Meluruskan Metode Tafsir Jilbab ala Liberalis (Bagian 2/2)
Bagian pertama: Gayatri Wedowati kembali melancarkan serangan terhadap syariat jilbab. Tulisannya kental bernuansa tafsir ala liberalis, yang bagi beberapa orang boleh jadi terasa masuk akal sehingga perlu dikaji lebih mendalam untuk memperoleh kebenaran.
Subjudul: Jilbab dan Kerudung bukan Pakaian Adat
Oleh: Ustazah Arini Retnaningsih
MuslimahNews.com, TSAQAFAH – Islam telah menetapkan kewajiban terhadap muslimah untuk mengenakan khimar/kerudung, berdasarkan firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ
“….dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung (khimar) mereka hingga (menutupi) dada mereka…” (QS. An-Nuur: 31)
Lafaz “khumur” dalam ayat ini adalah bentuk jamak dari “khimar” yang bermakna kerudung, yaitu kain yang digunakan untuk menutupi kepala hingga “juyub”. Sedangkan yang dimaksud “juyub” adalah bentuk jamak dari “jaybun”, yang berarti batas bukaan baju atau kerah baju.
Sehingga “khimar” yang disyariatkan Islam adalah dengan menggunakannya sampai ke “juyub”. Artinya, kerudung itu harus dikenakan hingga menutupi kepala, leher, dan “juyub”, yaitu bukaan baju di dada.
Sebagian ahli tafsir menyatakan, sebelum turun ayat tentang kerudung ini, perempuan Arab telah memakai kerudung namun diikatkan ke belakang, sehingga bagian leher dan dada terbuka.
Pendapat ini kemudian diambil sebagai justifikasi kelompok yang tidak mau mewajibkan jilbab untuk menyatakan kerudung adalah pakaian tradisional arab sehingga ayat ini turun hanya ditujukan kepada orang Arab.
Pendapat seperti ini lemah sekali dalam penggalian dalil. Sekalipun misalnya memang benar kerudung adalah budaya perempuan Arab, tetapi dengan adanya perintah Allah kepada wanita mukminah, maka perintah tersebut berlaku juga untuk perempuan mukmin selain Arab.
Hal ini karena Rasulullah ﷺ diutus kepada seluruh manusia, bukan hanya bangsa Arab (HR Bukhari Muslim).
Berbeda halnya dengan sorban atau gamis bagi laki-laki yang biasa dipakai di Arab. Karena tidak ada nas yang memerintahkan laki-laki mengenakan pakaian seperti ini, maka ia tetap menjadi pakaian adat Arab dan tidak wajib bagi muslim non-Arab untuk mengenakannya.
Terlebih lagi, ada kaidah ushul fiqh “al ibratu biumuumil lafzhi, laa bikhususi sabab”, hukum diambil dari umumnya lafaz, bukan khususnya sebab. Karena lafaz ayat adalah umum bagi mukminah, maka hukumnya berlaku umum bagi seluruh mukminah, Arab ataupun non-Arab.
Bila kita cermati nas-nas yang ada, justru tampak ternyata kerudung bukanlah tradisi umum perempuan Arab.
Dalam asbabun nuzul Surat An-Nuur ayat 31 tentang wajibnya khimar diriwayatkan bahwa Asma’ binti Murtsid pemilik kebun kurma, sering dikunjungi wanita-wanita yang bermain-main di kebunnya tanpa berkain panjang, sehingga kelihatan gelang-gelang kakinya, dada, dan sanggul.
Selanjutnya Asma berkata, “Alangkah buruknya pemandangan ini.”
Maka turunlah ayat ini (surah An-Nuur[24]: 31) sampai auratinnisa’, berkenaan dengan peristiwa tersebut yang memerintahkan kaum mukminah menutup aurat (diriwayatkan Ibnu Abi Hatim dari Muqatil yang bersumber dari Jabir bin Abdillah)[Shaleh, HAA. Dahlan dan MD. Dahlan, Asbabun Nuzul , 1996, hlm. 356]
Dari asbabun nuzul surah An-Nuur ayat 31 tersebut jelas sekali dikatakan gelang-gelang kaki, dada, dan sanggul perempuan Arab saat itu terbuka.
Hal ini menunjukkan saat itu mereka belum memakai jilbab. Jika rambut, dada, dan kaki tidak termasuk aurat, tentu saja tidak perlu lagi perintah menutup aurat.
Perhatikan pula hadis berikut yang menceritakan bagaimana para muslimah bersegera menutup kepalanya, artinya sebelumnya mereka tidak sempurna menutup kepalanya.
Dari Aisyah ra., ia berkata, “Semoga Allah merahmati kaum wanita yang hijrah pertama kali, ketika Allah menurunkan firman-Nya: “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung mereka ke dadanya” (TQS An-Nuur: 31), maka kaum wanita itu merobek kain sarung mereka dan menutup kepala mereka dengannya.” (HR Bukhari)
Dari Shafiyah binti Syaibah ra. bahwa Aisyah ra. menuturkan wanita Anshar, kemudian beliau memuji mereka dan berkata tentang mereka dengan baik. Beliau berkata, “Ketika diturunkan surah An-Nuur: 31, maka mereka mengambil kain-kain tirai mereka kemudian merobeknya dan menjadikannya kerudung.”
Penjelasan tersebut adalah berkaitan dengan pakaian bagian atas yakni kerudung. Adapun bagian bawah, maka perempuan diwajibkan mengenakan jilbab saat akan keluar rumah.
Hal ini berdasarkan firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al Ahzab: 59)
Apakah pengertian jilbab yang dimaksud?
Kata “jalaabiibihinna” dalam ayat tersebut adalah bentuk jamak dari “jilbaabun”. “Jilbaabun”, dalam kamus Al-Muhith adalah “milhaafah wa mulaa’ah”, yaitu baju serupa mantel (menjulur). Sedangkan dalam tafsir Ibnu Abbas, “jilbaabun” adalah kain penutup atau baju luar seperti mantel (Tafsir Ibnu Abbas, hal 426).
Jilbab juga berarti “baju panjang (mulaa’ah) yang meliputi seluruh tubuh wanita” (Tafsir Jalalain hal 248). Sedangkan dalam Shofwatut Tafaasir, Imam ash-Shobuni, jilbab diartikan sebagai baju yang luas (wasi’) yang menutupi tempat perhiasan wanita (auratnya).
Asbabun nuzul surah Al-Ahzab [33] ayat 59 tentang wajibnya jilbab tidak menunjukkan jilbab hanya sebagai etika berbusana dalam membedakan antara perempuan ningrat dengan budak sebagaimana dikatakan Gayatri.
Frasa “Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenali, karena itu mereka tidak diganggu” di akhir ayat, dalam tafsir liberalis dianggap sebagai ‘illat, yaitu bila sudah mudah dikenal dan tidak ada lagi yang mengganggu, maka jilbab tidak lagi wajib. Padahal bila ditelaah, frasa di akhir ayat ini bukan ‘illat, melainkan hikmah.
Ada perbedaan besar antara hikmah dengan ‘illat.
‘Illat merupakan pemicu disyariatkannya suatu hukum, sedang hikmah adalah perkara yang menjelaskan hasil dan tujuan dari hukum.
‘Illat itu ada sebelum adanya hukum, sedang hikmah adalah hasil yang diperoleh dari pelaksanaan hukum.
Dari penjelasan ini jelas bahwa “dengan menggunakan jilbab, perempuan muslim lebih mudah dikenal sehingga tidak diganggu” adalah hikmah pemakaian jilbab karena merupakan hasil dan tujuan dari hukum.
Terakhir, yang perlu kita bahas dari tulisan Gayatri adalah tentang sanad atau apa yang disebutnya sampradaya.
Bila kita kaji hadis-hadis sahih yang sanadnya bersambung sampai kepada Rasulullah ﷺ, baik perkataan, perbuatan, ataupun ketetapan Rasulullah ﷺ, justru yang kita dapati adalah wajibnya jilbab.
Sebagai contoh hadis dari Ummu Athiyyah berikut:
“Rasulullah ﷺ memerintahkan kami untuk keluar pada Idulfitri maupun Iduladha, baik para gadis, wanita yang sedang haid, dan yang lainnya. Adapun wanita yang sedang haid, maka diperintahkan untuk meninggalkan shalat dan menyaksikan dakwah dan syiar kaum muslimin. Lalu aku bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana jika di antara kami ada yang tidak memiliki jilbab?” Rasulullah kemudian menjawab, “Hendaklah saudaranya meminjamkan jilbabnya.”.” (HR Muslim)
Rasulullah tidak memberikan keringanan bagi perempuan yang tidak mempunyai jilbab untuk keluar rumah tanpa jilbab. Beliau memerintahkan agar saudara muslimahnya meminjamkan jilbab.
Maka bila Gayatri mengklaim ia memiliki sampradaya yang lurus sampai kepada Muhammad ﷺ yang dapat dipertanggungjawabkan di akhirat dan di hadapan Muhammad ﷺ bahwa teks-teks Alquran yang dimaksud tidak berarti perintah kewajiban jilbab, ini adalah klaim yang tidak benar.
Dalam konteks ini harus dipahami sebuah riwayat yang dinisbatkan kepada Rasulullah ﷺ:
مَنْ قَالَ فِي الْقُرْآنِ بِرَأْيِهِ فَأَصَابَ فَقَدْ أَخْطَأَ
“Barang siapa yang berbicara tentang Alquran dengan pendapatnya sendiri kemudian ternyata benar dalam penafsirannya, maka sesungguhnya dia telah bersalah.” (HR Turmudzi)
Mafhumnya: Apalagi jika berbicara tentang tafsir dengan pendapatnya sendiri kemudian ternyata salah, tentu lebih besar kesalahannya. Padahal Rasulullah ﷺ telah mengancam:
مَنْ قَالَ فِي الْقُرْآنِ بِغَيْرِ عِلْمٍ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
“Barang siapa berbicara tentang Alquran tanpa disertai ilmu, maka hendaklah bersiap-siap mengambil tempat duduknya dari api neraka.” (HR Turmudzi)
Seharusnya hadis ini cukup untuk membungkam para liberalis dalam menafsirkan ayat-ayat jilbab sesuai dengan hawa nafsunya. Itu jika mereka masih memiliki iman bahwa neraka itu benar adanya. [MNews]
Dari sambungan bagian pertama: https://www.muslimahnews.com/2020/07/21/meluruskan-metode-tafsir-jilbab-ala-liberalis-bagian-1-2/
MaasyaAllah, Seperti ini lah Islam, sangat sempurna, dan terperinci sesuai dengan fitrah manusia
Maa syaa Allah.. penjelasannya mantap sekali, barakallah
Sungguh benar2 sombong dirinya sehingga menolak hukum2 Allah
Jilbab tdk hanya diperuntukan oleh muslimah arab..tp seluruh dunia..
Apa yang sudah Allah tetapkan tidak bisa ditawar lagi…..
Penjelasannya MasyaAllah.. ???
MasyaAllah..penjelasannya ???
MasyaAllah..???
Astaghfirullah,
Jilbab itu busana ynag wajib muslimah pakai bukan busana adat
masyaAllah
Betul. Pendapat2 seperti ini harua diberangus. Mereka adalah racun
Barang siapa berbicara tentang Alquran tanpa disertai ilmu, maka hendaklah bersiap-siap mengambil tempat duduknya dari api neraka.” (HR Turmudzi)
مَنْ قَالَ فِي الْقُرْآنِ بِغَيْرِ عِلْمٍ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
“Barang siapa berbicara tentang Alquran tanpa disertai ilmu, maka hendaklah bersiap-siap mengambil tempat duduknya dari api neraka.” (HR Turmudzi)
Seharusnya hadis ini cukup untuk membungkam para liberalis dalam menafsirkan ayat-ayat jilbab sesuai dengan hawa nafsunya. Itu jika mereka masih memiliki iman bahwa neraka itu benar adanya.
Masyaa Allah
Pemahaman rusak hanya lahir di sistem demokrasi..
Smoga Islam segera tegak yaa Allah spya org2 sprt ini bsa segera dituntaskan pemahamannya. ?
Penting banget pemahaman mengenai jilbab untuk muslimah, maka dari itu yuk ngaji!
Pahamilah…jika kerudung itu bukanlah sebuah kebudayaan tp memang sebuah kewajiban bagi umat muslim,
sebagai firman Allah dlm Q.S Annur:31
Jilbab bentuk ketaatan
Sekte sesat tumbuh subur dan secara sistemik terpelihara dalam alam sekulerisme.. Umat Islam wajib terus berupaya menggantinya dengan sistem Islam..
Jilbab adalah pakaian yang disyariatkan Allah Swt
Semoga. Allah. Membungkam. Para. Musuh. Islam. Yang. Ingin. Memutarbalikan. Alquran.
Begitulah orng2 sombong yg dengan percaya diri menolak hukum-hukum Allah
#BackToIslam