Sirah Nabawiyah

[Sirah Nabawiyah] Pengepungan Thaif

Oleh: Nabila Ummu Anas

MuslimahNews.com, SIRAH NABAWIYAH — Kelompok orang yang berhasil melarikan diri dari medan perang Hunain kemudian mencari perlindungan ke Thaif. Thaif menjadi tempat perkemahan dan berkumpulnya semua orang yang melarikan diri dari perang Hunain. Malik bin ‘Auf An Nashri, komandan tertinggi Hawazinh di perang Hunain juga berlindung di dalam benteng kota Thaif.

Thaif, Kota dengan Benteng yang Kokoh

Thaif bagi Bani Tsaqif adalah kota yang dilindungi dengan benteng-benteng yang kokoh. Penduduknya mempunyai pengetahuan perang untuk menghadapi kepungan musuh.

Mereka memiliki kekayaan alam yang melimpah. Di samping itu, Bani Tsaqif menguasai teknik melempar panah dan tombak dengan baik.

Pasukan Muslim Menuju Thaif

Rasulullah Saw. beranjak ke Tha’if seusai dari perang Hunain dan setelah rampung mengumpulkan harta rampasan perang dan para tawanan di Ji’ranah. Khalid bin Walid berangkat lebih dahulu ke sana bersama 1.000 prajurit, kemudian Rasulullah Saw. menyusulnya dan melanjutkan perjalanan hingga tiba di Tha’if.

Rasulullah Saw. berhenti tak jauh dari benteng mereka dan berkemah di sana. Kemudian beliau memerintahkan untuk mengepung benteng tersebut.

Pengepungan ini berjalan cukup lama. Dalam riwayat Muslim dari Anas, tempo pengepungan ini selama 40 hari. Pada awal pengepungan, orang-orang muslim mendapatkan serangan lembing dan anak panah secara gencar.

Di antara kaum muslimin banyak yang terbunuh. Tidak mudah bagi pasukan kaum muslimin untuk menembus pertahanan musuh.

Kokohnya Pertahanan Bani Tsaqif

Kesulitan ini memaksa pasukan muslim mengalihkan markas ke tempat yang lebih tinggi, tepatnya di tempat didirikannya masjid Tha’if saat ini. Mereka pun bermarkas di sana.

Nabi Saw. meminta bantuan kepada Bani Daus untuk melempari Thaif dengan manjaniq (pelontar batu). Mereka juga mengirimkan senjata dababah (pendobrak pintu benteng).

Pasukan muslim memasang manjanik ke arah penduduk Tha’if di dalam benteng dan melontarkan peluru-peluru batu, hingga dapat merontokkan sebagian dinding benteng dan beberapa prajurit muslim masuk ke dalam benteng lewat dinding yang sudah terlubangi itu.

Mereka masuk ke arah pagar benteng untuk membakarnya. Tetapi musuh melontarkan besi yang sudah dibakar api.

Mereka juga melakukan serangan anak panah ke arah pasukan muslim yang masuk ke dalam benteng dan membakar dababah mereka. Sehingga dapat membunuh sebagian pasukan muslim yang telah masuk ke dalam benteng.

Potongan-potongan besi panas itulah yang membahayakan kaum muslim sehingga mereka lari menjauh. Sementara Bani Tsaqif masih terus melempari pasukan muslim dengan panah dan membunuhnya.

Siasat Baru Penaklukan Bani Tsaqif

Kegagalan ini memaksa kaum muslim menggunakan siasat baru. Sebagai bagian dari siasat perang, Rasulullah Saw. memerintahkan untuk menebangi pohon anggur dan membakarnya.

Karena cukup banyak pohon anggur ditebangi, pihak musuh dari Tha’if memohon atas nama Allah agar penebangan itu dihentikan. Beliau mengabulkan permohonan mereka. Lalu beliau berseru, ”Siapa pun yang mau turun dari benteng dan datang ke sini, maka dia bebas.”

Ada 20 orang turun dari benteng dan mendatangi pasukan Muslim. Beliau membebaskannya dan setiap orang di antara mereka diserahkan kepada seorang muslim untuk diberi makan.

Setelah pengepungan berjalan sekian lama dan benteng tidak mudah ditaklukkan begitu saja, sementara musuh masih bisa bertahan di dalam benteng dalam waktu lama, maka Rasulullah Saw. meminta pendapat Naufal bin Mu’awiyyah Ad-Dili. Dia berkata, ”Mereka adalah rubah di dalam lubang. Jika engkau tetap mengepung mereka, maka mereka pun tidak akan berbahaya.

Rasulullah Saw. bermaksud hendak meninggalkan benteng dan pergi kembali ke Makkah. Beliau Saw. memerintahkan Umar bin Al-Khaththab mengumumkan kepada orang-orang, ”Insya Allah besok kita akan pergi.”

Tetapi ada di antara mereka yang keberatan dengan rencana ini. Mereka berkata, ”Maka kita pergi begitu saja dan tidak menaklukkannya?”. “Kalau begitu serbulah mereka!” sabda Rasulullah Saw.

Tetapi justru serbuan yang mereka lakukan mengakibatkan banyak orang terluka, karena benteng musuh memang cukup kuat. Maka Beliau Saw. bersabda, “Insya Allah besok kita akan pergi.

Perintah ini justru membuat mereka merasa tenang. Karena itu mereka pergi meninggalkan Thaif untuk kembali ke Makkah. Rasulullah Saw. bersabda, ”Ucapkanlah, ’Kami pasrah, bertobat, menyembah dan kepada Rabb kami memuji.”

Ada yang berkata, ”Wahai Rasulullah, berdoalah bagi kemalangan Tsaqif.” Maka Beliau Saw bersabda,”Ya Allah, berikanlah petunjuk bagi penduduk Tsaqif dan limpahilah mereka.”

Malik bin ‘Auf Masuk Islam

Ketika bulan haram telah tiba, bulan Zulqaidah, Rasulullah Saw. memutuskan kembali dari Thaif menuju Makkah dan singgah di Ji’ranah. Ji’ranah adalah tempat penyimpanan ghanimah dan tawanan perang Hunain.

Malik bin Auf an-Nashri menemui Rasulullah Saw. di Ji’ranah, untuk menagih janji Beliau Saw. Rasulullah Saw. berjanji kepadanya, jika Malik datang kepada beliau dalam keadaan muslim, Rasulullah Saw. akan mengembalikan harta dan keluarganya serta menambahnya dengan 100 ekor unta. Malik pun datang menyatakan keislamannya dan mengambil apa yang telah Rasulullah Saw. janjikan kepadanya.

Rasulullah Saw mengangkat Malik bin ‘Auf An Nashri sebagai pemimpin orang-orang dari kaumnya yang telah masuk Islam. Kabilah dari kaumnya yang telah masuk Islam adalah Tsumamah, Silmah dan Fahm.

Bersama mereka itu Malik bin ‘Auf memerangi orang=orang Tsaqif. Setiap kali hewan ternak orang-orang Tsaqif terlihat olehnya, ia menyerangnya. Akhirnya Malik bin ‘Auf  berhasil mempersempit ruang gerak Bani Tsaqif. [MNews/Gz]

Disarikan dari:

  1. Sirah Nabawiyah,Syaikh Shafiyyur Rahman AlMubarakfury, Pustaka AlKautsar
  2. Sirah Nabawiyah, Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw., Prof. Dr. Muh. Rawwas Qol’ahji. Al AzharPress

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *