Absurdnya Persekusi terhadap Ustaz Ismail Yusanto
MuslimahNews.com, HUKUM – Sejak pekan lalu, ramai diberitakan di sejumlah media, tak terkecuali media sosial, mengenai persekusi yang dialami Ustaz Muhammad Ismail Yusanto.
Ustaz Ismail dilaporkan ke aparat berwajib oleh Heriansyah (Ayik Heriansyah) bersama kuasa hukumnya, Muannas Alaidid, dengan alasan Ustaz Ismail masih menyebut dirinya sebagai Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Dalam media sosialnya, Ayik juga kerap menuding Ustaz Ismail masih terus mempropagandakan apa yang disebut Ayik sebagai “Khilafah ala HTI”.
Berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/5137/VIII/YAN 25/2020/SPKT/PMJ tanggal 28 Agustus 2020 a/n Pelapor Ayik Heriansyah, disebutkan laporan dibuat sehubungan adanya dugaan pelanggaran UU No 16 Tahun 2017 tentang Ormas Pasal 82A Ayat (2) juncto Pasal 59 Ayat (4) Poin (b) & (c).
Selain itu, laporan juga dibuat terkait dugaan pelanggaran Pasal 28 Ayat (2) Juncto Pasal 45A Ayat (2) UU No 19 Tahun 2016 tentang ITE dan Pasal 169 KUHP.
Yang mengejutkan, dalam keterangannya, Muannas Alaidid menyebut Pelaporan terhadap Ustaz Ismail berdasarkan ketentuan pasal 28 Ayat (2) Juncto Pasal 4A Ayat (2) UU No 19 Tahun 2016 tentang ITE, adalah karena Ustaz Ismail masih mendakwahkan Khilafah –yang notabene ajaran Islam.
HTI sendiri adalah sebuah organisasi dakwah yang telah dicabut Badan Hukum Perkumpulan-(BHP)-nya oleh rezim Jokowi, melalui UU No. 2 Tahun 2017 lalu, yang menjadikan HTI menjadi ormas non-BHP sebagaimana ratusan bahkan ribuan ormas lainnya.
Karenanya, publik menyimpulkan laporan Ayik ini tak ubahnya sebuah provokasi opini di tengah masyarakat. Terlebih setelah makin booming-nya istilah Khilafah melalui film dokumenter Jejak Khilafah di Nusantara (JKdN) yang menguak adanya hubungan antara Kekhilafahan dan Nusantara.
Di JKdN, Ustaz Ismail menjadi penasihat Komunitas Literasi Islam KLI, pihak yang terlibat dalam produksi film tersebut.
Secara rekam jejak individual maupun organisasi pun, aktivitas Ustaz Ismail Yusanto tidak pernah lebih dari aktivitas dakwah semata. Tidak pernah tercatat satu pun rekam jejak tindak pidana maupun kriminal lainnya.
Kiprah dakwahnya bisa dibilang bukan “kaleng-kaleng”, terbukti dari semakin besarnya eksistensi opini Syariah-Khilafah, yang memang vokal disuarakan HTI selama ini.
Jadi wajar, publik bahkan banyak pakar hukum menilai laporan Ayik ini sungguh cacat logika dan berdasarkan kebencian belaka.
Dukungan terhadap Ustaz Ismail dan Ajaran Islam
Kasus yang menimpa Ustaz Ismail Yusanto ini ternyata tidak menyurutkan perhatian publik dari opini Khilafah. Di berbagai media sosial, dukungan atasnya dan atas opini dakwah Khilafah, justru makin mengalir deras.
Prof. Dr. Suteki, S.H., M.H., salah satunya. Prof. Suteki bahkan terang-terangan menyatakan bersedia menjadi saksi ahli bidang hukum dan masyarakat, andai Pelaporan ini berlanjut ke persidangan.
Awam diketahui, Prof. Suteki adalah salah satu saksi ahli dalam persidangan judicial review RUU Ormas (sekarang UU/2/2017) di Mahkamah Konstitusi (MK) dan pada kasus pencabutan BHP HTI di PTUN.
Dari sini, Prof. Suteki justru menjadi korban persekusi rezim akibat kelugasannya menyatakan yang hak dan batil. Publik sampai menjulukinya dengan gelar “Profesor Radikal”.
Tokoh lain bidang hukum yang turut menyampaikan dukungannya adalah advokat senior, Prof. Dr. Eggi Sudjana Mastal, S.H., M.Si.
Prof. Eggi menyatakan, berdasarkan teori BES OST JUBEDIL, tidak ditemukan alur yang logis dan sistematis mempersoalkan dakwah Khilafah sebagai suatu kejahatan.
“Berhimpun dalam jamaah dakwah, juga bukan kejahatan. Aneh saja ada advokat o’on yang melaporkan Ustaz Ismail Yusanto dengan dalih masih menyebarkan Khilafah,” tulisnya.
H. Novel Bamukmin, S.H., M.Sos.I, advokat sekaligus aktivis 212, juga bersuara. Novel menegaskan, apa yang dilakukan Ustaz Ismail selama ini sangatlah mencerahkan.
“Saya kira dakwah yang dilakukan Ustaz Ismail Yusanto sangat mencerahkan. Kita umat Islam, khususnya di negeri ini, jadi tahu bahwa Khilafah ajaran Islam dan ada akar historis antara Nusantara dan Khilafah,” ujar Novel.
Direktur HRS Center pun turut menyatakan dukungannya. Dr. Abdul Chair Ramadhan, S.H., M.H. menyatakan, mendakwahkan ajaran Islam tentang Khilafah adalah hak konstitusional yang dijamin pasal 28e ayat 1 Jo pasal 28e ayat 3 UUD 1945.
“Negara tidak dibenarkan melarang aktivitas ibadah mendakwahkan Khilafah, atau mencabut kebebasan bersuara mendakwahkan Khilafah,” tegas Dr. Abdul Chair.
Drs. Moeflich Hasbullah, M.A., sejarawan yang tak lain adalah salah satu narasumber di film JKdN, juga turut bersuara. Beliau yang juga salah satu saksi ahli dalam persidangan di PTUN dalam kasus pencabutan BHP HTI pada 2017 lalu, menyinggung dari aspek sejarah Khilafah di Indonesia.
Menurut Drs. Moeflich, kaitan historis Khilafah dengan Nusantara sangatlah kuat. Drs. Moeflich menyatakan, Ustaz Ismail Yusanto itu sangat meyakini Islam sebagai solusi masalah-masalah bangsa.
“Platform dakwah bisa berbeda. Saya melihat beliau itu cerdas, terpelajar, kepribadiannya matang, dan taat hukum. Karena itu, beliau layak menjadi seorang juru bicara sebuah gerakan dakwah sekaligus mendapatkan simpati yang besar dari umat,” dukungnya.
Kaitan historis Khilafah dan Nusantara ini senada dengan kritik dari Babe Ridwan Saidi, seorang sejarawan Betawi, yang ditayangkan di YouTube Channel Macan Idealis.
Babe Ridwan menyatakan, jika rezim ingin menuduh atau mendakwa, setidaknya ada keilmuannya. Sebab menurutnya, Khilafah bukanlah ide yang asing bagi Indonesia.
Babe Ridwan justru heran dengan rezim, di mana rezim dianggap tidak mengerti terhadap sejarah maupun linguistik tentang Khilafah.
“Ini yang tidak dipahami. Perspektif sejarah tidak dikuasai oleh rezim. Karena itu, perspektif rezim harus diperbaiki terhadap “Khilafah” dan “Khalifah” sebagai suatu nomenklatur, termasuk dari aspek filosofisnya,” jelasnya.
Babe Ridwan pun mengimbau, hendaknya orang-orang yang selama ini keep distance terhadap Islam, menjadi lebih belajar.
“Jangan berpolitik dengan kebencian,” tegasnya.
Dukungan juga datang dari ulama karismatik, Gus Nur. Selaku ulama yang sama-sama pernah dipersekusi rezim hanya karena menyampaikan dakwah, Gus Nur menyatakan bahwa hanya azab kubro (besar) saja yang bisa selesaikan rezim yang disebutnya diktator ini.
“Utang riba ribuan triliun. Koruptor dan penipu, semua justru kebanyakan dari lingkaran rezim sendiri. Tapi rezimnya sibuk mengkriminalisasi dan menangkap ustaz/aktivis/tokoh Islam seperti Ustaz Ismail Yusanto atas aduan yang patut diduga penuh dengan intrik politik. Yang mana, tokoh tersebut justru banyak memberikan pencerahan pemikiran umat di negeri ini,” tegas Gus Nur.
Dari kalangan intelektual muslim, ada Prof. Dr. Musni Umar, S.H., M.Si, Ph.D, yang menyatakan melalui akun media sosialnya.
“Heran sekali. Ribut HTI yang sudah dibubarkan. Lebih heran lagi Jubir HTI dilaporkan ke Polisi. Memang HTI dan Jubirnya ciptakan multikrisis? Sejatinya yang harus diributkan, corona yang ciptakan multikrisis dan resesi, telah bunuh 7 ribu orang lebih,” tulisnya.
Juga ada Prof. Daniel M. Rosyid, Ph.D., M.RINA. Bahkan Prof. Daniel tegas menyebut hal ini sebagai sebuah kedunguan, yakni yang mempersoalkan kedudukan Ustaz Ismail sebagai juru bicara HTI yang mendakwahkan Khilafah di kalangan umat.
“Sangat mencengangkan dan hampir menyamai muafi. Kedunguan ini tak lain adalah buah dendam Ayik dan gila panggung Muannas. Polda Metro Jaya setahu saya sangat cerdas sehingga mengabaikan laporan itu. Saya khawatir kedunguan lebih menular daripada Covid-19,” sindirnya.
Kasus Persekusi yang Absurd
Dengan bergulirnya kasus yang menuai polemik di masyarakat, ulama, hingga kalangan cendekiawan ini, menyebabkan Kepolisian Polda Metro Jaya selaku penyidik dituntut wajib berhati-hati dan adil dalam menanganinya.
Ahmad Khozinudin, S.H., seorang advokat pejuang Islam memaparkan, jika penyidik keliru dalam menindaklanjuti laporan, hingga menjadikan Khilafah sebagai dasar penyidikan sebagaimana dikehendaki pelapor, maka penyidik dapat dikategorikan turut serta atau melakukan tindakan perbantuan dalam melakukan kejahatan, berupa penodaan terhadap ajaran agama, yakni ajaran Islam Khilafah.
Ia memandang persekusi yang menimpa Ustaz Ismail ini benar-benar absurd dan berpotensi melanggar UU tentang penistaan agama.
“Tindakan pelapor yang menjadikan materi Dakwah Khilafah yang diemban Ustaz Ismail, berpotensi melanggar pasal 156a KUHP tentang penistaan agama,” tegasnya.
Disebutkan dalam Pasal 156a KUHP, “Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.”
Sebagai seorang advokat pejuang Islam, Ahmad Khozinudin menjelaskan, Khilafah adalam milik seluruh umat Islam, bukan hanya HTI. Khilafah akan menerapkan seluruh hukum Alquran dan Sunah dan melayani segenap kemaslahatan umat, bukan hanya melayani kader HTI.
Bahkan, Khilafahlah yang akan menolong kaum muslimin, menolong Palestina, Uighur, Rohingya, dan kaum muslimin di berbagai belahan bumi lainnya.
Bagaimanapun, di setiap masa, akan selalu ada para pembenci dakwah. Sejak masa dakwah Rasulullah Saw., hal seperti ini adalah sesuatu yang sunatullah terjadi. Hendaklah hal ini menambah keyakinan umat akan janji Allah SWT.
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah, sedang dia diajak kepada Islam? Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim (7). Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya (8). Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang musyrik membencinya (9).” (TQS Ash-Shaff [61]: 7-9).
Kasus persekusi Ustaz Ismail dan besarnya dukungan terhadapnya, menjadi isyarat perilaku absurd rezim justru makin memantapkan umat bahwa Khilafah adalah ajaran Islam yang wajib diperjuangkan. [MNews]
Terlalu ngawurr
Astaghfirullah
kami hanya butuh Engkah Ya Allah dalam setiap langkah ini
Kenapa yg menyuarakan kebenaran yg dipersekusi..ulama di kriminalisasi..ajaran Islam yang dipojokan.. permasalahan dinegri ini begitu banyak menangani covid sj berlarut-larut blm masalah lainnya…yg tak pernah terselesaikan….kami sbgi umat Islam hanya menawarkan bahwa segala permasalahan hanya bisa diselesaikan dgn syariah dan khilafah.
Menanti keberpihakan penguasa kepada islam dan dakwah islam..