Varian Baru Virus Corona dan Penguasa di Era Post-Truth
Penulis: Kanti Rahmillah, M.Si.
MuslimahNews.com, OPINI — Varian baru virus Corona B117 akhirnya masuk juga ke Indonesia tepat saat pandemi ini berumur setahun. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil melaporkan temuan varian baru B117 di wilayahnya, tepatnya di Karawang. Dua warga yang terpapar tersebut memiliki riwayat perjalanan ke Arab Saudi menggunakan penerbangan Qatar Air Airways.
Juru bicara vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi membenarkan hal tersebut. Lalu menambahkan bahwa sepuluh hari setelah pengumuman dua TKI asal Arab terpapar, dua kasus bertambah di Balikpapan dengan kasus yang sama yaitu TKI yang baru pulang dari Arab Saudi. (merdeka.com, 12/3/2021)
Menanggapi masuknya varian baru ini, Presiden Joko Widodo meminta masyarakat tak perlu khawatir dengan masuknya virus baru ini, karena belum ada penelitian yang menyebutkan bahwa varian ini lebih mematikan.
“Saya mengimbau untuk tidak perlu khawatir, karena ditemukan dua kasus positif mutasi virus corona dari Inggris atau B117 dua orang saat ini sudah negatif dan belum ada penelitian yang menunjukkan bahwa varian baru ini lebih mematikan,” kata Jokowi dalam akun YouTube Sekretariat Presiden, Kamis 4/3/2021. (liputan6.com, 5/3/2021)
Namun demikian, walaupun telah disebutkan tak lebih berbahaya dari covid-19, keresahan masyarakat terhadap adanya varian baru virus corona malah semakin besar.
Kondisi ini sebenarnya sedang mengindikasikan tingkat kepercayaan publik pada pemerintah yang semakin rendah. Pasalnya, kinerja pemerintah dalam mengatasi pandemi ini dinilai lamban oleh masyarakat. Pemerintah dianggap kerap meremehkan wabah dengan kebijakan-kebijakannya yang kontraproduktif terhadap penyebaran virus.
Lantas benarkah varian baru ini tak lebih berbahaya dari Covid-19? Mengapa tingkat kepercayaan rakyat pada penguasa semakin kecil? Bagaimana sistem Islam dapat membangun kepercayaan rakyat lalu bersinergi bahu membahu untuk keluar dari pandemi?
Pakar Sebut Varian Baru Lebih Mematikan
Varian baru virus Corona B117 pertama kali terdeteksi di Inggris pada September 2020 lalu dan telah ditemukan di lebih dari 100 negara termasuk Indonesia. Sebuah penelitian menyatakan bahwa virus ini 30 hingga 100 persen lebih mematikan dibanding jenis Covid-19 biasa.
Peneliti di Exeter University, Robert Challen mengatakan varian baru ini memiliki tingkat kematian yang secara signifikan lebih tinggi. Kemampuannya menyebar dengan cepat, membuat B117 menjadi ancaman yang harus ditanggapi serius. (health.detik.com, 11/3/2021)
Pakar Biologi Molekuler Ahmad Rusdan Utomo mengatakan masyarakat tidak usah takut. Namun, harus waspada dan memiliki wawasan terhadap varian baru ini.
Menurutnya, ibarat manusia, ada yang memiliki rambut warna hitam atau kuning, tetapi keduanya tetap dikatakan manusia. Begitu pun virus Covid-19 dan B117, keduanya sama-sama virus Corona, sehingga gejala, penularan, dan penanganannya relatif sama.
Sebenarnya, yang lebih berbahaya itu adalah perilaku masyarakat yang mengabaikan protokol kesehatan (prokes) dan penanganan pemerintah yang dinilai kurang ketat. Padahal, kunci utama penanganan virus Corona, baik covid-19 ataupun varian lainnya seperti B117 atau N439K adalah 5M oleh masyarakat dan 3T oleh pemerintah.
5M yaitu memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas. Karena hingga kini, masyarakat masih banyak yang abai terhadap prokes tersebut.
Begitu pun pemerintah yang seharusnya kembali memperketat 3T yaitu tracing, testing, and treatment. Keduanya—5M dan 3T—adalah satu paket upaya yang tidak dapat dipisahkan untuk memutus rantai penularan virus Corona.
Ahmad Utomo menambahkan, testing dan tracing di Indonesia masih lemah. Padahal, menurut WHO kedua hal tersebut merupakan tulang punggung respons penanganan pandemi. Program vaksinasi masal jika tidak disertai dengan penelusuran kontak erat dan tes massal, akan membiarkan virus ini leluasa menyebar dan menginfeksi manusia.
Penguasa di Era Post-Truth Lahir dari Sistem Demokrasi
Pegiat media sosial dan pemerhati geopolitik, Fika Komara, menyebutkan ciri dari era post-truth selain ditandai dengan merebaknya berita hoaks di media sosial, juga ditandai kebimbangan media dan jurnalisme khususnya dalam menghadapi pernyataan-pernyataan bohong penguasa.
Penguasa di era post-truth kerap kompak berbohong demi terciptanya arus opini. Seorang filsuf dan akademisi Rocky Gerung mengatakan, hanya penguasalah yang mampu menciptakan hoaks atau kebohongan secara sempurna. Sebab, penguasa memiliki semua alat untuk berbohong. Pemerintah mempunyai intelijen, data statistik, juga media.
Semua itu disebut Rocky cukup untuk menciptakan kebohongan yang sempurna. Apalagi, tambah Rocky, dilengkapi buzzer istana, aparat, plus “koalisi penjilat”. Mereka siap menciptakan corong opini untuk mengelabui masyarakat.
Kebohongan yang diciptakan tak lain untuk menutupi ketidakbecusan penguasa dalam mengatur pemerintahan. Kebijakan yang disetir korporasi dan implementasi yang hanya menyisakan korupsi berjemaah, harus ditutup dengan sejumlah kebohongan. Hal ini mengelabui masyarakat hingga mereka tak mudah menuduh rezim sebagai biang keladi atas karut-marutnya permasalahan bangsa.
Penguasa yang mukanya harus ber-make up pencitraan seperti ini, hanya akan terlahir dari demokrasi, suatu sistem pemerintahan yang menghimpun penguasa-penguasa tak amanah dan tak paham agama.
Sistem inilah yang meniscayakan individu-individu yang tak kapabel bisa duduk di singgasana kekuasaan. Wajar seluruh urusan tak menemui keberhasilan.
Sistem demokrasi pula yang menjadikan cukong-cukong terlibat dalam pengurusan negara. Sistem politik yang berbiaya mahal ini melegalkan mereka berkolaborasi mengeruk harta umat.
Jadi, jangan bertanya di mana hati nurani para koruptor bansos yang tega mengambil nafas rakyat jelata, karena mereka memang tak hadir untuk rakyatnya.
Islam Atasi Wabah dengan Paripurna
Ketakpercayaan umat pada penguasa tak akan ada dalam sistem Islam. Penanggulangan wabah akan cepat teratasi karena akan terjalin kerja sama yang baik antara penguasa dan rakyat.
Penguasa dengan segenap hati mencari solusi terbaik bagi terselesaikannya masalah. Umat pun manut terhadap apa yang menjadi kebijakan negara.
Sistem politik Islam akan menghimpun para penguasa yang amanah dan kapabel, pengurus umat yang paham agama dan berkarakter pemimpin bervisi.
Mereka pemimpin yang sedari awal menginginkan berkhidmat pada Sang Pencipta dengan menjadi pelayan umat. Mereka mencintai dan menjadikan umat sebagai fokus kerjanya.
Umat pun senantiasa mendoakan penguasa mereka, karena hadirnya penguasa memberikan perlindungan dan pengurusan yang prima.
Titik inilah yang sebenarnya menjadi langkah preventif dalam menyelesaikan pandemi.
Selanjutnya, selain adanya kepercayaan penuh umat kepada penguasa, penguasa akan menggandeng para pakar dalam menyelesaikan problematik yang ada. Sebab, segala sesuatu jika tidak diserahkan kepada ahlinya, akan binasa.
Begitu pun sistem kesehatan, akan mandiri diurusi pemerintah, tidak menyerahkannya pada swasta. Penelitian untuk bisa mendapatkan vaksin akan didukung bukan malah dipangkas karena bermental impor.
Kondisi perekonomian akibat pandemi yang berimbas atas sebagian masyarakat, akan dengan cepat mendapat penanganan. Selain birokrasi yang mudah, penguasanya juga tak berprofesi sebagai koruptor. Semua ini berepangkal dari sehatnya kas negara yaitu Baitulmal.
Keuangan negara di bawah Baitulmal akan kuat dan stabil. Sehingga, negara tidak perlu berutang hanya untuk membeli vaksin, misalnya.
Yang terpenting, sinergisitas penguasa dan masyarakat untuk saling bahu-membahu menyelesaikan pandemi, akan mempercepat umur wabah.
Masyarakat akan terus menjaga prokes dengan 5M-nya dan penguasa akan masif menjalankan 3T-nya. Aparat juga sigap menghukum siapa saja yang melanggar, seperti menciptakan kerumunan, tak peduli apakah dia rakyat atau pejabat, semua diperlakukkan sama.
Semakin mengancamnya varian virus Corona terhadap keselamatan masyarakat adalah sesuatu yang niscaya jika pengurusan penanggulangan wabah masih di tangan penguasa dalam sistem kapitalisme demokrasi.
Maka dari itu, mari kita terapkan sistem yang melahirkan penguasa amanah dan kapabel agar dunia segera terbebas dari Corona dan wabah penyakit lainnya. Semua itu hanya mungkin terwujud dalam sistem Khilafah Islamiah. [MNews/Gz]