Tsaqafah

Konsep Trias Politica dalam Pandangan Islam (Bagian 2/2)

Sambungan dari Bagian 1/2

Oleh: K.H. M. Shiddiq Al Jawi

MuslimahNews.com, TSAQAFAH – 2- Kekuasaan eksekutif adalah bersumber dari rakyat, sebab kekuasaan itu adalah milik umat/rakyat, dan dijalankan secara riil oleh Khalifah –dan para aparatnya– sebagai wakil rakyat untuk melaksanakan hukum-hukum syara’ dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Dengan kata lain, umatlah yang berhak memilih para penguasa, agar para penguasa ini menjalankan segala perintah dan larangan Allah dalam pemerintahannya.

Hadis-hadis tentang baiat menunjukkan bahwa kekuasaan adalah milik umat, yakni bahwa baiat itu berasal dari kaum muslimin untuk Khalifah, bukan dari Khalifah untuk kaum muslimin.

Di antaranya adalah sabda Nabi saw: “Kami telah membaiat Rasulullah saw untuk didengar dan ditaati, dalam hal yang kami sukai maupun yang tidak kami sukai.” (Shahih Bukhari no. 7199)

3- Kekuasaan yudikatif hanyalah dipegang oleh Khalifah, atau orang yang mewakili Khalifah untuk menjalankan kekuasaan tersebut.

Jadi, Khalifahlah yang mengangkat para qadhi (hakim) dan mengangkat orang yang diberi wewenang untuk mengangkat para qadhi.

Tak ada seorang pun dari rakyat –baik secara individual maupun secara kolektif– yang berhak mengangkat para qadhi. Hak ini hanya dimiliki oleh Khalifah, bukan yang lain.

Hal itu karena nas-nas syara’ menunjukkan bahwa Rasulullah saw. sebagai kepala negara telah memegang sendiri urusan peradilan (qadha’) dan memberikan keputusan di antara orang-orang yang bersengketa.

Baca juga:  [Editorial] Demokrasi dan Korporatokrasi Biang Korupsi

Demikian pula Rasulullah saw. telah mengangkat Ali bin Abi Thalib ra sebagai qadhi di Yaman, dan mengangkat Abdullah bin Naufal ra sebagai qadhi di Madinah. Ini semua menunjukkan bahwa kekuasaan yudikatif berada di tangan Khalifah dan mereka yang mewakili Khalifah dalam urusan ini.

Ketiga, apabila penguasa kaum muslimin berlaku zalim, merampas hak-hak  rakyat, melalaikan kewajiban mereka terhadap rakyat, melalaikan salah satu urusan rakyat, atau menyalahi hukum-hukum Islam, maka syara’ dalam hal ini telah memberikan pemecahannya, yaitu dengan mewajibkan kaum muslimin untuk mengoreksi (muhasabah) dan amar makruf nahi mungkar terhadap para penguasa, bukan melakukan pemisahan kekuasaan sebagaimana dalam konsep Trias Politica.

Sabda Rasulullah saw., “Akan ada para amir (penguasa), maka kalian (ada yang) mengakui perbuatan mereka, dan (ada yang) mengingkari perbuatan mereka. Siapa saja yang mengakui tindakan mereka (karena tidak bertentangan dengan syara’), maka dia tidak diminta tanggung jawabnya, dan siapa saja yang mengingkari perbuatan mereka (karena bertentangan dengan syara’) maka dia selamat. Tetapi siapa saja yang ridla (dengan tindakan mereka yang bertentangan dengan syara’) serta mengikuti mereka, maka dia berdosa. Para sahabat bertanya, “Apakah kita tidak memerangi mereka ?” Jawab Nabi saw, “Tidak, selama mereka mendirikan shalat.” (Shahih Muslim, hadis no. 1854)

Baca juga:  Parpol Islam dalam Jebakan Politik Kursi ala Demokrasi

Rasulullah saw. telah mewajibkan kaum muslimin untuk mengoreksi para penguasa dengan mengingkari mereka tatkala mereka melakukan penyimpangan, dengan berbagai sarana yang memungkinkan, baik dengan tangan, lisan, maupun hati bila tidak mampu dengan tangan dan lisan.

Rasulullah saw. menetapkan siapa saja yang tidak mengingkari penguasa tersebut, berarti dia telah ikut bersama-sama memikul dosa penguasa itu. Dengan demikian Islam tidak mengaitkan masalah penyimpangan penguasa dengan masalah pemisahan kekuasaan. Penyimpangan penguasa telah dipecahkan oleh nas-nas syara’ tertentu, sedang masalah kekuasaan telah dijelaskan oleh nas-nas syara’ yang lain.

Dan kaum muslimin wajib mengambil pemecahan dari syara’ apabila penguasa berlaku menyimpang, yakni melakukan koreksi dan amar makruf nahi mungkar. Sebaliknya kaum muslimin diharamkan mengambil pemecahan yang tidak berasal dari syara’, seperti konsep Trias Politica. Sebab Allah SWT berfirman :

Apa saja yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa saja yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (Al Hasyr: 7)

Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.(An Nuur: 63)

Keempat, Konsep Trias Politica bertujuan untuk dapat memelihara kebebasan politik warga negara yang hilang karena perilaku penguasa yang bertindak sewenang-wenang.

Islam tidak mengakui adanya ide kebebasan, yakni kebebasan dalam arti tidak terikat dengan sesuatu apa pun pada saat dilakukannya suatu perbuatan, sebagaimana yang ada dalam peradaban Barat. Sebaliknya, Islam mewajibkan setiap muslim untuk terikat dengan hukum-hukum syara’. Demikian pula seorang muslim tidak boleh berbuat kecuali sesuai dengan hukum-hukum syara’. Keterikatan pada hukum syara’ adalah bukti dan buah dari iman.

Baca juga:  [Editorial] Biang Kerok Ketidakadilan itu bernama "Sistem Kapitalisme NeoLiberal"

Allah SWT berfirman, “Maka demi Ranbmu. Mereka pada hakikatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan engkau (Muhammad) hakim (pemutus) dalam perkara yang mereka perselisihkan.” (An Nisaa’: 65)

Islam memang telah mewajibkan umatnya untuk beraktivitas dalam politik, seperti memilih penguasa, melakukan pengawasan dan koreksi terhadap mereka. Namun hal ini bukanlah kebebasan politik, melainkan pelaksanaan dari hukum syara’, yaitu kewajiban berpolitik dan beramar makruf nahi mungkar.

Penutup

Atas dasar penjelasan di atas, jelaslah bahwa konsep Trias Politica sangat bertentangan dengan hukum-hukum Islam. Konsep Trias Politica tiada lain adalah konsep thaghut, padahal Allah telah mengharamkan kaum muslimin untuk berhukum kepada thaghut dan mengambil konsep pemerintahan thaghut.

Dan Allah pun telah memerintahkan kaum muslimin untuk menentang dan mengingkari thaghut itu, sebagaimana firman-Nya:

Mereka hendak bertahkim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah (untuk) mengingkari thaghut itu. Dan syaithan hendak menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya” (An Nisaa’ : 60). [MNews/Juan]

Sumber: https://tsaqofah.id/konsep-trias-politica-dalam-pandangan-islam/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *