Forum Intelektual Muslimah Indonesia: Tolak UU Ciptaker Omnibus Law, Buah Cacat Demokrasi
MuslimahNews.com, NASIONAL – Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) telah ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) Senin (2/11/2020). UU yang diberi nomor 11 tahun 2020 itu pun resmi berlaku sejak diundangkan pada 2 November 2020 (cnnindonesia.com, 3/11/2020).
Menarik untuk dicatat, selain sisi materiil atau substansi yang banyak mendapat tentangan dari buruh hingga akademisi, UU Ciptaker juga dinilai catat formil (ekonomi.bisnis.com, 3/11).
Merespons hal tersebut, para intelektual muslimah yang tergabung dalam Forum Intelektual Muslimah Indonesia (IMI) menyatakan menolak UU Cipta Kerja Omnibus Law yang merupakan buah cacat demokrasi.
Menurut mereka, setelah disahkannya UU Cipta Kerja dengan proses yang kontroversial, protes penolakan muncul dari berbagai kalangan. Ditengarai bukannya menciptakan lapangan kerja sebagaimana namanya, namun justru merampas lapangan kerja yang makin sempit setelah Indonesia mengalami resesi ekonomi.
Forum IMI membantah UU Cipta Kerja Omnibus Law yang disebut akan mendongkrak perekonomian. Menurut mereka, justru dikhawatirkan makin memperparah situasi ekonomi saat ini.
“Mulai dari memperparah angka pengangguran pekerja dalam negeri, mengancam kelestarian lingkungan yang tentu berdampak pada ekonomi masyarakat setempat, hingga ancaman kemiskinan dan kelaparan yang makin meluas karena banyak sektor ekonomi yang makin dikuasai asing,” kecam mereka melalui rilis dikirimkan kepada MNews (4/11/2020).
Kekhawatiran juga menguat dari kalangan perempuan pekerja, lanjut mereka, karena UU Cipta Kerja makin mengurangi jaminan perlindungan dan merugikan perempuan pekerja. Sementara selama ini saja perempuan pekerja sudah banyak dieksploitasi, apalagi dengan regulasi baru yang membuat bargaining position pekerja makin rendah.
Sistem kehidupan sekuler gagal menyejahterakan manusia, termasuk di dalamnya kalangan perempuan. Perempuan hidup sangat nestapa dalam peradaban sekuler hari ini.
“Semua hak yang telah diberikan Islam kepada perempuan, dirampas. Ironinya bahkan para perempuan dipekerjakan,” tegas mereka.
Forum ini mengungkapkan sistem negara demokrasi yang menyerahkan kedaulatan di tangan manusia, dianalisis menjadi faktor penentu celah masuknya kepentingan oligarki dalam menyusun regulasi.
Sikap Forum IMI
Merujuk hal di atas, Forum IMI menyatakan sikapnya:
Pertama, menyeru agar hendaknya rakyat dan bangsa Indonesia mewaspadai UU Cipta Kerja Omnibus Law dan menolaknya.
Kedua, menyeru agar seluruh intelektual muslimah selaku tokoh panutan di masyarakat memberikan penyadaran secara masif di tengah masyarakat mengenai bahaya UU Cipta Kerja Omnibus Law.
Ketiga, menyeru agar seluruh intelektual muslimah ikut mendukung dan terlibat aktif dalam memperjuangkan penerapan syariat kafah untuk kemuliaan perempuan dan solusi untuk berbagai permasalahan sistemis yang terjadi.
Keempat, menyeru kepada seluruh intelektual dari berbagai perguruan tinggi, lembaga penelitian maupun institusi lainnya untuk bergerak bersama melakukan penolakan atas UU Cipta Kerja Omnibus Law sebagai bentuk tanggung jawab intelektual dan moral kepada bangsa Indonesia.
Kelima, khusus kepada Pemerintah, hendaknya menghentikan pemberlakuan UU Cipta Kerja Omnibus Law karena berpotensi menimbulkan ancaman yang serius bagi perekonomian bangsa.
Keenam, menyerukan kepada seluruh rakyat dan bangsa Indonesia, bahwa disahkannya UU Cipta Kerja Omnibus Law yang lebih berpihak kepada segelintir orang meski mendapatkan penolakan masif dari berbagai kalangan rakyat, menunjukkan sistem politik demokrasi yang melahirkannya merupakan sistem politik yang cacat dan rusak.
Sistem tersebut tidak hanya melahirkan produk hukum yang penuh kelemahan namun juga kekuasaan yang bersifat oligarki. Oleh karenanya, sudah seharusnya ditinggalkan dan beralih kepada sistem politik (Islam) yang sahih dan terbukti secara empiris merealisasi kebaikan untuk semua masyarakat.
Forum tersebut menegaskan seruan kebenaran dan kebaikan yang dilakukan menjadi bukti tanggung jawab dan kepedulian sebagai intelektual kepada bangsa ini, khususnya kepada perempuan. “Juga menjadi bukti amar makruf nahi mungkar kepada pihak-pihak terkait,” pungkas mereka. [MNews/Ruh-Gz]