Tsaqafah

Mengapa 1 Muharam Dijadikan Tahun Baru Hijriah?

Oleh: K.H. Hafidz Abdurrahman (Khadim Ma’had Wakaf Syaraful Haramain)

MuslimahNews.com, TSAQAFAH – Penetapan kalender Tahun Baru Islam ditetapkan ketika ‘Umar bin al-Khaththab menjadi Khalifah (13-23 H/634-644 M), setelah beliau melakukan musyawarah dengan para sahabat Rasulullah ﷺ.

Yang dijadikan dasar, bukan hari kelahiran Nabi, juga (bukan) hari wafatnya Nabi, yaitu 12 Rabiulawal, tetapi hijrah Rasulullah ﷺ.

Pertanyaannya, jika yang dijadikan patokan adalah hijrah Nabi ﷺ, mengapa tanggal 1 Muharam, bukan bulan Rabiulawal? Padahal riwayat yang paling kuat tentang peristiwa hijrah menyatakan, bahwa hijrah dilakukan Nabi dan Abu Bakar dari Makkah ke Madinah di bulan Rabiulawal. [Lihat, Ibn Hajar, Fath al-Bari, Juz VIII/575]

Hijrah dijadikan sebagai kalender Tahun Baru Islam, atas usulan ‘Ali bin Abi Thalib. Alasan beliau, karena itulah hari di mana Nabi ﷺ meninggalkan wilayah Syirik.

‘Umar pun setuju. Beliau menegaskan, hijrah itu telah memisahkan antara yang hak dengan yang batil. Antara Islam dengan kekufuran. [Lihat, Ibn Hajar, Fath al-Bari, Juz VIII/576 dan 577]

Lalu, mengapa yang dijadikan patokan 1 Muharam, bukan 12 Rabiulawal?

Ibn Hajar al-Asqalani, mengutip penjelasan as-Suhaili, bahwa dasar penetapan sahabat itu merujuk pada firman Allah:

لمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلىَ التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُوْمَ فِيْهِ [التوبة: 108]

Baca juga:  Agar Hijrah tak Sekadar Jadi Sejarah

“Sungguh, masjid yang dibangun berdasarkan ketakwaan sejak hari pertama itu lebih pantas dijadikan tempat Engkau melaksanakan salat di sana.” [QS at-Taubah: 108]

Para sahabat memahami, yang dimaksud “hari pertama” di dalam ayat ini bukan hari pertama secara mutlak. Tetapi, hari pertama yang sudah definitif, yaitu hari ketika Nabi tiba di Quba’, hari di mana Islam mendapatkan kemuliaan.

Nabi ﷺ juga bisa menunaikan ibadah kepada Rabb-nya dengan aman dan tenang. Karena itu, hari yang dijadikan patokan penanggalan adalah “hari pertama kemenangan”. [Lihat, Ibn Hajar, Fath al-Bari, Juz VIII/575-576]

Tapi kapan itu?

Para sahabat akhirnya menetapkan 1 Muharam sebagai “Hari Pertama” di tahun baru. Karena, itu merupakan hari pertama, di bulan pertama, setelah kemenangan yang mereka didapatkan pada Baiat Aqabah II.

Baiat yang menandai penyerahan kekuasaan (istilam al-hukm) dari kaum Anshar kepada Nabi ﷺ. Baiat Nushrah wa Man’ah, yaitu sumpah setia untuk memberikan pertolongan dan perlindungan kepada Nabi dan agamanya.

Karena Baiat Aqabah II ini terjadi di pertengahan bulan Dzulhijjah, maka awal bulan berikutnya, yaitu 1 Muharam ditetapkan sebagai “Hari Pertama” kemenangan itu.

Inilah penjelasan yang memuaskan akal dan menenteramkan hati, mengenai alasan dipilihnya 1 Muharam sebagai tahun baru Islam.

Baca juga:  Hijrah, Awal Mula Islam

Tahun yang menandai kemenangan Islam dan umatnya, setelah Baiat Aqabah II, dan Islam mendapatkan kekuasaan, ditandai dengan berdirinya Negara Islam di Madinah.

Baiat Aqabah II inilah yang ditakuti oleh Iblis, sehingga Iblis naik di atas bukit, dan berteriak, agar rahasia Rasulullah diketahui kaum Kafir Quraisy. [al-Mubarakfuri, ar-Rahiq al-Mahtum, hal. 138]

Iblis yang panik dengan peristiwa Baiat ‘Aqabah II, akhirnya menyusup dalam pertemuan kaum Kafir Quraisy di Darun Nadwah, dengan menjelma menjadi kakek-kakek tua renta.

Ketika Nabi mengetahui Baiat ‘Aqabah II tersebut diketahui oleh Iblis, maka segera Nabi titahkan kepada kaum Anshar untuk kembali dan tutup mulut.

Karena itu, ketika kaum Quraisy mendatangi kaum Musyrik Yatsrib, termasuk Abdullah bin Ubay bin Salul, tak satu pun mereka yang mengetahui peristiwa tersebut.

‘Aqabah itu terletak di Mina. Mina itu, kata Nabi ﷺ, “Ma Baina al-Jabalain” [Lembah yang terletak di antara dua gunung]. Karena itu, tempat ini sangat tersembunyi. Tempat yang tak jauh dari tiang ‘Aqabah, tempat jamaah haji melempar Jumrah ‘Aqabah, di tanggal 10 Dzulhijjah.

Tak jauh dari tempat itulah, Baiat ‘Aqabah II itu dilaksanakan Nabi. Di tempat itulah, kini berdiri Masjid Bai’at, yang dibangun Khalifah Abu Ja’far al-Manshur, Khalifah kedua, di era Khilafah ‘Abbasiyah.

Baca juga:  Hijrah: Berpindah dari Cengkraman Sistem Kufur menuju Islam Kaffah

Ketika kaum Kafir Quraisy tak mendapatkan informasi apa pun tentang Baiat ‘Aqabah II dari orang-orang Yatsrib, selain informasi dari Iblis tadi, maka mereka pun merasa tenang.

Sampai akhirnya, apa yang mereka takutkan itu benar-benar menjadi kenyataan, setelah Nabi hijrah, meninggalkan Makkah, dan selamat dari endusan dan pengejaran kaum Kafir Quraisy, hingga sampai di Madinah.

Abdullah bin Ubay pun baru tahu, setelah Nabi sampai di Tsaniyatu al-Wada’, ketika disambut begitu luar biasa oleh penduduk Madinah.

Maka, Baiat ‘Aqabah, yang merupakan baiat nushrah wa man’ah itu menjadi tonggak kemenangan. Karena ini bukan baiat untuk kenabian dan kerasulan, tetapi baiat untuk memberikan kekuasaan kepada Nabi.

Baiat inilah yang kemudian dijadikan sebagai pedoman sahabat dalam pengangkatan Khalifah, pengganti Nabi. Dengannya, para sahabat berijmak mengangkat Abu Bakar as-Shiddiq menjadi Khalifah.

Karena itu, Imam an-Nawawi, dalam kitabnya Raudhatu at-Thalibin, maupun Imam al-Mawardi, dalam kitabnya al-Ahkam as-Sulthaniyah, kemudian menjadikan baiat ini sebagai metode baku dalam pengangkatan Khalifah.

Ini merujuk kepada pengangkatan Abu Bakar. Pengangkatan Abu Bakar sendiri merujuk pada Baiat ‘Aqabah II, ketika Nabi dibaiat untuk mendapatkan kekuasaan, demi menjalankan pemerintahan berdasarkan apa yang diturunkan Allah SWT. [MNews]

2 komentar pada “Mengapa 1 Muharam Dijadikan Tahun Baru Hijriah?

  • ita triogowati

    maasyaa Allah…Allah Sebaik–bsik Pengatur

    Balas
  • Jazakumullah khairan katsiran. MasyaAllah. Penjelasan yang luar biasa

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *