Analisis

The Sick Man of USA, Part Two: Kegagalan Amerika (dan Kapitalisme) Tak Terbantahkan

Oleh: Pratma Julia Sunjandari

MuslimahNews.com, ANALISIS – “American Dream” yang telah menjadi impian mayoritas penduduk dunia untuk merasakan hidup di Amerika atau hidup seperti bangsa Amerika, mesti ditinjau ulang. Sayangnya, begitu banyak muslim yang masih American-minded.

Mereka masih menggenggam erat demokrasi, dan terus-menerus mempertentangkannya dengan ajaran Islam atau sebaliknya, dicarikan alasan apologetis agar bisa membuatnya berdampingan hidup bersama Islam.

Demikian pula dengan kapitalis –berbasis ekonomi nonriil, utang, dan bunga bank– masih saja menjadi kiblat ekonomi, sekalipun harus “mengakalinya” demi berdamai dengan syariat.

Sungguh semua itu tak perlu. Etos bangsa Amerika –democracy, rights, liberty, opportunity, and equality– nyatanya hanya menampilkan watak hipokrit AS. Tak ada suara dari “99 persen” rakyat dan kesetaraan bagi imigran.

Peraturan mudah diubah demi kemauan pemilik kuasa dan uang. Prinsip kebebasan yang mereka propagandakan justru menjadi muara bagi kezaliman untuk rakyat di dalam dan luar negeri.

Posisi Internasional AS Melemah

AS kian renta. Raphael S. Cohen, Direktur Strategy and Doctrine Program RAND Corporation, mengakui bahkan sebelum pandemi Covid-19, kesulitan strategis yang dihadapi AS terus meningkat. Negara ini semakin sulit memenuhi komitmen internasionalnya.[1] AS tak lagi mampu menepati sesumbarnya sebagai polisi dunia.

Di bawah pimpinan Donald Trump, AS terus menebar permusuhan. “Perang dingin” antara AS dan Cina memuncak seiring pandemi Covid-19. Tidak hanya berbalas ancaman, LCS (Laut Cina Selatan) turut menjadi teater unjuk kekuatan militer.

Sejak pandemi dimulai, pesawat tempur dan kapal AL Cina secara rutin mendekati Taiwan untuk latihan rutin.[2] AS membalas dengan mengerahkan armada laut dari pangkalan militer AS di Guam untuk melakukan latihan kebebasan bernavigasi.[3]

Bentrokan keduanya berlanjut di Markas PBB (28/5/2020), setelah Cina menolak permintaan AS untuk menggelar rapat DK PBB guna membahas RUU keamanan nasional bagi Hong Kong.[4] Sekalipun Cina tak bakal mampu menyaingi AS, tapi AS amat terganggu dengan ambisi Cina untuk muncul sebagai kekuatan kedua.

Tradisi AS memang terus mencari common enemy untuk membuktikan arogansinya. Tidak peduli siapa yang akan menjadi presiden pada 20 Januari 2021, musuh-musuh AS tetap konstan.[5]

Permusuhannya terhadap Islam –menjadikan GWoT sebagai perhatian strategis lebih dari dua dekade– belum juga berakhir. Permusuhan dengan rival tradisionalnya, yakni Cina, Rusia, Iran, dan Korea Utara, tidak berakhir hanya karena disibukkan wabah Covid-19.

Sebaliknya, sekutu AS tidak pernah konstan. Bisa dimengerti, karena dunia kapitalis itu materialistis sehingga para alliances akan mendekat jika kedekatannya dengan AS bakal menguntungkan mereka.

AS juga telah terpukul secara finansial dan diragukan akan ada cukup dana untuk meningkatkan pertahanan. Nekat mengerek anggaran pertahanan, bisa berisiko buruk bagi Pilpres yang akan datang.[6]

Pada bulan April, IMF memproyeksikan Zona Euro, Jepang dan AS mengalami penurunan tajam dalam PDB. Kalaupun AS dan sekutunya mendapat keuntungan ekonomi luar biasa untuk menopang kekuatan militer mereka, anggaran militernya tak akan kembali seperti semula.[7]

Tentu kondisi ini juga akan mengganggu posisi konstelasinya. Padahal, masalah Afghanistan dan Timur Tengah belum berujung pada harapan yang diangankan AS.

Walhasil, sebagaimana “ramalan” Henry Kissinger bahwa pandemi corona akan mengubah sistem global selamanya dan menciptakan kekacauan politik dan ekonomi[8], benar-benar dihadapi AS.

Gejolak Dalam Negeri

Di dalam negeri, yang paling menonjol adalah kegagalan AS menangani pandemi corona. AS menjadi satu-satunya negara dengan kasus positif lebih satu juta orang dan korban meninggal dunia (27/05/2020) melebihi 100.000 orang.

Bagaimana tidak disebut gagal bila negara adidaya ini mengalami kekurangan pengetesan dan persediaan pasokan medis, serta gagal untuk menerapkan jarak fisik antarindividu?[9]

Namun, sekalipun ancaman nyawa demikian besar, sebagai kampiun kapitalisme, AS lebih memilih menomorsatukan aspek ekonomi. Akibat pandemi, ekonomi AS memang hancur seperti pengakuan Gubernur Bank Sentral AS, The Fed, Jerome Powell dan Menkeu AS Steven Mnuchin[10]. Sehingga untuk mengatasi hilangnya 20,5 juta lapangan pekerjaan sejak April[11] bisnis mulai dibuka di beberapa negara bagian.

Padahal model epidemiologi yang dibuat RAND Corp menunjukkan bahwa di sebagian besar negara, keadaan akan menjadi lebih buruk di akhir musim panas (September). Dan di AS sebenarnya belum mencapai puncak tingkat penyebaran dan tingkat kematian.[12]

Semestinya pemerintah AS tetap menjaga pembatasan beberapa minggu lebih lama agar mengurangi ukuran kenaikan itu. Apa boleh buat, kapitalisme hanya peduli atas pergerakan ekonomi daripada penyelamatan atas kehidupan.

Padahal pengabaian terhadap risiko penularan menyebabkan banyak negara kaya mengalami kegagalan yang begitu buruk. AS, Inggris, Italia, Prancis, dan Spanyol memiliki 70 persen total kematian Covid-19 di dunia.

Para analis menyebutkan, potensi ancaman di masa depan tetap nyata bagi negara yang lalu lintas internasionalnya tinggi serta memiliki populasi menua. Contohnya, sekalipun Australia telah berhasil dengan baik, namun tidak dijamin di masa depan akan mampu mengatasi wabah dengan kesuksesan serupa.[13] Apalagi AS, yang diakui siapa pun menjadi episentrum Covid-19 terbesar karena kegagalannya mengatasi pandemi.

AS juga gagal menjamin kelangsungan hidup kaum miskin, karena selain terinfeksi dan kehilangan pekerjaan, mereka juga sekarat. Rumah tangga berpenghasilan rendah di AS, tidak hanya sulit memenuhi kebutuhannya, tapi juga menderita kerawanan pangan[14].

Belum lagi masalah politik. Costas Panagopoulos, peneliti politik Harvard berpendapat, pandemi ini telah dipolitisasi di AS. Elite politik, terutama Trump, mengatakan bahwa dampak politik virus corona lebih penting ketimbang dampak kesehatan.

Pernyataan menyesatkan itu mengakibatkan level keacuhan soal Covid-19 amat tinggi[15]. Termasuk ketidakpedulian akan jaminan untuk rakyat membuat Trump berjanji akan memveto RUU stimulus ekonomi sebesar USD3 triliun yang menyediakan lebih banyak bantuan[16].

Maklum, DPR yang dikuasai Demokrat adalah rival Trump yang harus dijegal kebijakan populisnya demi merebut kursi pada Pilpres November nanti.

“USA is The Loser”

Kegagalan AS mengimpor visi universalnya –sebagai dewa kesetaraan, HAM, dan demokrasi– menemui momentumnya melalui gelombang demonstrasi menuntut kematian George Floyd (25/5/2020), seorang Afro Amerika.

Kemarahan massa tidak hanya disebabkan rasisme sistemis sebagaimana disampaikan George W. Bush[17] melainkan akumulasi berbagai problem. Demonstrasi yang menjalar sampai Inggris, Jerman, Selandia Baru dan Australia sesungguhnya mewakili berbagai kekecewaan masyarakat.

Kesenjangan ekonomi yang menjadi potret AS sebagai negara plutokrasi, berpadu dengan supremasi kulit putih, polarisasi politik, dan ketidakbecusan negara menangani pandemi seakan menjadi muara kemarahan rakyat.

Sikap otoriter yang kerap menjadi kritik AS terhadap Cina atau Iran, justru dipertontonkan Trump yang berlindung pada Insurrection Act (UU Pemberontakan tahun 1807), yang mengizinkan presiden mengerahkan militer demi menghentikan kerusuhan[18].

Hipokrisi adalah karakter AS. Kebungkamannya atas aneksasi Israel di wilayah Tepi Barat Palestina, atau pura-pura simpati pada muslim Uighur –dengan melegislasi RUU Uighur yang memberikan Trump kewenangan menjatuhkan sanksi terhadap Cina terkait dugaan persekusi Muslim Xinjiang[19]– semakin menunjukkan karakternya yang hanya berpihak pada keuntungan materialistis.

Pernyataan “semua manusia diciptakan setara, memiliki hak untuk hidup dan kemerdekaan yang tidak bisa dicabut” sebagaimana tercantum pada Deklarasi Kemerdekaan Juli 1776 di Philadelphia, terbukti sekadar omong kosong.

AS adalah penanggung jawab utama kekisruhan dunia, kematian berjuta “orang tak berdosa”, kehancuran ekosistem, serta penyebarluasan sistem rusak dan merusak. Semua realitas itu merupakan pembuktian yang tak mungkin disangkal tentang kegagalan AS. “USA is the loser”, AS adalah pecundang.

Kori Schake, direktur strategi Dewan Keamanan Nasional di masa George W. Bush, berpendapat AS tidak akan lagi dipandang sebagai pemimpin internasional karena pemerintah inkompeten dan (sibuk) dengan kepentingannya sendiri yang sempit[20].

Mungkin, Donald Trump adalah “kutukan” bagi AS. Pada 2017, Trump mengumumkan strategi keamanan nasional baru yang berfokus pada kompetisi kekuatan besar. Nyatanya, Covid-19 menunjukkan strategi itu tidak memadai.

Bahkan jika AS menang sebagai kekuatan besar, ia tidak dapat melindungi keamanannya.[21] Karena itu Trump seperti tidak percaya diri, sehingga kubunya meluncurkan kembali semboyan America Great Again.

Mampukah AS berjaya lagi?

Frederick Kempe, pimpinan Atlantic Council[22], menilai bahwa kunci dominasi AS pascapandemi Covid-19 hanya dapat diraih jika AS serius mempertahankan kepemimpinan ekonomi dan politik global.[23] Namun gambaran di atas menunjukkan amat sulit bagi AS meraih posisi ini kembali akibat deraan krisis serta rival dan musuh yang terus merongrong posisinya, baik di dalam atau luar negeri, sebagai akibat kepemelukannya terhadap ideologi Kapitalis.

Sungguh menarik tawaran CSIS (Centre for Strategic and International Studies) untuk melakukan perubahan mendasar sebagai antisipasi untuk perkembangan sosial dan ekonomi masa depan dunia.

Namun tawaran CSIS itu hanya mengulang kegagalan lama, sekalipun jika AS akan memperbaiki hubungannya dengan negara-negara di dunia. Apalagi pragmatisme para pemimpin di pemerintahan, sektor swasta, dan masyarakat sipil[24] AS justru menumpuk permasalahan yang siap meledak setiap waktu. Tambal sulam solusi yang pasti berujung pada timbulnya masalah baru.

Tak mustahil jika hal itu akan mempercepat ajal AS dan kapitalisme. “…Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir)…” (TQS Ali Imran ayat 140).

Bagi negarawan dan politisi muslim, tak ada yang lebih baik kecuali mengupayakan kembali tegaknya Khilafah Islamiyah sebagai syarat penegakan syariat Islam kaaffah sebagai jawaban atas kegagalan AS dan kapitalisme.

Sistem hidup yang diwahyukan Allah SWT ini terbukti 13 abad antigagal. Khilafah adalah gambaran supremasi kekuasaan yang bebas dari karakter arogan dan zalim, yang justru mengayomi setiap bangsa sekaligus adil, humanis, dan menyejahterakan.

Terbukti perlakuan Utsmaniah pada warga Kristen Yunani, kaum Kalvinis Hungaria dan Transilvania, kaum protestan Silesia, dan kaum Cossack Rusia menghirup suasana damai di bawah pemerintahan Sultan.[25]

Jika Stephen M. Walt, profesor di Harvard University “meramalkan” Covid-19 akan mempercepat pergeseran kekuasaan dan pengaruh dari Barat ke Timur[26] dan John Allen, presiden Brookings Institution menyatakan krisis ini akan mengubah struktur kekuatan internasional dengan cara yang hanya bisa kita bayangkan[27], mengapa sebagai kaum beriman kita ingkar atas wa’dullah dan bisyaroh Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam? [MNews]


Referensi:

[1] https://www.rand.org/blog/2020/05/why-the-united-states-will-need-a-new-foreign-policy.html

[2] https://www.matamatapolitik.com/latihan-perang-dua-kapal-induk-beijing-dikerahan-ke-laut-china-selatan-news/

[3] https://www.cnnindonesia.com/internasional/20200528125721-113-507598/bujet-pertahanan-china-dan-siaga-perang-ala-xi-jinping

[4] https://m.detik.com/news/internasional/d-5031492/as-dan-china-bentrok-soal-hong-kong-di-markas-pbb

[5] Ibidem 1

[6] https://www.matamatapolitik.com/peluang-terakhir-as-untuk-melawan-kebangkitan-china-analisis/

[7] Ibidem 1

[8] The Coronavirus Pandemic Will Forever Alter the World Order. The Wall Street Journal. Henry A. KissingerApril 3, 2020

[9] https://www.voaindonesia.com/a/tewas-corona-amerika-100000-kapasitas-stadion-gbk/5438379.html

[10] https://www.voaindonesia.com/a/menkeu-as-paparkan-kehancuran-ekonomi-akibat-pandemi-covid-19/5426760.html

[11] https://internasional.kontan.co.id/news/dihantam-corona-angka-pengangguran-as-capai-rekor-tertinggi

[12] https://www.rand.org/blog/2020/05/modeling-the-future-of-covid-19-qa-with-rand-experts.html

[13] https://republika.co.id/berita/qao2n2/mengapa-negaranegara-kaya-alami-kematian-covid19-tinggi

[14] https://www.rand.org/news/press/2020/06/03.html

[15] https://www.bbc.com/indonesia/dunia-52733619

[16] https://www.voaindonesia.com/a/dpr-loloskan-ruu-bantuan-pandemi-3-triliun-yang-ditentang-trump/5423142.html

[17] https://www.cnnindonesia.com/internasional/20200603101004-134-509324/eks-presiden-bush-sebut-demo-antirasisme-kegagalan-tragis-as

[18] https://www.voaindonesia.com/a/joe-biden-kecam-mobilisasi-sumber-daya-militer-untuk-padamkan-protes/5446025.html

[19] https://www.cnnindonesia.com/internasional/20200528070722-134-507495/kongres-as-setujui-ruu-uighur-buka-jalan-trump-sanksi-china?

[20] https://foreignpolicy.com/2020/03/20/world-order-after-coroanvirus-pandemic/

[21] American Power Will Need a New Strategy, by Joseph S. Nye, Jr., a university distinguished service professor at Harvard University and the author of Do Morals Matter? https://foreignpolicy.com/2020/03/20/world-order-after-coroanvirus-pandemic/

[22] a foreign policy think tank and public policy group based in Washington, D.C.

[23] https://www.pinterpolitik.com/as-vs-tiongkok-luhut-tau-pemenangnya/

[24] https://www.csis.org/analysis/forecasting-covid-19s-course

[25] T.W. Arnold, dalam bukunya The Preaching of Islam

[26] Ibidem 20

[27] Ibidem 20, The History of COVID-19 Will Be Written by the Victors

60 komentar pada “The Sick Man of USA, Part Two: Kegagalan Amerika (dan Kapitalisme) Tak Terbantahkan

  • Leni setiani

    Allahu akbar. sistem fasad akan segera tumbang dengan tegaknya khilafah

    Balas
  • Sambut fajar kebangkitan KHILAFAH didepan kita. Allahu Akbar……….

    Balas
  • Terbukti perlakuan Utsmaniah pada warga Kristen Yunani, kaum Kalvinis Hungaria dan Transilvania, kaum protestan Silesia, dan kaum Cossack Rusia menghirup suasana damai di bawah pemerintahan Sultan.
    THIS IS ISLAM!!!

    Balas
  • Afra Amatullah

    Saatnya Islam menggantikan kapitalisme,

    Balas
  • Ketika peradaban asing hancur pada saat yg sama peradaban Islam akan bangkit menggantikan. Aamiin.

    Balas
  • Rini Hustiany

    Peradaban yg dibuat oleh manusia, pada suatu saat pasti akan hancur. Beda peradapan sesuai dengan aturan Allah oasri akan kokoh

    Balas
  • Tidak ad solusi yg lain. Kembali kepada sisitem islam

    Balas
  • Saatnya dunia berganti kepemimpinan dari sistem Kapitalis menuju Sistem Islam

    Balas
    • Esti Nurjanah

      Jelas kapitalisme tidak bakalan langgeng. Hanya sistem Islam yang mampu menjawab semua problematika kehidupan.

      Balas
  • Saatnya islam bangkit! Allahuakbar

    Balas
  • Cucu Suwarsih

    Sistem kapitalisme hanya melahirkan kesengsaraan, saatnya Islam bangkit. Allahu akbar

    Balas
  • Kemenangan sdh di depan mata

    Balas
  • Ummu hasan

    Saatnya Islam memimpin Dunia.
    Semoga Allah segera mengangkat kepemimpinan Diktator dan menggantinya dengan Khilafah ala minhajinnubuwwah.Aamiin

    Balas
  • Nana alfaruqa

    The Sick Man in Europe julukan Barat kepada Khilafah Ustmani kala itu…
    Hahaha.. Sekarang..kebalik..The Sick Man Of U.S.A…

    Balas
  • Ummu haidar

    Cukup Rasulullah Saw sebagai teladan…

    Balas
  • Emi NURHAYATI

    Allahu Akbar. Semoga islam segera bangkit & menang. Aamiin

    Balas
  • Nur Khaerati

    Sistem islam adalah sistem yg shohih berasal dari Allah swt

    Balas
  • Kehancuran kapitalis .. semogaaa

    Balas
  • Mariam Puji Sari

    Saat menyambut kebangkitan ummat islam

    Balas
  • Islam lah satu-satunya solusi yang dapat menyelesaikan problematika kehidupan manusia secara tuntas tepat cepat

    Balas
  • Tunggu sejengkal lagi maka mamarika tinggal serpihan..daulah Islam di depan mata .. Allahu Akbar!!!

    Balas
  • Bagi negarawan dan politisi muslim, tak ada yang lebih baik kecuali mengupayakan kembali tegaknya Khilafah Islamiyah sebagai syarat penegakan syariat Islam kaaffah sebagai jawaban atas kegagalan AS dan kapitalisme.

    Balas
  • Rini Hustiany

    Para komprador kapitalis sedang bertarung agar tidak runtuh

    Balas
  • Saatnya peradaban Islam memimpin dunia

    Balas
  • Kapitalis runtuh..Islam Bangkit..

    Balas
  • Kita songsong tata perubahan dunia yg baru dg sistem sempurna dan shohih utk menggantikan sistem kapitalis yg bathil fn buruk…

    Balas
  • Syahira mia

    Smoga sistem kapitalis demokrasi segera tumbang dan digantikan dgn Sistem Islam kaffah…. Aamiin

    Balas
  • Hamba Allah

    Sekaranglah saatnya ISLAM BANGKIT!!! Allah telah menjanjikan kembalinya kejayaan islam. Allahuakbar !!!

    Balas
    • Udah jelas kebobrokannya, apa yg perlu d rtahankan lagi????
      Udah_kembali ke sistem Allah aja deh

      Balas
  • Saatnya para pemimpin negeri negeri Islam sadar untuk kembali kepada sistem Islam Kaffah demi kesejahteraan dan kejayaan seluruh umat.

    Balas
    • Kita tunggu kejatuhan nya AS.

      Balas
  • Alhamdulillah……semoga kapitalis mundur KHILAFAH maju.Allahu akbar……

    Balas
  • detik detik ajal kapitalisme

    Balas
  • MeSri wahyuni

    Ya Allah sibukkanlah mereka( penguasa kapitalis) dg urusan mereka masing2 dan Engkau tunjukkan kepada mereka bahwa sistim Islam adalah ramahtalil’alamin

    Balas
  • Saatnya umat kembali menjadikan Islam sebgai way of life. Jangan malah berkiblat pada AS.

    Balas
  • Esti Nurjanah

    Sudah terbukti nyata sistem kapitalisme telah gagal. Hanya sistem Islam yang mampu mengatasi semua masalah.

    Balas
  • Rusita andriani

    Islam solusi semua masalah

    Balas
  • Semakin kesini AS yg merupakan negara adidaya di sistem demokrasi dng kiblat kapitalisme sekulernya dalam menangani problematika yg bertubi2 blm selesai covid 19 blm lg komplik internal terkait kematian warga kulit hitam mmbuat AS dalam hal ini semakin bingung. Covid-19 mmbuat ekonomi dunia merosot termasuk d dlmnya AS sbg pengemban ideologi kapitalisme. smga covid 19 semakin menyadarkan ummat dan berakhir dengan tegaknya Khilafah Islamiyah. Aamiin

    Balas
  • saatnya islam bangkit..!!!

    Balas
    • Ya Allah hancurkan sistem yg merusak manusia jadikan islam jaya kembali kami butuhkan syariah agar diakhir hayat ini bisa merasakan agung nya aturan2 dan hukum2 yg Engkau turunkan kemuka bumi ini

      Balas
    • Asma Suliatiawati

      saatnya Islam bangkit mempin dunia

      Balas
    • Rezky Rahmadhani Syamsu

      Saatnya Islam bangkit, untuk bangkit perlu kekuatan doa, usaha dalam menegakkan khilafah…. Allahuakbar

      Balas
    • Syariah dan Khilafah solusi hidup berkah.

      Balas
    • dewi setiyani

      Sistem kapitalisme adalah sistem yg dibuat oleh manusia yg jelas jelas aqidahnya sekuler…jd tidak sesuai dengan fitrah manusia….shg tidak bisa menyelesaikan problematika umat malah justru menyengsarakan umat…saatnya kita kembali ke sistem Islam…

      Balas
    • Syafa Asyifa

      Saatnya terapkan sistem Islam

      Balas
    • syamsinar. Aris

      Sebentar lg. Akan bangkit Pemimpin Islam tegak di bumi Allah ini. Aamiin

      Balas
    • Khairunnisa

      Saatnya islam bangkit allahu akbar

      Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *