy mengatakan, kata “min” adalah penjelasan untuk “”. Di dalam ungkapan itu ada hiperbolik, yakni bahwa sisir itu, karena sangat tajam dan kuat, menancap ke daging sampai tulang dan saraf yang melekat pada tulang itu.

Lalu dalam sabda beliau, “mâ yakhâfu illâ Allâh wa adz-dzi’ba ‘alâ ghanamihi,” ada mubâlaghah (hiperbola), yakni ungkapan berlebihan atas tercapainya keamanan dan hilangnya rasa takut. Kondisi itu merupakan penegasan atas penyempurnaan urusan agama Islam, yakni kemenangan Islam.

Sabda Nabi Saw. “wa lakinnakum tasta’jilûn” menunjukkan bahwa beliau tidak memenuhi permintaan para sahabat itu. Ibnu Bathal dalam Syarhu Ibni Bathal menjelaskan bahwa dalam hal ini ada fikih, yakni Nabi Saw. tidak meninggalkan doa dalam hal itu, padahal Allah memerintahkan mereka berdoa secara umum kecuali karena beliau mengetahui dari Allah bahwa telah lebih dulu ketetapan dan pengetahuan-Nya bahwa terjadi pada mereka berupa ujian dan cobaan agar mereka diberi pahala atas apa yang terjadi, biasanya pada seluruh pengikut para nabi, berupa sabar atas kesulitan di jalan Allah; kemudian Allah menyusulinya dengan pertolongan dan dukungan serta kemenangan dan pahala yang besar.

Adapun selain para nabi wajib berdoa dalam setiap ujian/cobaan yang diturunkan kepada mereka. Pasalnya, mereka tidak mengetahui yang gaib dalam hal itu. Apalagi doa termasuk ibadah yang paling afdhal. Orang yang berdoa tidak akan kosong dari satu di antara tiga yang dijanjikan oleh Allah SWT: diijabah di dunia, dihindarkan dari keburukan serupa/sebaliknya, atau disimpan semuanya untuk diijabah di akhirat.

Menurut Abu Thayyib dalam ‘Awn al-Ma’bûd, sabda Nabi Saw. itu bermakna: “Siksaan kaum musyrik (atas kaum muslim) akan hilang. Karena itu bersabarlah di atas perkara agama sebagaimana orang sebelum kalian bersabar.”

Walhasil, menurut Badruddin al-‘Ayni dalam ‘Umdah al-Qârî, maknanya adalah: “Kalian jangan tergesa-gesa. Pasalnya, orang-orang sebelum kalian juga menderita apa yang kami sebutkan dan mereka bersabar.”

Asy-Syâri’ memberitahukan hal itu untuk menguatkan kesabaran mereka di atas gangguan.

Rasul Saw. menegaskan dengan kalimat sumpah bahwa Islam pasti disempurnakan oleh Allah pada saatnya menurut kehendak-Nya. Karena itu yang harus dilakukan adalah bersabar atas kesulitan dan memberikan pengorbanan untuk Islam. Kesabaran dan pengorbanan itu pasti berujung pertolongan atau kemenangan.

Allah Swt. secara khusus memerintahkan kita untuk bersabar atas musibah (lihat QS Luqman [31]: 17) dan menguatkan kesabaran itu (lihat QS Ali Imran [3]: 200). Allah Swt. juga memerintahkan kita untuk meminta pertolongan dengan sabar dan salat (QS al-Baqarah [2]: 153). Rasul Saw. juga menegaskan bahwa pertolongan itu bersama kesabaran.

وَاعْلَمْ أَنَّ فِي الصَّبْرِ عَلَى مَا تَكْرَهُ خَيْرًا كَثِيرًا وَأَنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ وَأَنَّ الْفَرَجَ مَعَ الْكَرْبِ وَأَنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا

“…Ketahuilah bahwa di dalam kesabaran atas apa yang tidak engkau sukai terdapat kebaikan yang banyak, bahwa kemenangan itu bersama dengan kesabaran, bahwa jalan keluar itu bersama dengan kesusahan dan bahwa bersama kesukaran itu ada kemudahan.” (HR Ahmad dan al-Baihaqi)

Jadi kesabaran dan pengorbanan, selain mengandung banyak kebaikan, juga mengundang dan menjadi salah satu kunci pertolongan Allah SWT dan kemenangan. WalLâh a’lam bi ash-shawâb. [MNews/Rgl]

Sumber: Al Waie Juni 2018

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *