Fokus

Islam Satukan Keberagaman


Penulis: Zikra Asril | #100TahunTanpaKhilafah


MuslimahNews.com, FOKUS — Dalam kehidupan sistem kapitalisme, isu keberagaman SARA (Suku, Agama, Ras, Antargolongan) sering menjadi penyulut terjadinya konflik di masyarakat.

Lihat saja di negara Barat, persoalan diskriminasi kulit putih atas kulit hitam menjadi sesuatu yang masih menghantui, seperti kasus George Floyd di Amerika Serikat atau islamofobia yang memicu kebencian kepada umat Islam.

Begitu pun di Indonesia, persaingan antarsuku dan antargolongan juga memicu konflik. Kasus Sampang atau bentrokan antarpendukung calon kepala daerah atau pendukung partai, misalnya.

Ditambah lagi, era media sosial saat ini makin memperuncing polarisasi yang berujung pertikaian sesama warga sipil ataupun penguasa dengan rakyat.

Itu semua adalah fenomena yang sulit untuk diakhiri dalam sistem saat ini. Lantas bagaimana dengan sistem Islam?

Khilafah Islamiah: Negara  yang Mampu Mempersatukan Keberagaman

Islam terbukti mampu mempersatukan keberagaman suku, agama, ras, dan antargolongan. Persatuan itu terwujud saat Islam diemban sebagai ideologi negara. Negara itu adalah Khilafah.

Khilafah adalah sistem pemerintahan yang dicontohkan Rasulullah dan aturannya bersumber dari wahyu Allah.

Khilafah sangat memahami keberagaman yang ada merupakan sesuatu yang berasal dari Sang Pencipta, sebagaimana diterangkan dalam QS Al-Hujurat: 13,

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.”

Jauh sebelum PBB merumuskan Declaration of Human Rights, Islam mengajarkan jaminan kebebasan beragama.

Melalui Watsîqah Madînah (Piagam Madinah) pada 622 M, Rasulullah saw. telah meletakkan dasar-dasar bagi keragaman hidup antarumat beragama, mengakui eksistensi nonmuslim sekaligus menghormati peribadatan mereka.

Piagam Madinah yang dirumuskan Rasul saw. merupakan bukti otentik mengenai prinsip kemerdekaan beragama yang dipraktikkan umat Islam.

Di antara butir-butir toleransi itu adalah sikap saling menghormati di antara agama yang ada, tidak saling menyakiti, dan saling melindungi anggota yang terikat dalam Piagam Madinah.

Rasul telah berhasil menyatukan jazirah Arab yang terdiri dari banyak bani (suku) dalam kepemimpinan Islam. Padahal, sebelum Islam datang, perang antarsuku menjadi masalah utama di kawasan tersebut.

Selanjutnya, Rasul menyampaikan dakwahnya ke seluruh umat dan bangsa-bangsa yang menjadi tetangganya dengan mengirim surat kepada raja-raja dan para penguasa, seperti Persia dan Romawi, serta mengirimkan ekspedisi-ekspedisi militer di perbatasan Romawi seperti perang Mu’tah dan perang Tabuk.

Baca juga:  Meraih Ridho Allah dengan Sungguh-Sungguh Menegakkan Islam

Aktivitas ini dilanjutkan para khalifah sepeninggal beliau. Negeri-negeri yang ditaklukkan bertambah luas dan tentu saja masyarakatnya makin heterogen, terdiri dari berbagai agama, bangsa, ras, suku dan golongan, dan bahasa, yang terbentang hampir meliputi dua per tiga dunia.

Seperti dinyatakan Carleton S. (Carly) Fiorina (mantan CEO Hewlett Packard) dalam pidatonya 21/9/2001 di Minneapolis berjudul “Technology, Business, and Our Way of Life: What Next?”, “Peradaban Islam merupakan peradaban terbesar di dunia. Peradaban Islam sanggup menciptakan negara adidaya dunia (super state) terbentang dari satu samudra ke samudra yang lain. Di bawah kekuasaannya terdapat ratusan juta manusia dari berbagai agama, bangsa, dan keturunan. Peradaban itu berkembang dari 800 M—1600 M.”

Oleh karena itu, Khilafah bukanlah negara homogen yang hanya dihuni umat muslim saja, tetapi juga umat agama lain. Mereka akan dijaga, dilindungi, dan diatur berdasarkan aturan Islam, kecuali dalam perkara akidah dan ibadahnya.

Melihat realitas keberagaman ini, tentu perlu upaya agar persatuan dan kesatuan bisa terjaga dengan baik. Khilafah tidak pernah melakukan penyeragaman (pluralisme) terhadap keragaman yang ada di tengah-tengah umat. Khilafah mengikat keragaman yang ada dengan ikatan yang kokoh sehingga terbentuklah sebuah negara kesatuan yang kuat dan solid.

Ideologi Islam: Kunci Persatuan Umat Manusia

Sebagai ideologi, Islam dibangun berdasarkan akidah Islam, dengan standar halal-haram. Aturannya selalu terikat dengan hukum syariat. Mencari rida Allah Swt. adalah nilai ideal hidupnya.

Sebagai ideologi, Islam tidak hanya berisi ritual dan spiritual, tetapi juga sistem kehidupan. Mulai dari pemerintahan, ekonomi, sosial, pendidikan, hingga politik dalam dan luar negeri.

Ketika Islam diemban dan dijadikan sebagai kepemimpinan berpikir umat manusia, mereka bisa dipersatukan dengan ikatan ideologi Islam, meski mereka tidak memeluk Islam.

Uniknya, meski diikat dengan ikatan ideologi Islam, mereka tetap diberi kebebasan memeluk agama mereka dan sedikit pun tidak akan diusik. Bahkan, meski mereka nonmuslim, hak dasar mereka dengan muslim adalah sama. Sandang, papan, pangan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan, semuanya dijamin negara Khilafah, tanpa melihat agama mereka.

Selain itu, akidah Islam adalah satu-satunya pemikiran yang dibangun dengan akal, sesuai fitrah manusia, memuaskan akal dan menenteramkan hati.

Inilah yang menjadi alasan mengapa Islam berhasil mewujudkan persatuan di seluruh wilayah negara Khilafah, yang meliputi tiga benua: Asia, Afrika, dan Eropa; meski suku, ras, dan agamanya berbeda-beda.

Baca juga:  Karakter Pemimpin Ideal Dambaan Umat

Spanyol contohnya. Penganut Islam, Kristen, dan Yahudi hidup berdampingan dalam ikatan ideologi Islam lebih dari 800 tahun.

Seperti Ungkapan Will Durant,

“Agama Islam telah menguasai hati ratusan bangsa di negeri-negeri yang terbentang mulai dari Cina, Indonesia, India, hingga Persia, Syam, Jazirah Arab, Mesir, bahkan hingga Maroko dan Spanyol.

Islam pun telah memiliki cita-cita mereka, menguasai akhlaknya, membentuk kehidupannya, dan membangkitkan harapan di tengah-tengah mereka, yang meringankan urusan kehidupan maupun kesusahan mereka.

Islam telah mewujudkan kejayaan dan kemuliaan bagi mereka, sehingga jumlah orang yang memeluknya dan berpegang teguh padanya pada saat ini [1926] sekitar 350 juta jiwa.

Agama Islam telah menyatukan mereka dan melunakkan hatinya walaupun ada perbedaan pendapat maupun latar belakang politik di antara mereka.”

(Will Durant, The Story of Civilization).

Karena itu, menjadikan ideologi Islam sebagai ikatan dan kepemimpinan berpikir bagi umat manusia di sebuah wilayah dan seluruh dunia, adalah jaminan terwujudnya persatuan hakiki dan kuat di antara mereka.

Sebab, akidahnya luar biasa, standar dan pandangan hidupnya juga khas yaitu halal-haram, bukan manfaat dan kepentingan. Inilah yang mampu menjadikan Islam sebagai perekat yang sangat kuat di antara umat manusia, meski agama, suku, dan rasnya berbeda.

Inilah yang menjadi kunci mengapa persatuan bangsa-bangsa yang hidup di bawah naungan Khilafah—yang diikat dengan ideologi Islam—bisa bertahan hingga lebih dari 10 abad. Sesuatu yang belum pernah bisa diwujudkan kapitalisme maupun sosialisme.

Potensi Mewujudkan Persatuan Umat Manusia dalam Naungan Khilafah

Krisis multidimensi yang diciptakan sistem kapitalisme maupun sosialisme telah membuka mata umat Islam untuk mencari alternatif lain. Tentu saja, akidah Islam yang menancap dalam hati mereka telah menggerakkan umat Islam untuk kembali kepada aturan Ilahi.

Kegagalan sistem kapitalisme dalam membangun peradaban telah membuat kehidupan ini menjadi tidak manusiawi, karena sistem ini lahir dari akal manusia yang lemah. Oleh karena itu, umat Islam saat ini merindukan kehidupan yang berkah.

Terlebih, kondisi pandemi Covid-19 menunjukkan kehidupan yang makin sengsara dalam sistem batil ini. Pandemi benar-benar membuat seluruh negara di dunia kewalahan mengatasinya.

Tentu saja, bagi umat Islam, ini pertanda waktu untuk segera bertobat kepada Allah Swt. atas segala kelalaian meninggalkan aturan Allah dalam kehidupan bernegara.

Di sisi lain, perjuangan sekelompok umat Islam untuk kembali pada aturan Islam dalam naungan Khilafah makin mendapat tempat di hati umat. Visi perjuangan kelompok ini bertemu dengan kebutuhan dan perasaan Islam yang hidup dalam diri umat.

Baca juga:  Kapitalisme Global: ”Lahan Subur” Perdagangan Perempuan

Dakwah untuk menegakkan Khilafah telah menyadarkan umat akan potensi yang dimilikinya. Sumber daya alam melimpah, wilayah yang strategis, serta jumlah kaum muda yang banyak adalah modal besar untuk meraih tujuan dakwah.

Di saat itulah Barat tidak akan tinggal diam. Mereka mengerahkan segala kekuatan mereka untuk menghalangi tegaknya Islam kafah. Sehingga, tantangan dakwah menuju tegaknya Khilafah makin berat.

Ini menjadi indikasi kebangkitan Islam makin di depan mata. Sebagaimana Rasulullah saw. meniti jalan dakwahnya. Ujian dakwah yang beliau hadapi makin berat, tetapi beliau meyakini kemenangan Islam akan segera datang dengan izin Allah.

Itu pula yang harus dijadikan teladan oleh umat Islam saat ini. Umat harus yakin kemenangan itu akan segera datang. Ikhtiar perjuangan harus makin dimasifkan untuk melayakkan diri meraih pertolongan Allah.

Perjuangan mengembalikan kehidupan Islam merupakan kerja besar dan tidak mudah. Maka, haruslah mengikuti perintah Allah Swt..

Untuk mewujudkannya, dibutuhkan jemaah yang terorganisir, aktivitas jemaah yang menyeru pada Islam (amar makruf nahi mungkar) sebagaimana tuntunan Rasulullah Saw..

Harus ada partai politik (parpol) Islam ideologis yang konsep parpolnya berdasarkan akidah Islam dan bermuara pada tegaknya Khilafah.

Umat harus menyadari, saat ini sedang terjadi perang pemikiran melawan pemikiran kufur. Oleh sebab itu, aktivitasnya haruslah amal siyasi (kerja politik).

Aplikasi kerja politik ini dilakukan seluruh komponen umat Islam, baik ulama, mubalig/mubaligah, pakar, mahasiswa, dan pelajar.

Umat harus sadar bahwa kapitalisme demokrasi adalah penyebab makin jauhnya umat dari aturan Allah dan makin terpuruknya kehidupan. Jangan mau lagi umat “dikibuli” demokrasi.

Umat harus fokus pada tujuan, singkirkan hambatan berupa perbedaan yang ada. Umat harus sama-sama menyikapi musuh dan arah perjuangan, menyadari musuh itu adalah pemikiran dan ideologi kufur.

Umat harus fokus membangun kekuatan bersama dan mengutamakan ukhuwah islamiah, tidak terjebak dengan ikhtiar pragmatis—semisal masuk parlemen—yang akhirnya disibukkan mencari kursi.

Insyaaallah, dengan izin Allah, ketika umat Islam di suatu negeri sudah bersatu dengan visi politik perjuangan ini, wilayah itu akan menjadi cikal bakal tegaknya Khilafah sebagaimana wilayah Madinah pada masa Rasulullah.

Dari wilayah itulah dakwah ke seluruh penjuru dunia disebarkan oleh negara Khilafah, sekaligus merealisasikan janji Allah bahwa Islam menjadi rahmat bagi seluruh alam. Insyaallah. [MNews/Gz]


Klik >>  #100TahunTanpaKhilafah


 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *