MIY: “Revolusi Akhlak” Melalui Penerapan Islam Kaffah, agar Hidup Berkah
MuslimahNews.com, NASIONAL – Cendekiawan muslim, Ustaz Muhammad Ismail Yusanto (MIY) menyatakan revolusi akhlak harus didasari revolusi akidah yang berpengaruh terhadap cara pandang terhadap dunia atau world of view.
“Memberi jawaban tuntas atas tiga pertanyaan mendasar. Dari mana kita berasal? Untuk apa kita hidup? Dan mau ke mana akan kembali?” ujarnya pada Sabtu (14/11/2020) dalam FGD #13 Pusat Kajian dan Analisis Data: “Revolusi Akhlak, Apa dan Bagaimana?”
Ustaz Ismail menguraikan, manusia diciptakan Allah untuk beribadah yaitu taat kepada Allah dan pasti akan kembali kepada Allah. Karena hidup di dunia sungguh sangat sementara. Rasulullah bersabda, “…Tidaklah aku di dunia ini kecuali hanyalah seperti pengendara yang bernaung di bawah pohon lalu pergi meninggalkannya.” (HR At-Tirmidzi).
Ustaz Ismail menjelaskan istirahat di bawah pohon itulah kehidupan dunia. Yang dibandingkan dengan akhirat akan tampak satu hari di akhirat bagai seribu tahun di dunia. Oleh sebab itu, jika hidup di dunia ini sangat sebentar, pastilah ada sesuatu yang penting yang harus dipersiapkan manusia untuk menyongsong kehidupan di akhirat yang kekal.
Allah berfirman,“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” (QS Al-Baqarah: 197).
Jadi, lanjutnya, takwa inilah yang menjadi pusat perhatian. Seluruh waktu, tenaga, bahkan hidup kita ini tertuju untuk takwa yaitu melaksanakan seluruh kewajiban dan meninggalkan seluruh keharaman yang ditetapkan Allah.
Ustaz Ismail memaparkan alasan mengapa harus takwa. Pertama, takwa inilah yang menentukan posisi kita di hadapan Allah. Bukan kekayaan, ilmu, atau kecakapannya melainkan hanya takwa. “Karena itu semestinya segala yang kita punya diarahkan ke sana (takwa –red), bukan sebaliknya,” tuturnya.
Beliau juga menerangkan, ada orang yang ingin meraih apa yang diinginkan dengan melakukan apa pun, termasuk mengorbankan takwa. Teori seorang politikus Machiavelli, yang banyak dikecam karena menghalalkan segala cara, mengatakan hukum itu boleh ditegakkan sepanjang hukum itu melanggengkan kekuasaan.
“Apa yang terjadi saat ini sedang mempraktikkan apa yang disarankan Machiavelli. Jadi Machiavelli banyak dikecam, tapi banyak dipraktikkan. Mengabaikan takwa bahkan menjual takwa untuk meraih kekuasaan, harta, jabatan, dan lainnya,” jelasnya prihatin.
Kedua, takwa juga yang memastikan di mana manusia hidup di akhirat. Hanya ada dua kemungkinan, menjadi bagian ashab al-yamin/ashab al-jannah atau ashab asy-syimal/ashab an-nar.
“Tidak ada golongan ketiga. Pasti hanya yang betul-betul bertakwa saja yang akan menjadi ashab al-jannah,” tegasnya.
Ketiga, takwa yang akan membawa hidup menjadi berkah. Jika Allah ditaati maka Allah menjadi rida. Jika Allah rida, Allah akan berikan berkah. Untuk itu, takwa adalah kunci keberkahan, sedangkan berkah adalah bertambahnya kebaikan.
Ustaz Ismail menegaskan ketika kita membawa diri, keluarga, dan masyarakat untuk mewujudkan sebenar-benar takwa, itu bukan urusan kita saja. Salah besar jika ada yang mengatakan urusan beragama adalah urusan pribadi. Karena takwa pulalah yang menjadi kunci keberkahan bagi negeri.
Hal ini dalam rangka mewujudkan negara yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Sebagaimana firman Allah, “Andai suatu penduduk negeri itu beriman dan bertakwa maka Allah akan limpahkan kebaikan itu dari langit dan bumi.” (QS Al-A’raf: 96).
“Revolusi akhlak harus diletakkan sebagai bagian takwa kepada Allah SWT. Karena akhlak mulia itu adalah ketaatan kepada Allah. Akhlak merupakan bagian dari hukum syara’. Jadi berakhlakul karimah sebagai bagian takwa ini akan membawa pada masyarakat, bangsa, dan negara yang berkah,” tandasnya.
Masalahnya, tambah Ustaz Ismail, saat kita ingin menjadi muslim yang sebaik-baiknya, masyarakat menjadi masyarakat yang bertakwa, kita berhadapan dengan penguasa yang tidak sepenuhnya rida dengan apa yang dicita-citakan. Di sinilah ditemukan relevansi perlunya perjuangan.
“Karena niat, tujuan, dan konsepsi yang baik ternyata tidak cukup pada saat berhadapan dengan orang-orang yang world of view yang berbeda. Ketika kita mendasarkan pada keimanan, mereka tidak. Ketika ingin mendasarkan pada yang bersumber dari wahyu, mereka justru tidak menginginkannya,” kritiknya.
Rasulullah bersabda dalam HR Thabrani, “Sesungguhnya roda Islam terus berputar, maka hendaklah kalian berputar bersama kitab Allah ke mana pun ia berputar. Ketahuilah, sesungguhnya Al-Qur’an akan berpisah dengan kekuasaan, maka janganlah kalian memisahkan diri dari Al-Qur’an. Ketahuilah, sesungguhnya akan datang kepada kalian para penguasa yang memutuskan perkara untuk kepentingan diri mereka sendiri dan tidak memutuskannya untuk kepentingan kalian.”
Menurut Ustaz Ismail, ketika membaca pesan Rasulullah ini, tepat sekali dengan kondisi sekarang. Seperti UU Minerba, UU Ciptaker, adalah UU untuk mereka, bukan untuk kita (rakyat, red.). Kalau untuk rakyat, pasti tidak akan ada penolakan besar.
Oleh karena itu beliau menegaskan, revolusi akhlak harus melalui revolusi akidah. Hidup untuk mewujudkan diri, keluarga, bangsa dan negara yang taat kepada Allah. Dan tidak ada keberkahan dari Allah kecuali keberkahan yang tidak ada batasnya.
Menurutnya, andai negeri kita dapat melaksanakan iman dan takwa yang sebenar-benarnya, maka situasi buruk yang dialami seperti saat ini tidak akan terjadi. Kalaupun ada persoalan, dapat cepat diselesaikan sebaik-baiknya. Tidak seperti sekarang, jika ada persoalan bukannya selesai justru timbul persoalan baru, begitu seterusnya seperti benang kusut yang tidak bisa diurai dengan mudah.
“Maka, perjuangan ini menjadi titik penting. Menghadapi berbagai kerusakan akibat kerusakan cara pandang, kelemahan iman, kelemahan tsaqafah, dan kelemahan semangat dalam perjuangan untuk kembali kepada apa yang ditetapkan Allah SWT,” jelasnya.
Dengan optimis, Ustaz Ismail menegaskan jika kita dapat terus memelihara semangat itu untuk membawa bangsa dan negara yang mayoritas muslim ini kepada takwa, akan didapati masa depan yang lebih baik.
“Untuk meraih berkah Allah dengan keimanan dan ketakwaan yang sebenar-benarnya, yaitu melalui penerapan syariat Islam secara kaffah,” pungkasnya. [MNews/Ruh-G]