Propaganda Antijilbab, Upaya Mendistorsi Ajaran Islam (Bagian 2/2)
Sambungan dari https://www.muslimahnews.com/2020/10/02/propaganda-antijilbab-upaya-mendistorsi-ajaran-islam-bagian-1-2/
Propaganda antijilbab hakikatnya adalah upaya mendistorsi ajaran Islam. Karena kewajiban menutup aurat, kewajiban mengenakan kerudung dan jilbab, dan kewajiban menjaga kehormatan pada perempuan muslimah adalah perkara yang tidak ada perselisihan di kalangan ulama. Artinya, ini adalah perkara yang muttafaq ‘alaihi (para ulama menyepakatinya), bukan mukhtalaf fihi (para ulama berbeda pendapat di dalamnya).
Oleh: Yuana Ryan Tresna
MuslimahNews.com, TSAQAFAH – Selain pendapat jumhur di atas, sebagian ulama bahkan menetapkan seluruh tubuh perempuan adalah aurat tanpa kecuali. Sebagian ulama mazhab Syafi’i juga membedakan aurat di dalam dan di luar shalat, dan bahwasannya aurat perempuan di luar shalat adalah seluruh tubuh.
Para ulama juga berbeda pendapat seputar wajib atau tidaknya menutup wajah dengan niqab (cadar). Inilah batasan dalam perkara yang disepakati dan perkara yang tidak disepakati.
Syarat Tertutupnya Aurat
Berikutnya kami jelaskan terkait dengan syarat tertutupnya aurat. Menutup aurat harus dilakukan hingga warna kulitnya tertutup. Seseorang tidak bisa dikatakan melakukan “satr al-‘aurah” (menutup aurat) jika auratnya sekedar ditutup dengan kain atau sesuatu yang tipis hingga warna kulitnya masih tampak kelihatan.
Dalil yang menunjukkan ketentuan ini adalah sebuah hadis yang diriwayatkan dari ‘Aisyah ra terkait Asma’ binti Abu Bakar seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Dalam hadis ini, Rasulullah saw. menganggap bahwa Asma’ belum menutup auratnya, meskipun Asma telah menutup auratnya dengan kain transparan.
Oleh karena itu lalu Nabi SAW berpaling seraya memerintahkannya menutupi auratnya, yaitu mengenakan pakaian yang dapat menutupi.
Memahami Kewajiban Memakai Kerudung
Pakaian yang telah ditetapkan oleh syariat Islam bagi perempuan ketika ia keluar di kehidupan umum adalah khimar (kerudung) dan jilbab (baju kurung). Dalil yang menunjukkan perintah ini adalah firman Allah SWT:
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
“Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya..” (QS. al-Nur: 31)
Ayat ini berisi perintah dari Allah SWT agar perempuan mengenakan khimar (kerudung), yang bisa menutup kepala, leher, dan dada.
Imam Ibnu Mandzur di dalam kitab Lisan al-‘Arab menuturkan, “al-khimar li al-mar`ah : al-nashif (khimar bagi perempuan adalah al-nashif (penutup kepala).” Ada pula yang menyatakan, bahwa khimar adalah kain penutup yang digunakan perempuan untuk menutup kepalanya.
Bentuk pluralnya adalah akhmirah, khumr atau khumur.[10] Khimar (kerudung) juga diartikan sebagai ghitha’ al-ra’si ‘ala shudur (penutup kepala hingga mencapai dada), agar leher dan dadanya tidak tampak.[11]
Di dalam kitab Fath al-Bari, al-Hafizh Ibnu Hajar menyatakan, “Adapun yang dimaksud dengan frase “fakhtamarna bihaa” (lalu mereka berkerudung dengan kain itu), adalah para perempuan itu meletakkan kerudung di atas kepalanya, kemudian menjulurkannya dari samping kanan ke pundak kiri. Itulah yang disebut dengan taqannu’ (berkerudung).
Al-Farra’ berkata, “Pada masa jahiliyah, perempuan mengulurkan kerudungnya dari belakang dan membuka bagian depannya. Setelah itu, mereka diperintahkan untuk menutupinya. Khimar (kerudung) bagi perempuan mirip dengan ‘imamah (sorban) bagi laki-laki.”[12]
Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir Ibnu Katsir menyatakan, “Khumur adalah bentuk jamak (plural) dari khimar; yakni apa-apa yang bisa menutupi kepala. Khimar kadang-kadang disebut oleh masyarakat dengan kerudung (al-miqana’). Sa’id bin Jabir berkata,”wal yadlribna: walyasydadna bi khumurihinna ‘ala juyubihinna, ya’ni ‘ala al-nahr wa al-shadr, fa la yara syai` minhu (walyadlribna: ulurkanlah kerudung-kerudung mereka di atas kerah mereka, yakni di atas leher dan dada mereka, sehingga tidak terlihat apapun darinya).”[13]
Dalam kitab Zad al-Masir, dituturkan, “Khumur adalah bentuk jamak dari khimar, yakni maa tughthiy bihi al-mar`atu ra`saha (apa-apa yang digunakan perempuan untuk menutupi kepalanya). Makna ayat ini (al-Nur: 31) adalah hendaknya para perempuan itu menjulurkan kerudungnya (al-miqna’) di atas dada mereka; yang dengan itu, mereka bisa menutupi rambut, anting-anting, dan leher mereka.”[14]
Memahami Kewajiban Jilbab
Adapun kewajiban mengenakan jilbab bagi perempuan mukminat dijelaskan dalam surat al-Ahzab ayat 59. Allah SWT berfirman:
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang”. (QS. al-Ahzab: 59)
Ayat ini merupakan perintah yang sangat jelas kepada perempuan mukminat untuk mengenakan jilbab. Adapun yang dimaksud dengan jilbab adalah milhafah (baju kurung) dan mula’ah (kain panjang yang tidak berjahit).
Di dalam kamus al-Muhith dinyatakan, bahwa jilbab itu seperti sirdab (terowongan) atau sinmar (lorong), yakni baju atau pakaian longgar bagi perempuan selain baju kurung atau kain apa saja yang dapat menutup pakaian kesehariannya seperti halnya baju kurung.”
Di dalam kamus Lisan al-‘Arab dituturkan, “al-jilbab; al-qamish (baju); wa al-jilbab tsaub awsa’ min al-khimar duna rida’ tughthi bihi al-mar`ah ra’sahaa wa shadrahaa (baju yang lebih luas dari pada khimar, namun berbeda dengan rida’, yang dikenakan perempuan untuk menutupi kepala dan dadanya.”
Ada pula yang mengatakan al-jilbab: tsaub al-wasi’ duuna milhafah talbasuha al-mar`ah (pakaian luas yang berbeda dengan baju kurung, yang dikenakan perempuan). Ada pula yang menyatakan, al-jilbab: al-milhafah (baju kurung).[15]
Imam al-Qurthubi di dalam Tafsir al-Qurthubi menyatakan, “Jilbab adalah tsaub al-akbar min al-khimar (pakaian yang lebih besar daripada kerudung). Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas dan Ibnu Mas’ud, jilbab adalah rida’ (jubah atau mantel). Ada pula yang menyatakan ia adalah al-qana’ (kerudung).
Yang benar, jilbab adalah tsaub yasturu jami’ al-badan (pakaian yang menutupi seluruh badan). Di dalam Shahih Muslim diriwayatkan sebuah hadis dari Ummu ‘Athiyyah, bahwasanya ia berkata, “Ya Rasulullah, salah seorang perempuan diantara kami tidak memiliki jilbab. Nabi menjawab, “Hendaknya, saudaranya meminjamkan jilbab untuknya”.[16]
Dalam Tafsir Ibnu Katsir, Imam Ibnu Katsir menyatakan, “al-jilbab huwa al-rida` fauq al-khimar (jubah yang dikenakan di atas kerudung). Ibnu Mas’ud, ‘Ubaidah, Qatadah, al-Hasan al-Bashri, Sa’id bin Jabir, Ibrahim al-Nakha’i, ‘Atha’ al-Khuraasani, dan lain-lain, berpendapat bahwa jilbab itu kedudukannya sama dengan (al-izar) sarung pada saat ini. Al-Jauhari berkata, “al-Jilbab; al-Milhafah (baju kurung).”[17]
Al-Hafizh al-Suyuthi dalam Tafsir Jalalain berkata, “Jilbab adalah al-mula`ah (kain panjang yang tak berjahit) yang digunakan selimut oleh perempuan, yakni, sebagiannya diulurkan di atas wajahnya, jika seorang perempuan hendak keluar untuk suatu keperluan, hingga tinggal satu mata saja yang tampak”[18]
Penutup
Tugas umat Islam adalah melawan propaganda anti-Islam, atau upaya untuk mendistorsi ajaran Islam. Sesungguhnya kampanye #NoHijabDay adalah suatu hal yang aneh jika diamini oleh kaum muslim. Sikap ini tidak sesuai dengan jati diri seorang muslim yang seharusnya mempunyai kewajiban menyebarkan ajaran Islam dan menunjukkan argumen yang kokoh kepada pihak-pihak yang menyebarkan keraguan.
Kewajiban perempuan muslim untuk menjaga pandangan, menutup aurat, memakai busana islami ketika berada di luar rumah, dan menjaga kehormatan diri (seperti larangan tabarruj) telah ditetapkan berdasarkan dalil-dalil yang pasti penunjukkannya. Sayangnya, ada sebagian diantara mereka justru menolak kewajiban menutup aurat, dan kewajiban mengenakan khimar dan jilbab di kehidupan umum.
Padahal sudah jelas bahwa busana yang harus dikenakan perempuan muslimah ketika keluar dari rumah adalah khimar dan jilbab. Khimar adalah kain kerudung (penutup kepala) yang diulurkan hingga menutupi dada perempuan. Jilbab adalah pakaian luas yang dikenakan di atas pakaian biasa (pakaian sehari-hari), dan ia wajib diulurkan hingga ke bawah kaki.
Hanya saja, jilbab wajib dikenakan ketika perempuan hendak keluar dari rumah. Adapun jika ia berada di dalam rumah, ia tidak diwajibkan mengenakan jilbab, dan cukup mengenakan pakaian sehari-hari. [MNews/Juan]
Catatan Kaki
[1] Al-Qurthubiy, Tafsir al-Qurthubi, juz 7/172; Imam al-Jashshash, Ahkam al-Quran, juz 4/203.
[2] Al-Mubarakfuri, Tuhfah al-Ahwadzi, Syarah hadits no.2717; al-Hafizh Ibnu Hajar, Fath al-Bari, juz 9/338.
[3] Al-Thabari, Tafsir al-Thabari, juz 18/118.
[4] Abu al-Husain, al-Hidayah Syarh al-Bidayah, juz 1/43.
[5] Abu al-Hasan al-Maliki, Kifayah al-Thalib, juz 1/215.
[6] Al-Syiraziy, al-Muhadzdzab, juz 1/64.
[7] Al-Syiraziy, al-Muhadzdzab, juz 1/113.
[8] Al-Syarbiniy, Mughni al-Muhtaj, juz 1/185.
[9] Ibnu Qudamah, al-Mughni, juz 1/349.
[10] Ibnu Mandzur, Lisan al-‘Arab, juz 4/257.
[11] Ali al-Shabuniy, Shafwat al-Tafasir, juz 2/336.
[12] Ibnu Hajar, Fath al-Bari, juz 10/106.
[13] Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, juz 3/285; al- Thabari, Tafsir al-Thabari, juz 18/120; Durr al-Mantsur, juz 6/182.
[14] Ibnu Jauzi, Zad al-Masir, juz 6/32; al-Nasafiy, Tafsir al-Nasafi, juz 3/143.
[15] Ibnu Mandzur, Lisan al-‘Arab, juz 1/272.
[16] Al-Qurthubiy, Tafsir al-Qurthubi, juz 14/243.
[17] Ibnu Katsir, Tafsir Ibn Katsir, juz 3/519.
[18] Al-Suyuthi, Tafsir Jalalain, juz 1/560.
Astaghfirullah