Pendidikan Vokasi: Konstruksi Generasi ala Sekuler Membonsai Potensi Generasi
Oleh: Asfiyah Husna Chasnan (Staf Pengajar SMK)
MuslimahNews.com, Analisis — Saat ini, pendidikan vokasi menjadi primadona kebijakan Kemendikbud berkaitan dengan dunia pendidikan. Pendidikan vokasi tidak hanya menyasar pendidikan menengah SMK, tapi juga Pendidikan Tinggi.
Terdapat 40 Politeknik dan 12 Unista Vokasi (data per 15/1/2021) yang tahun ini bergabung dalam seleksi LTMPT. Sebanyak 315 program studi sarjana terapan (D4) yang dapat diambil calon mahasiswa baru, dengan perincian 298 prodi di Politeknik Negeri dan 53 prodi di UNISTA (Universitas, Institut, Sekolah Tinggi dan Akademi). Dari jumlah tersebut, 246 kelompok Prodi Saintek dan 105 Prodi Soshum.
“Ini merupakan sebuah kesempatan yang harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya di tengah upaya perguruan tinggi vokasi yang bersinergi bersama dunia industri dan dunia kerja agar ke depannya dapat mencetak sumber daya manusia yang unggul dan berdaya serap tinggi di industri,” ujar Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi (Ditjen Vokasi) Wikan Sakarinto Sakarinto. (menara62tv, 15 Januari 2021).
Ditjen Vokasi Kemendikbud telah melakukan penyesuaian kurikulum SMK dalam rangka mendukung program link and match.
Menurut Wikan, pada Sabtu (9/1/2021), ada lima aspek perubahan yang dibuat untuk memajukan pendidikan vokasi tersebut.
Pertama, mata pelajaran yang bersifat akademik dan teori akan dikontekstualisasikan menjadi vokasional. Kedua, magang atau praktik kerja industri (prakerin) minimal satu semester atau lebih. Ketiga, terdapat mata pelajaran project base learning dan ide kreatif kewirausahaan selama tiga semester.
Keempat, SMK akan menyediakan mata pelajaran pilihan selama tiga semester, misalnya siswa jurusan teknik mesin dapat mengambil mata pelajaran pilihan marketing. Terakhir, kelima, terdapat co-curricular wajib di tiap semester, misalnya membangun desa dan pengabdian masyarakat.
Target Utama Pendidikan Vokasi
Jika kita amati, akan tampak jelas tanpa kesamaran sama sekali, target utama pendidikan vokasi adalah menyiapkan siswa masuk dunia kerja dan dunia industri.
Sekilas mungkin orang akan berpikir, ini merupakan solusi mengurangi angka pengangguran di Indonesia. Tidak terbesit dalam benak sebagian besar orang kalau pendidikan vokasi ini justru menjadikan anak negeri ini menjadi “buruh” di negeri sendiri. Dua hal ini akan kami paparkan berikut ini:
Berkaitan dengan mengurangi angka pengangguran, faktanya ternyata pengangguran SMK penyumbang terbesar angka pengangguran. Kepala Badan Perencanaan dan Pengembangan (Kabarenbang) Kemnaker Tri Retno Isnaningsih menyebutkan, tingkat pengangguran terbuka di Indonesia sebesar 8,49%.
TPT-nya paling tinggi adalah pada level SMK (8,49%). Ini juga suatu permasalahan khusus di mana TPT SMK ternyata malah menduduki peringkat tertinggi di Indonesia. (Webinar YouTube Kementerian Ketenagakerjaan, detikfinance, 14 Juli 2020)
Berkaitan dengan mencetak tenaga “buruh”, menjadi wajar karena target lulusannya adalah memenuhi kepentingan dunia usaha dan industri. Untuk lulusan vokasi, ketika lulus, kebanyakan—walaupun tidak semuanya—pilihan kerjanya adalah pegawai. Misalnya, siswa jurusan mesin, maka pilihan kerja adalah mekanik dan reparasi, jurusan DKV sebagai desain grafis, dan lain-lain.
Kalau untuk vokasi PT, bidang kerjanya juga sesuai dengan jurusannya. Misalnya ada yang menjadi penyiar radio, reporter, event organizer, staf administrasi, atau yang lainya.
Intinya, mereka diharap memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja, dunia usaha, dan industri yang lebih banyak dimainkan korporasi.
Kurikulum pendidikan vokasi yang disusun juga mengikuti kepentingan pasar tenaga kerja, dunia usaha, dan industri yang lebih banyak dimainkan korporasi. Alhasil, standardisasi pun mengikuti sudut pandang pelaku usaha dan industri dalam sistem sekuler.
Membonsai Potensi Generasi
Kurikulum pesanan para korporasi ini sangat berbahaya karena bisa membonsai potensi generasi kita. Generasi muda yang seharusnya dibentuk menjadi generasi yang berkepribadian mulia dan ahli di berbagai bidang kehidupan, akhirnya hanya diarahkan untuk menjadi tenaga terampil yang siap kerja (hal ini pun kadang belum terbentuk).
Jika ingin menjadi negara maju, seharusnya negeri kita ini menyusun kurikulum yang bisa menciptakan generasi yang berkepribadian mulia dan ahli/pakar di berbagai bidang kehidupan, yang bisa membawa bangsa ini menjadi bangsa yang maju dan terdepan, bukan sekadar generasi yang siap memenuhi kepentingan dunia usaha dan industri milik korporasi.
Pendidikan dalam asuhan kapitalis sekuler memang menegasikan hakikat pendidikan dalam kehidupan manusia. Seharusnya, pendidikan bukan sekadar mencetak tenaga kerja. Namun, yang lebih utama adalah membentuk kepribadian mulia.
Keilmuan yang dimilikinya tidak hanya untuk mengisi pasar kerja. Generasi semestinya didorong sebagai pembangun peradaban. Harusnya pendidikan bisa menciptakan manusia yang paripurna, berkepribadian mulia, menguasai sains dan teknologi, serta menguasai keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan di masyarakat.
Yang terpenting, kemampuan yang dimiliki, termasuk kemampuan menciptakan teknologi dan inovasi digunakan untuk kepentingan umat manusia.
Paradigma pendidikan ala kapitalis sekuler ini juga rawan disalahgunakan pihak-pihak yang menginginkan keuntungan sendiri. Yang menuai untung tentunya para korporasi (pengusaha). Sedangkan masyarakat luas tidak banyak mendapatkan manfaat dari mereka.
Padahal, seharusnya pendidikan vokasi diselenggarakan untuk menghasilkan praktisi atau teknisi yang terampil bagi kemajuan masyarakat umum, bukan hanya untuk para konglomerat.
Ubah dari Asasnya
Penyelenggaraan pendidikan vokasi kapitalis sekuler tersebut harus diubah dari asasnya. Islam, memiliki sistem pendidikan vokasi yang sangat andal. Paradigma pendidikan disusun mengikuti asas Islam, bahwa pendidikan apa pun (termasuk vokasi) ditujukan bagi kemaslahatan manusia umumnya, bukan sekelompok orang (korporasi).
Bila negara memiliki komitmen mewujudkan kemandirian negara, mestinya menjadikan lembaga pendidikan memiliki visi jangka panjang.
Visi sebagai pelaku ekonomi makro, tidak sebatas mikro. Bukan hanya diberi skill, namun juga dibekali karakter sebagai pemimpin. Memimpin negeri ini dengan mengelola sumber daya alam secara mandiri.
Sayangnya, kapitalisme telah menggerus visi besar yang semestinya dimiliki sebuah negara. Pendidikan pun minus visi. Dampak buruk dari kebijakan pendidikan yang mengarahkan lulusannya “hanya tahu bagaimana menjadi mesin uang” adalah hilangnya karakter sebagai pelopor peradaban.
Efeknya, negara tak mampu berdikari, bergantung pada belas kasih bantuan negara lain. Bos industri tetap kapitalis. Sementara anak negeri, paling mentok hanya sebagai karyawan atau buruh para kapitalis.
Kurikulum pendidikan vokasi dalam Islam disusun untuk membekali lulusannya dengan keterampilan dan teknik yang dibutuhkan masyarakat. Perkembangan teknologi akan disikapi sebagai sesuatu yang dibutuhkan masyarakat, bukan sekadar kemajuan yang bernilai materi.
Oleh karenanya, kurikulum akan menyesuaikan terhadap kebutuhan manusia, bukan keinginan dan kehendak pihak korporasi yang selama ini menciptakan pasar bagi produksi-produksinya.
Semua itu tentu dapat terwujud jika sistem ekonomi dan politik dalam negara juga diselenggarakan sesuai Islam. Negara tidak akan membiarkan sekelompok orang menarik keuntungan sepihak.
Politik Islam juga tidak akan membiarkan negara dalam keadaan lemah. Penguasaan teknologi yang diaplikasikan dalam pendidikan vokasi akan menghasilkan lulusan terampil bagi kepentingan negara.
Untuk itu, sistem pendidikan vokasi Islam harus dijalankan dalam bingkai negara yang menerapkan hukum Islam secara kafah, Negara Khilafah. [MNews/Gz]
Vokasi saat ini lebih banyak menghasilkan ‘pembantu’, membantu asing dan aseng mengeruk negri ini. Semua akan terkelola dengan baik hanya ketika sistem Islam diterapkan dalam kehidupan
Kurikulum vokasi ala kapitalis hanya akan mengokohkan cengkeraman negara2 penjajah atas negri lndonesia+menjauhkan dari potensi pemimpin peradapan yg seharusnya dimiliki ol generasi muslim
Ada Sistem yg lebih baik dari sistem kapitalisme yg hanya memikirkan materi untung Dan rugi buatan manusia yg lemah Sedangkan Sistem Islam menyeluruh yg dari Allah malah dicampakkan. Pertanyaanx Apakah Sistem buatan Manusia bisa disandingkan dengan Sitem Allah? Tentu tidak So?
#UdahKembaliKeIslamAja
#BuatApaMempertahankanSistemYgSudahBemar2Rusak