Tafsir Alquran

Ragam Wajah Manusia di Akhirat (Tafsir Al-Qur’an Surah al-Qiyamah [75]: 20-25) Bagian 1/2

Oleh: K.H. Rokhmat S. Labib

Muslimah News.com, TAFSIR AL-QUR’AN – Allah SWT berfirman,

كَلَّا بَلۡ تُحِبُّونَ ٱلۡعَاجِلَةَ  ٢٠ وَتَذَرُونَ ٱلۡأٓخِرَةَ  ٢١ وُجُوهٞ يَوۡمَئِذٖ نَّاضِرَةٌ  ٢٢ إِلَىٰ رَبِّهَا نَاظِرَةٞ  ٢٣ وَوُجُوهٞ يَوۡمَئِذِۢ بَاسِرَةٞ  ٢٤ تَظُنُّ أَن يُفۡعَلَ بِهَا فَاقِرَةٞ  ٢٥

“Sekali-kali janganlah demikian. Sebenarnya kalian mencintai kehidupan dunia dan meninggalkan (kehidupan) akhirat. Wajah-wajah (kaum Mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka meliha. Wajah-wajah (kaum kafir) pada hari itu muram. Mereka yakin akan ditimpakan kepada mereka malapetaka yang amat dahsyat.”  (QS al-Qiyamah [75]: 20-25)

 Tafsir Ayat

Allah SWT berfirman, Kallâ bal tuhibbûna al-‘âjilah (Sekali-kali janganlah demikian. Sebenarnya kalian mencintai kehidupan dunia). Ayat ini diawali dengan kata kallâ (sekali-kali janganlah demikian).

Ada yang menafsirkan kata tersebut dengan haqq[an] (benar-benar). Di antaranya adalah al-Khazin.1

Menurut Fakhruddin ar-Razi, itu penafsiran semua mufassir. Maknanya: Kalian benar-benar mencintai kehidupan sekarang dan meninggalkan akhirat. Artinya, sesungguhnya mereka mencintai dunia dan berbuat untuk dunia seraya meninggalkan akhirat dan berpaling dari akhirat.2

Ada pula yang memaknainya sebagai li al-rad’ (penolakan, sanggahan). Menurut asy-Syaukani, kata tersebut bermakna li al-rad’, yakni sebagai penolakan terhadap sikap tergesa-gesa sekaligus dorongan untuk bersikap pelan dan teliti.

Penjelasan senada dinyatakan al-Baidhawi.4 Al-Zamakhsyari juga memaknai kata itu dengan rad’[un] (mencegah) Rasulullah saw. dari kebiasaan tergesa-gesa dan mendorong untuk hati-hati dan waspada.5

Menurut Ibnu ‘Athiyah, kata kallâ di sini ditujukan kepada orang Quraisy. Ayat ini membantah mereka atas perkataan mereka yang menolak syariah. Dengan demikian kata kallâ bermakna: Tidak seperti yang mereka katakan.6

Hal senada juga dikemukakan oleh Abu Bakar al-Jazairi. Menurut al-Jazairi,  kata kallâ di sini bermakna: Urusannya tidak seperti yang kalian sangka bahwa tidak ada kebangkitan dan pembalasan.7

Adapun kata al-‘âjilah (segera, cepat-cepat) merupakan bentuk muannats dari kata al-‘âjil. Artinya, al-waqt al-hâdhir (waktu yang sekarang).8

Baca juga:  Ragam Wajah Manusia di Akhirat (Tafsir Al-Qur’an Surah al-Qiyamah [75]: 20-25) Bagian 2/2

Lawan dari kata al-âjil wa al-âjilah (waktu yang akan datang).9 Dalam konteks ayat ini, yang dimaksud adalah negeri dunia dan kehidupan di dalamnya.10

Kesimpulan tersebut dapat dipahami dari ayat sesudahnya yang mengkontraskan kata al-‘âjilah  dengan kata al-âkhirah (akhirat). Lawan kata akhirat tak lain adalah dunia. Dengan demikian ayat ini menyatakan bahwa kalian mencintai kehidupan dunia.  

Tampak jelas mukhâthab ayat ini telah beralih dari ayat sebelumnya. Dalam ayat sebelumnya, mukhâthab-nya adalah Rasulullah Saw. Dalam ayat ini jelas bukan beliau. Hal ini dapat dipahami dari kata bal  yang mengandung li al-idhrâb.11 

Menurut al-Imam al-Qurthubi dan al-Khazin, mukhâthab atau orang yang diseru ayat ini adalah orang kafir. Al-Qurthubi  berkata, “Namun kalian, wahai orang-orang kafir Makkah, mencintai al-‘âjilah. Artinya, dunia dan kehidupan di dalamnya.”12

Menurut Syihabuddin al-Alusi, khithâb ayat ini bersifat umum untuk semuanya.13 Hal yang sama juga dikatakan Ibnu Jarir al-Thabari.

Menjelaskan ayat ini, mufasir tersebut berkata, Allah SWT berfirman kepada hamba-hamba-Nya yang mengutamakan kehidupan akhirat, “Masalahnya tidak seperti yang kalian katakan, wahai manusia, bahwa kalian tidak akan dibangkitkan setelah kematian dan tidak akan dibalas amal-amal kalian. Akan tetapi, apa yang kalian katakan itu disebabkan oleh kecintaan kalian pada dunia yang sebentar dan kalian lebih mengutamakan syahwat kalian daripada akhirat.”14

Az-Zamakhsyari juga  menyatakan bahwa seolah-olah Allah SWT berfirman: “Justru kalian, wahai anak Adam, karena diciptakan suka tergesa-gesa dan dibuat memiliki watak seperti itu, kalian tergesa-gesa dalam segala sesuatu. Lalu kalian pun mencintai al-‘âjilah (kehidupan yang sekarang).”15

Baca juga:  Dahsyatnya Azab Neraka (Tafsir QS ‘al-Mursalat [77]: 29—34)

Kemudian Allah SWT berfirman: Wa tadzarûna al-âkhirah (dan meninggalkan [kehidupan] akhirat). Jika terhadap dunia mereka sangat cintai, sebaliknya terhadap akhirat mereka justru meninggalkannya. Kata tadzarûna  bermakna tadda’ûna (kamu meninggalkan) akhirat.16

Asy-Syaukani berkata, “Kalian mencintai dunia dan meninggalkan akhirat sehingga tidak beramal untuknya.”17Al-Khazin berkata, “Kalian lebih memilih dunia daripada hari akhir dan beramal untuknya.”18

Menurut Ibnu Katsir ayat ini menerangkan penyebab yang mendorong mereka mendustakan hari kiamat dan menentang Al-Quran. Mufasir tersebut berkata, “Sesungguhnya yang membuat mereka mendustakan hari kiamat dan menentang wahyu yang benar dan Al-Qur’an al-‘Azhim yang diturunkan Allah SWT kepada Rasul-Nya adalah karena ambisi besar mereka terhadap kehidupan dunia yang sekarang dan melalaikan akhirat.”19

Menurut Abu Bakar al-Jazairi, yang menjadikan kalian mendustakan hari kebangkitan dan hari pembalasan adalah kecintaan terhadap kehidupan saat ini, yakni dunia beserta kenikmatan dan kesenangannya. Kalian meninggalkan akhirat, yakni kehidupan akhirat, karena dibebani untuk shalat, puasa dan jihad serta menjauhi berbagai kenikmatan dan kesenangan.20

Setelah menggambarkan kecintaan mereka terhadap kehidupan dunia dan kelalaian mereka terhadap akhirat, kemudian Allah SWT mengingatkan dengan kejadian di akhirat yang mendorong mereka untuk mementingkan akhirat dan memberitakan berbagai keadaan manusia pada saat itu dengan firman-Nya: Wujûh[un] yawmaidzin nâdhirah (wajah-wajah [kaum mukmin] pada hari itu berseri-seri).

Kata yawmaidzin (pada hari itu) dalam ayat ini merujuk pada ayat sebelumnya yang menyebutkan tentang al-âkhirah (akhirat) yang mereka lalaikan. Dengan demikian, sebagaimana dijelaskan para mufassir, maksud dari yawmaidzin (pada hari itu) adalah hari kiamat.21

Baca juga:  [Syarah Hadis] Wanita Penghuni Neraka

Ayat ini memberitakan potret wajah-wajah manusia pada hari itu. Ada wajah-wajah yang digambarkan nâdhirah. Kata tersebut dari kata al-nadhdhârah yang berarti bagus, indah dan segar.22

Pengertian itu pula yang dijelaskan para mufassir tentang makna kata tersebut. Menurut Ibnu Abbas, kata tersebut bermakna al-hasan (bagus). Menurut Ibnu Katsir, maknanya adalah bagus, indah, bercahaya dan gembira.23

Menurut Ibnu Jarir ath-Thabari, makna  nâdhirah adalah hasanah jamîlah min al-na’îm (bagus dan indah karena merasa senang).24 Al-Zajjaj berkata, “Wajah-wajah merasa riang dengan kenikmatan surga. Itu sebagaimana dalam QS al-Muthaffifin [83]: 24).”25

Penjelasan serupa juga dikemukakan oleh banyak mufasir lainnya. Intinya, pada hari kiamat ada wajah-wajah yang indah, elok, berseri-seri, bercahaya, dan riang-gembira.

Kendati tidak disebutkan dalam ayat ini, jelas bahwa para pemilik wajah tersebut adalah kaum yang bertakwa. Menurut Abu Bakar al-Jazairi, wajah yang indah, berseri-seri dan bercahaya itu karena ruh pemiliknya ketika di dunia disinari dengan cahaya iman dan amal salih.26

Lalu diberitakan bahwa wajah-wajah tersebut: Ilâ Rabbihâ nâzhirah (Kepada Tuhannyalah mereka melihat). Kata nâzhirah berasal dari kata an-nazhar (melihat, memandang). Ayat ini memberitakan bahwa orang-orang yang berwajah bagus, indah dan ceria itu memandang Tuhannya.

Di antara yang berpendapat demikian adalah Ikrimah, Ismail bin Abu Khalid dan banyak syaikh dari Kufah yang berkata: Tanzhuru ilâ Rabbihâ nazhar[an] (Wajah-wajah itu benar-benar memandang wajah Tuhannya).27

Pendapat tersebut juga dipilih Ibnu Jarir ath-Thabari. Menurut ath-Thabari, makna ayat ini adalah tanzhuru ilâ Rabbihâ (memandang Penciptanya). Ini juga didasarkan hadis riwayat Ibnu Umar.28  [MNews/Rgl]

Bersambung ke Bagian 2/2

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *