Opini

APBN Khilafah Antiutang dan Pajak

Oleh: Kanti Rahmillah, M.Si.

MuslimahNews.com, OPINI — Pandemi telah memperparah kondisi ekonomi yang memang sudah terpuruk. Semua ini akibat diterapkannya sistem ekonomi kapitalisme yang berbasis riba dan dicampakkannya sistem ekonomi Islam berbasis syariat.

Sistem keuangan yang seharusnya mampu menjadi solusi atas kondisi extraordinary ini, nyatanya malah semakin oleng dan menambah permasalahan baru. Defisitnya anggaran dan kontraksi yang tajam menjadi alasan kuat bagi Indonesia untuk kembali menutupnya dengan utang.

Utang Luar Negeri (ULN) yang tadinya berada pada level di bawah Rp1000 triliun, kini nyaris menyentuh Rp6000 triliun per Oktober 2020. Tak heran jika Bank Dunia memasukkan Indonesia sebagai 10 besar negara berpendapatan rendah dan menengah, yang memiliki utang luar negeri terbesar pada tahun ini. (republika.co.id, 27/12/2020)

Pemerintah beralasan mengambil utang agar tidak terjadi damage, yaitu kerusakan yang diakibatkan pemangkasan pengeluaran untuk pendidikan, kesehatan, gaji pegawai, dll. Nyatanya, pengambilan utang semakin tinggi, pemangkasan di sektor krusial pun tetap terjadi, bahkan korupsi semakin menjadi. Artinya, utang bertambah pun, manfaatnya tidak sampai pada rakyat.

Mengapa APBN negeri ini penuh polemik? Bagaimana Islam menjadikan APBN sebagai solusi terhadap karut-marutnya perekonomian?

APBN Sistem Kapitalisme Bertumpu pada Pajak dan Utang

APBN adalah suatu daftar atau penjelasan terperinci mengenai penerimaan dan pengeluaran negara dalam jangka waktu satu tahun yang ditetapkan dengan undang-undang, serta dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

APBN terdiri atas pertama, anggaran pendapatan yang meliputi penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak, dan hibah. Kedua, anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan pusat dan pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.

Ketiga, pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

Secara garis besar, penerimaan negara terbagi dua, yaitu penerimaan dalam negeri dan penerimaan pembangunan. Pos penerimaan pembangunan adalah aliran pemasukan yang berasal dari utang luar negeri, baik berupa bantuan proyek maupun bantuan program. Adapun pos penerimaan dalam negeri sebagian besar dari pajak.

Pada 2019, penerimaan pajak tercatat sebesar 82,5 persen dari total pendapatan negara. Artinya, segala ongkos yang dibutuhkan pemerintah untuk menjalankan roda pemerintahan dan menyediakan akses layanan dasar bagi masyarakat, sangat bergantung pada penerimaan pajak. Beginilah sistem zalim yang selalu saja membebani rakyat.

Sedangkan penerimaan pajak pemerintah selalu lebih kecil dibandingkan dengan pengeluaran pemerintah dalam setiap tahunnya. Maka dari itu, walaupun dalam GBHN Pemerintah menerapkan prinsip APBN berimbang (balanced budget), praktiknya selalu defisit dan menambalnya dengan utang. Itu artinya, mustahil APBN tanpa utang di sistem saat ini.

Akhirnya, utang menjadi skema rutin dalam pembangunan. Inilah yang dinamakan “jebakan utang”. Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya terjebak debitur multilateral atau unilateral.

Hal demikian berbahaya lantaran ketergantungan negara pengutang kepada negara makmur yang memberikan pinjaman akan semakin besar.

Ketergantungan yang tinggi akan menghilangkan independensi atas kebijakan yang diterapkan. Kebijakan yang dibuat pemerintah bisa disetir negara makmur.

Alhasil, kepentingan korporasi adalah yang utama dalam setiap keputusan yang tentunya semua itu akan bermuara pada kesengsaraan umat. Maka, tujuan dibuatnya APBN untuk kemakmuran rakyat hanya ilusi dalam sistem demokrasi.

APBN Khilafah Antiutang dan Pajak

APBN dalam sistem pemerintahan Khilafah disebut Baitulmal, sebuah pos yang mengatur semua pemasukan dan pengeluaran negara yang jauh berbeda secara diametral dengan APBN dalam sistem demokrasi saat ini.

Setidaknya ada tiga hal yang membuat Baitulmal stabil dan kuat. Pertama, sumber Baitulmal banyak dan tidak sama sekali membebankan pada pajak dan utang. Kedua, pengaturan alokasi pengeluaran pun sudah jelas. Setiap jenis pengeluaran memiliki alokasi sumber pendanaannya.

Ketiga, penyusunannya tidak dilakukan tahunan, melainkan dilakukan sepanjang waktu sesuai alokasi yang diatur syariat. Sehingga, menghabiskan anggaran di akhir tahun tidak akan terjadi dalam sistem keuangan Baitulmal.

Dalam kitab Al Amwal, karya Abdul Qadim Zallum, Baitulmal terdiri dari dua bagian pokok. Pertama, berkaitan dengan harta yang masuk ke Baitulmal dan seluruh jenis harta yang menjadi sumber pemasukannya. Kedua, berkaitan dengan harta yang dibelanjakan dan seluruh jenis harta yang harus dibelanjakan.

Pendapatan Negara

Hal terkait harta yang masuk atau pendapatan terbagi menjadi tiga pos sesuai dengan jenis hartanya.

Pertama, bagian fa’i dan kharaj. Bagian ini menjadi tempat penyimpanan dan pengaturan arsip-arsip pendapatan negara. Meliputi harta yang tergolong fa’i bagi seluruh kaum muslim dan pemasukan dari sektor pajak (dharibah) yang diwajibkan bagi kaum muslim tatkala sumber-sumber pemasukan Baitulmal tidak mencukupi.

Bagian fa’i dan kharaj tersusun dari beberapa seksi sesuai dengan harta yang masuk dan jenis harta tersebut, yaitu; pertama, seksi ghanimah mencakup ghanimah, anfal, fa’i, dan khumus. Kedua, seksi kharaj. Ketiga, seksi status tanah. Keempat, seksi jizyah. Kelima, seksi fa’i. Keenam, pajak (dharibah).

Perlu diketahui, dharibah atau pajak dalam Islam berbeda jauh dengan pajak dalam sistem demokrasi. Selain menjadi tumpuan APBN dan pajak, dalam sistem ini dibebankan pada seluruh warganya.

Sedangkan pajak dalam Islam hanya diberlakukan pada kaum muslim yang kaya saja. Pengambilannya bersifat temporal. Jika kondisi Baitulmal telah stabil, pemungutan pajak pun dihentikan.

Kedua, bagian pemilikan umum. Bagian ini menjadi tempat penyimpanan dan pencatatan harta milik umum. Juga berfungsi sebagai pengkaji, pencari, pengambil, pemasaran, pemasukan dan yang membelanjakan dan menerima harta-harta milik umum. Tidak boleh bercampur dengan harta lain, karena harta tersebut milik seluruh kaum muslim.

Adapun bagian pemilikan umum dibagi menjadi beberapa seksi berdasarkan jenis harta pemilikan umum, yaitu; seksi minyak dan gas, seksi listrik, seksi pertambangan, seksi laut, sungai, perairan dan mata air, seksi hutan, dan padang (rumput) gembalaan. Dan seksi aset-aset yang diproteksi negara untuk keperluan khusus.

Negara tidak boleh memberikannya pada swasta apalagi asing. Negara hanya berhak mengelola dan hasilnya diperuntukkan bagi kemaslahatan umat sepenuhnya. Bisa dalam bentuk biaya kesehatan, biaya pendidikan, dll.

Ketiga, bagian sedekah. Bagian ini menjadi tempat penyimpanan harta-harta zakat seperti zakat uang dan perdagangan, zakat pertanian dan buah-buahan, zakat ternak unta, sapi, dan kambing. Pos ini hanya didistribusikan pada delapan asnaf tidak boleh untuk selainnya, sesuai firman Allah SWT surat at-Taubah ayat 60.

Belanja Negara

Pos ini adalah apa-apa yang harus dibelanjakan Baitulmal untuk keperluan yang mencakup pembiayaan bagian-bagian Baitulmal itu sendiri. Terbagi menjadi beberapa seksi dan biro, yaitu seksi dar al Khilafah, seksi mashalih ad-daulah dan seksi santunan, semuanya memperoleh subsidi dari badan fa’i dan kharaj.

Seksi jihad yang meliputi biro pasukan, biro persenjataan dan biro industri militer dibiayai seluruh bagian dari Baitulmal. Seksi penyimpanan harta zakat dibiayai dari pendapatan seksi zakat. Seksi penyimpanan harta kepemilikan umum dibiayai dari pendapatan kepemilikan umum berdasarkan tabanni Khalifah.

Seksi urusan darurat/bencana alam dibiayai dari fa’i dan kharaj serta dari harta kepemilikan umum. Jika kedua pos tersebut kosong, maka kebutuhannya dibiayai dari harta kaum muslim berupa sumbangan sukarela dan dharibah. Terakhir, seksi anggaran belanja negara (al Muwazanah al-ammah), pengendali Umum (al Muhasabah al-ammah) dan badan pengawas (al muraqabah) dibiayai dari fa’i dan kharaj.

Inilah pos-pos pendapatan dan belanja dalam Baitulmal. Pendanaannya yang bebas utang akan menjadikan seluruh kebijakannya independen. Ditambah dengan karakter penguasa yang amanah, akan mampu menetapkan kebijakan yang adil dan pro rakyat.

Begitu pun pendanaan yang tidak bertumpu pada pajak, akan meringankan beban rakyat. ditambah fungsi pemerintah sebagai penjamin kebutuhan umat, akan mampu menciptakan masyarakat yang makmur dan sejahtera. Sungguh, semua ini akan bisa terwujud jika sistem pemerintahan negeri ini berlandaskan syariat, yaitu Khilafah. [MNews/Gz]

One thought on “APBN Khilafah Antiutang dan Pajak

  • Islam rahmatan Lil alamin

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *