Analisis

Pandemi Covid-19, “New Normal”, dan Kebutuhan Dunia terhadap Peradaban Islam

Oleh: Dr. Rini Syafri (Doktor Biomedik dan Pengamat Kebijakan Publik)

MuslimahNews.com, ANALISIS – “New normal” hanyalah upaya Barat mendustai dunia atas karakter buruk peradaban mereka, meski lonceng kematian telah berbunyi. Tanda kematian itu tampak jelas pada kondisi Amerika Serikat[1],[2],[3] yang menjadi jantung peradaban Barat.

Sementara, karakter buruk peradaban kapitalisme tercermin dari kegagalannya mengatasi pandemi Covid-19 yang memperparah resesi kronis. Artinya, “new normal” bukanlah sekadar kehidupan dengan sejumlah protokol kesehatan, melainkan kehidupan dunia dalam peradaban kapitalisme yang berkarakter merusak di tengah pandemi Covid-19 yang dibiarkan mengganas akibat tekanan resesi terburuk sepanjang sejarah. Hasilnya, penderitaan dunia akan semakin dalam.

Tulisan ini bertujuan memaparkan dua hal.

Pertama, konsep “new normal” atau “new normal life” atau “hidup berdamai dengan Covid-19” dan kaitannya dengan sejumlah karakter buruk peradaban kapitalisme yang sangat berbahaya bagi kehidupan umat manusia.

Kedua, karakter mulia peradaban Islam yang Indonesia dan dunia hari ini membutuhkan kehadirannya.

“New Normal”, Agenda Penjajahan Barat

Tegaknya peradaban Barat di atas landasan pemisahan agama dari kehidupan, serta gambarannya tentang kehidupan sebagai manfaat semata, merupakan dua hal yang menjadikan peradaban Barat berkarakter hina dan buruk, yakni penjajahan atau imperialisme.

Ditegaskan Syaikhul Islam Al ‘Aaalim Taqiyuddin An Nabhani rahimahullah, dalam tulisannya berjudul Al Hadharah Al Islamiyah, “…Oleh karena itu penjajahan merupakan hal yang wajar bagi penganut peradaban Barat..[4]

Sementara, lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mulanya berupa Keluarga Internasional, hanyalah hadir bagi kepentingan Barat dan peradabannya yang tidak menginginkan keberadaan peradaban Islam.

Adapun tentang keluarga internasional, pada mulanya komunitas negara-negara Kristen di Eropa Barat muncul untuk membentuk organisasi yang mampu menghadapi daulah Islam.[5]

Sekarang, ia juga hadir untuk fungsi yang sama. Sebab, PBB telah mencanangkan konsep “new normal” sebagai formula dan peta jalan bagi solusi persoalan dunia hari ini.

Dimuat dalam lamannya melalui artikel tertanggal 27 April 2020 bertajuk “A New Normal: UN lays out roadmap to lift economies and save jobs after Covid-19” (New Normal: Peta jalan yang diletakkan PBB bagi peningkatan ekonomi dan penyelamatan lapangan pekerjaan setelah Covid-19).

Dinyatakan, “Kondisi ‘normal yang dulu’ tidak akan pernah kembali, sehingga pemerintah harus bertindak menciptakan ekonomi baru dan lapangan pekerjaan yang lebih banyak[6].”

Bahkan, “new normal” telah ditetapkan PBB sebagai kerangka kerja dunia, dan dipromosikan untuk suatu kehidupan baru yang lebih baik.

Sebagaimana dinyatakan sekretaris Jenderal PBB Antonio Gutteres. “Kerangka kerja PBB menanggapi langsung persoalan sosial-ekonomi akibat Covid-19: Tanggung jawab bersama, solidaritas global, dan tindakan mendesak bagi orang-orang yang membutuhkan, mengimbau agar melindungi pekerjaan, bisnis, dan mata pencaharian untuk menggerakkan pemulihan masyarakat dan ekonomi yang aman sesegera mungkin secara berkelanjutan, setara gender, dan netral karbon –yang lebih baik daripada “normal yang dulu1.”

Sejalan dengan fungsi PBB, World Health Organization (WHO), underbow PBB di bidang kesehatan, telah memberikan dukungan resmi melalui News Release 15 Mei 2020 bertajuk “Local epidemiology should guide focused action in ‘new normal’ Covid-19 world”.

Dinyatakan, “Di tengah peningkatan kasus Covid-19 sementara negara-negara di wilayah WHO Asia Tenggara secara bertahap melonggarkan penguncian (lockdown), maka WHO hari ini mengatakan bahwa penilaian yang cermat terhadap epidemiologi lokal harus menjadi panduan tindakan dalam memerangi virus di masa yang akan datang[7].”

Penting dicatat, sejumlah peringatan WHO tidaklah dapat dianggap sebagai pengurangan dukungannya bagi konsep “new normal”. Juga prinsip-prinsip yang harus dijadikan panduan dalam transisi ke “normal yang baru”, yang dicanangkan WHO pada laman euro.who.int[8]. Sebab faktanya, tidak satu pun negara saat ini yang benar-benar menjalankan saran-saran itu.

Seperti yang termaktub pada saran ke-1: “Bukti (saintifik) menunjukkan penularan Covid-19 terkontrol”; dan saran ke-2: “Kapasitas kesehatan masyarakat dan sistem kesehatan termasuk rumah sakit memadai untuk identifikasi, isolasi, testing, trace contact (penelusuran kontak) dan karantina.”

Kemustahilan itu hingga bagi Amerika[9] yang dinilai memiliki sistem kesehatan terbaik berbasis asuransi komersial dan juga Italia[10] yang dinilai memiliki sistem kesehatan terbaik di dunia dengan berbasis asuransi kesehatan wajib.

Baca juga:  Kematian Tenaga Medis Indonesia Tertinggi se-Asia, Ibarat Perang Minim Tentara

Tambahan lagi, berada di belakang peradaban Barat telah menjadi prinsip kerja WHO. Hal ini terlihat dari muatan nilai-nilai peradaban Barat pada International Health Regulation (IHR) (2005), yang dijadikan WHO sebagai acuan penanggulangan wabah. Khususnya pasal 3 butir ke-1: “The implementation of these Regulations shall be with full respect for dignity, human rights and fundamental freedoms of persons[11].”

Indonesia, sebagai negara pengekor sekaligus menjadi target penting penjajahan Barat, telah mengadopsi konsep batil berbahaya ini.

Diumumkan Presiden Joko Widodo (7/5/2020), melalui akun resmi media sosial Twitter @jokowi, dinyatakan, “Sampai ditemukannya vaksin yang efektif, kita harus hidup berdamai dengan Covid-19 untuk beberapa waktu ke depan.”

Maksud itu dipertegas deputi bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmudin, “Ya, artinya jangan kita menyerah, hidup berdamai itu penyesuaian baru dalam kehidupan. Ke sananya yang disebut “the new normal”. Tatanan kehidupan baru[12].”

Bahkan, pemerintah Indonesia telah melangkah jauh dengan mengeluarkan skenario dan timeline bagi konsep “new normal”.

Dimuat pada laman kompas.com, “Kementerian perekonomian mengeluarkan skenario “hidup normal” atau “new normal” dengan timeline pemulihan ekonomi nasional usai pandemi Covid-19. Skenario ini dibuat mulai awal Juni mendatang. Dalam timeline tersebut dirumuskan lima fase atau tahapan yang dimulai tanggal 1, 8, 15 Juni, dan 6, 20, 27 Juli 2020. Adapun fase itu akan diikuti dengan kegiatan membuka berbagai sektor industri, jasa bisnis, toko, pasar, mal, sektor kebudayaan, sektor pendidikan, aktivitas sehari-hari di luar rumah[13].”

Selama ini, sebagaimana kita saksikan, Indonesia telah dalam cengkeraman penjajahan ekonomi dan politik Barat, maka “new normal” hanya menunjukkan penjajahan dalam suasana baru; Suasana ketika Covid-19 sedang berkecamuk dan tuntutan imperialisme yang lebih besar atas resesi terparah dalam sejarah. Sehingga, penderitaan yang akan ditimbulkan pada masyarakat tentu akan lebih dalam lagi.

“New Normal”, Hanya Nilai Materi yang Diakui

Selain berkarakter imperialisme, karakter peradaban kapitalisme yang tidak kalah buruk dan berbahaya adalah mengakui nilai materi semata.

Dinyatakan Syaikhul Islam Al ‘Aaalim Taqiyuddin An Nabhani rahimahullah, dalam tulisannya berjudul Al Hadharah Al Islamiyah, buku An Nizhamul Islam, “Oleh karena itu tidak akan ditemukan dalam peradaban Barat nilai moral, atau nilai spiritual, atau nilai kemanusiaan, kecuali nilai materi saja[14].”

Sehingga, aspek ekonomi yang hanya membahas aspek materi dan manfaat dalam sistem ekonominya, menjadi fokus bahkan mengatasi urusan kesehatan dan nyawa manusia. Bahkan, kesehatan sendiri tidak lebih dari jasa yang harus dikomersialkan.

Hal ini terlihat pada konsep “new normal” atau “new normal life” ini. Demi hasrat meraih nilai materi, rezim berkuasa berlepas tangan dari mengatasi pandemi Covid-19 yang tengah berkecamuk. Kendati untuk itu kesehatan dan nyawa miliaran manusia taruhannya.

Di saat yang bersamaan, ia fokus pada fungsinya sebagai pelayan korporasi dan pelaksana agenda hegemoni Barat, khususnya ekonomi.

Ditegaskan sekretaris Jenderal PBB Antonio Gutteres, “Semua yang kita lakukan baik saat krisis maupun sesudahnya harus dengan fokus yang kuat untuk membangun ekonomi dan masyarakat yang lebih setara, inklusif, dan berkelanjutan yang lebih tangguh dalam menghadapi pandemi, perubahan iklim, dan berbagai tantangan global lainnya yang kita hadapi1.”

Sementara, pembangunan ekonomi, dan masyarakat yang lebih setara, inklusif, dan berkelanjutan, yang selama ini dipraktikkan hanyalah mengedepankan nilai materi sehingga tidak ada yang tersisa kecuali kesengsaraan umat manusia.

Baca juga:  Fenomena “Hijrah Milenial” Kaum Muda Muslim di Indonesia di tengah Kriminalisasi Dakwah Tauhid

Nilai materi yang mendominasi konsep new normal, juga tampak dari lima pilar kerangka kerja PBB bagi kesuksesan “new normal”.

Kelima pilar itu, sebagaimana termaktub pada laman unsdg.un.org., yakni:

“(1) Kesehatan yang utama, meliputi perlindungan pelayanan dan sistem kesehatan (akses yang mudah terhadap pelayanan kesehatan esensial dan penguatan sistem kesehatan dengan UHC; (1) Perlindungan sosial dan layanan dasar; (3) Respons dan recovery ekonomi; (4) Respons makroekonomi dan kolaborasi; dan (5) Kohesi sosial dan ketahanan masyarakat[15],[16].”

Kerangka kerja PBB adalah bagian yang tidak terpisahkan dari peradaban Barat. Sehingga tidak diragukan lagi, nilai materi serta aspek bisnis adalah yang utama, termasuk pada aspek kesehatan.

Karenanya, meski kesehatan diposisikan yang utama, tetapi bukanlah untuk kesehatan keselamatan jiwa umat manusia. Akan tetapi untuk tujuan nilai materi dan industrialisasi. Sebagaimana kita saksikan, demikianlah faktanya sistem kesehatan kapitalisme.

“New Normal”, Buruknya Penghargaan terhadap Sains

Lebih jauh lagi, karakter peradaban Barat yang tak kalah rendah dan berbahaya, adalah buruknya penghargaan terhadap sains, apalagi wahyu. Tidak dihargai kecuali sekadar mengambil manfaat yang bersifat materi dan ekonomi.

Konsekuensi logis dari keberadaan peradaban Barat yang dilandaskan pada jalan tengah, bukan kebenaran, ialah berupa pemisahan agama dari kehidupan.

Ditegaskan Syaikhul Islam Al ‘Aaalim Taqiyuddin An Nabhani rahimahullah, “Peradaban Barat berdiri di atas pemisahan agama dari kehidupan. Di atas asas ini berlangsung kehidupan dan sistem kehidupan4.”

Pengabaian kebenaran sains juga tampak pada “new normal”. Hal ini telah membuat kekhawatiran para ahli memuncak, khususnya ahli kesehatan. Seperti Anthony S Fauci, dokter ahli penyakit menular dan direktur National Institute of Allergy and Infectious Disease. Ia menentang langkah Trump yang membuka kembali sekolah dan ekonomi saat wabah sedang mengganas, dan menyatakan kepada sejumlah gubernur negara bagian, “Ada risiko nyata bahwa Anda akan memicu wabah yang mungkin tidak dapat anda kendalikan[17]

Ia juga menegaskan, “We don’t know everything about the virus and we really better be pretty careful, particularly when it comes to children6.”

Sedangkan perawatan dan vaksin bukanlah jaminan, sebagaimana ia nyatakan, “The idea of having treatments available or a vaccine to facilitate the re-entry of students into the fall term would be something that would be a bit of bridge too far6.“ (Ide penyediaan perawatan dan vaksin untuk memfasilitasi siswa kembali ke sekolah di musim gugur adalah penyelesaian yang terlalu jauh).

Kepada masyarakat Amerika yang bertanya-tanya kapankah kehidupan mereka kembali normal, ia (Anthony S Fauci) berpesan, “You’ve got to be realistic and you’ve got to understand that you don’t make the timeline, the virus makes the timeline[18]” (Anda harus realistis dan mengerti, bahwa bukan Anda yang membuat timeline, viruslah yang membuat timeline).

Artinya, timeline kalender epidemiologi (kondisi virus penyebab pandemi) harusnya dijadikan landasan kapan aktivitas kehidupan bisa kembali normal, bukan ekonomi, dan hal ini membutuhkan data saintifik.

Sementara data saintifik sendiri belum menunjukkan landaian kurva Covid-19, di dunia maupun di Indonesia. Belum terlihat adanya landaian telah dinyatakan oleh IAKMI[19]. Bahkan di sejumlah negara, kurva melandai yang kembali naik menunjukkan adanya gelombang pandemi kedua.

Di Indonesia, sejumlah para ahli kesehatan pun telah bersuara. Khususnya melihat kurva epidemiologi yang jangankan melandai, menunjukkan titik puncak (peak) pun belum. Namun pemerintah telah membuat timeline bagi aktivitas ekonomi.

Wakil ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyatakan, “Saat ini terlalu cepat untuk mengambil langkah new normal. Untuk masuk new normal, pemerintah harus memiliki indikator dan kriteria berbasis data penanganan corona secara medis dan epidemiologis[20].” (kompas.tv)

Ketua IDI Surabaya juga menyebut belum mengetahui kapan corona akan berakhir. Namun jika protokol “new normal” diterapkan, ada satu pekerjaan rumah[21]. (detik.com)

Baca juga:  Rezim Anti-Khilafah, Mengapa?

Sementara itu, tidak ada jaminan protokol kesehatan akan melindungi masyarakat dari serangan wabah yang sedang berkecamuk.

Mulai dari buruknya peran negara dan kepatuhan masyarakat, hingga persoalan standar protokol kesehatan. Sebab, hingga hari ini pengetahuan tentang SARS Cov-2 masih sangat terbatas, sehingga sangat sulit membuat protokol kesehatan yang benar-benar standar.

Di sisi lain, tidak ada jaminan siapa pun termasuk yang berusia di bawah 45 tahun sekalipun benar-benar memiliki kekebalan yang baik terhadap Covid-19.

Inilah tiga karakter buruk peradaban kapitalisme yang juga menjadi karakter konsep “new normal”. Jadi, “new normal” tidak lain adalah peradaban kapitalisme dengan karakter buruknya yang membiarkan pandemi meluas (herd immunity), demi meraih nilai materi (terbebas dari tekanan resesi).

Artinya, negara semakin tidak peduli terhadap kesehatan dan keselamatan jiwa masyarakat. Di saat yang bersamaan setiap orang harus berjuang lebih berat lagi mengurusi kehidupannya, berhadapan dengan kerakusan korporasi dan agenda hegemoni yang difasilitasi negara di tengah keganasan wabah.

Kalian mengatakan dengan mulut-mulut kalian apa yang kalian tidak mempunyai ilmunya. Kalian mengiranya sederhana pada hal itu adalah besar di sisi Allah”. (TQS Ibrahim [24]:15).

Peradaban Islam Satu-Satunya yang Patut Memimpin Dunia

Peradaban Islam adalah satu-satunya peradaban berkarakter mulia, pemberi rasa tenteram dan ketenangan bagi kehidupan umat manusia.

Karakter yang begitu sempurna telah ditegaskan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya, “Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan penyejahtera bagi seluruh alam.” (TQS Al Anbiya [21]: 107).

Lebih dari pada itu, keberadaan peradaban Islam yang berdasarkan akidah Islam menjadikannya sebagai satu-satunya peradaban yang sesuai fitrah bani insan. Di samping karena gambarannya tentang kehidupan sebagai aktivitas yang berjalan sesuai dengan perintah dan larangan Allah dan arti kebahagiaan berupa rida Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Semua hal ini meniscayakan dalam peradaban Islam terwujud nilai materi, spiritual, kemanusiaan, dan moral secara serasi.

Ini di satu sisi, di sisi lain menihilkan aspek hegemoni bersamaan dengan terwujudnya fungsi negara yang sahih. Sehingga, manusia pada posisi mulia di tengah pesatnya kemajuan sains dan teknologi. Buah manis keharmonisan peradaban Islam dengan kebenaran sains.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala menegaskan dalam QS Al Isra (17): 70, yang artinya, “Kami telah memuliakan anak-anak Adam.”

Tidak sekadar konsep, peradaban Islam dengan karakternya yang mulia sebagai pewujud kesejahteraan seluruh alam, benar-benar telah teruji selama puluhan abad dan di dua per tiga dunia. Ini semua telah diukir oleh tinta emas peradaban sejarah.

Hari ini, dengan karakternya yang begitu sempurna, peradaban Islam adalah satu-satunya harapan dunia. Pembebas dari pandemi Covid-19 yang berlarut-larut. Juga pembebas dunia dari agenda hegemoni. Baik di Timur oleh Cina dan sekutunya, maupun di Barat oleh AS dan sekutunya. Berikut dengan lembaga internasional seperti WHO, PBB, WB, IMF, dan korporasi raksasa dunia yang menjadikan kesehatan dan nyawa manusia sebagai objek hegemoni.

Pada gilirannya, peradaban Islam –Khilafah– akan membawa dunia pada puncak kesejahteraan untuk kedua kalinya dengan izin Allah SWT.

Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan din yang benar agar dimenangkan-Nya atas semua din. Dan cukuplah Allah sebagai saksi…” (TQS Al Fath[48]: 28). Allahu A’lam [MNews]

Referensi:

[1] https://www.democracynow.org/2020/4/10/noam_chomsky_trumps_coronavirus_response

[2] https://www.fobes.com/sites/jackkelly/2020/05/08/us-unemployment-is-at-its-highest-rate-since-the-great-depression-at-147-with-205-million-more-jobs-lost-in-april/

[3] https://www.aljazeera.com/news/2020/05/sees-biggest-food-price-rises-46-years-200516140104954.html

[4] An Nabhani, T. Nizomu Al-Islam. Hizbut Tahrir. Beirut. 2001. Hal 65.

[5] Hizbu At-Tahrir. Mafaahiimu Siyaasatu lihizbi At Tahrir. Asbaabu Syiqaai Al-‘Aalam. 2005. Hal 150.

[6] https://www.un.org/africarenewal/news/coronavirus/new-normal-un-lays-out-roadmap-lift-economies-and-save-jobs-after-covid-19

[7] https://www.who.int/southeastasia/new/detail/15-05-2020-local-epidemiology-should-guide-focosed-action-in-new-normal-covid-19-world.

[8] http://www.euro.who.int/en/media/centre/sections/statement-transition-to-a-new-normal-during-the-COVID-19-pandemic-must-be–guided-by-public-health-principles.

[9] https://www.washingtonpost.com/business/economy/the-us-health-system-is-showing-why-is-not-ready-for-a-c-oronavirus-pandemic/2020/03/04/7c307bb4-5d6111ea-b29b-9db42f7803a7_story.html.

[10] https://www.nytimes.com/2020/03/12/world/europe/12italy-coronavirus-health-care-html.

[11] https://apps.who.int/iris/rest/bitstream/1031116/retieve. 9789241580496-eng.pdf.

[12] https://amp.kompas.com/nasional/read/2020/05/08/06563101/jokowi-sebut-hidup-berdamai-dengan-covid-19-apa-maksudnyaban

[13] https://www.kompas.com/sains/read/2020/05/13/131154423/skenario-hidup-normal-mulai-awal-juni-siapkah-indonesia-ini-kata-ahli

[14] An Nabhani, T. Nizomul Islam. Hizbut Tahrir. Beirut. 2001. Hal 65.

[15] https://unsdg.un.org/resources/un-framework-immediate-socio-economic-response-covid-19. A UN framework for the immediate socio-economic response to COVID-19. April 2020. United Nations.pdf.

[16] https://www.mm.undp.org/content/myanmar/en/home/presscenter/pressreleases/2020/a-new-normal.html

[17] https://www.financialexpress.com/world-news/donald-trump-presses-for-schools-to-reopen-makes-dig-at-anthony-fauci-1958512/

[18] https://www.washingtonpost.com/nation/2020/03/26/coronavirus-cnn-fauci/

[19] https://m.bisnis.com/amp/read/20200511/15/1239100/iakmi-tidak-ada-analisis-tunjukan-kurva-covid-19-melaiandai

[20] https://www.kompas.tv/article/82018/sorotan-indonesia-bersiap-menuju-new-normal.

[21] https://m.detik.com/news/berita-jawa-timur-/d-5022741/idi-surabaya-sebut-new-normal-belum-tepat-diterapkan-di-jawa-timur

60 komentar pada “Pandemi Covid-19, “New Normal”, dan Kebutuhan Dunia terhadap Peradaban Islam

  • Leni setiani

    Allahu akbar islam memimpin kembali.

    Balas
  • New normal” hanyalah upaya Barat mendustai dunia atas karakter buruk peradaban mereka.
    Ya Allah segerakanlah KHILAFAH memimpin kami agar kami hidup atas kemenangan yg NYATA.

    Balas
  • Ya Allah kami rindu Khilafah.yang mampu menangani berbagai macam problematika umat.termasuk Pandemi covid dan berbagai problem yang mengikutinya.
    Karena Khilafah Akan menerapkan sistem Islam secara menyeluruh(Kaffah) yg mengikuti apa yang dibawa Rasulullah SAW dan KhulafaurRasyidin.

    Balas
  • Ummu Mujahid

    MasyaAllah, saatnya Khilafah memimpin dunia. Allahu Akbar

    Balas
  • Islam dan KHILAFAH solusi yg tepat dlm segala permasalahan ummat.

    Balas
    • islam adalah solusi terbaik untuk mengatasi pandemi saat ini#RinduIslamRinduKhilafah#

      Balas
  • Ya Allah perkenankanlah sistem Islam tegak dimuka bumi ini dlm waktu dekat…Amiin YRA

    Balas
    • Ada yang main-main dengan nyawa manusia. Astaghfirullaah.

      Balas
  • Zumrotul Khoiriyah

    Masyaa Allah…
    Mencerahkan sekali penjelasannya.

    Balas
  • Rini Hustiany

    Inilah negara kapitalis

    Balas
  • Astaqfirulloh seakan nyawa tiada arti bila di bndingkan dgn ekonomi

    Balas
  • Ummu khonsa

    #IslamSolusiUntukNegeri

    Balas
    • Saat ekonomi jd no 1. Entah berapa nyawa lagi yg akan jd korban… Efek ekonomi yg tdk berjln baik sejak awal.

      Balas
  • KHILAFAH hadirmu dinanti tuk atasi wabah……menjadikan manusia hidup meraih berkah

    Balas
  • Rini Andriani

    Umat butuh khilafah!

    Balas
  • Chairi oktari

    Back to Islam KAFFAH
    Udah jelas klo sistem kapitalis itu sistem rusak

    Balas
  • Cucu Suwarsih

    Astagfirulahal’adzim..Dlm sistem kapitalisme yg dipikirkan hanya uang dan uang, nyawa manusia sm sekali tdk ada artinya. Hanya Islam solusi hakiki

    Balas
  • Hanya islam yg mampu menjadi new normal

    Balas
  • Ya Allah. Semoga Indonesia dan Dunia cepat sadar bahwa penerapan syariah dan khilafah lebih baik dari apapun

    Balas
  • yaa allah sadarkanlah rakyat2 yang masih mempercayai sistem bobrok ini

    hanya islamlah yang mampu menyeselaikan problematika umat..

    yaa rabb, kami rindu KHILAFAH

    Balas
  • Peradaban islam segera hadir

    Balas
  • Rakyat kembali menjadi korban keserakahan penguasa dan pengusaha pengkapital

    Balas
  • Ummu fadhilah

    Saatnya khilafah memimpin dunia

    Balas
  • Novia Listy

    Islam solusi komprehensif dalam menangani wabah

    Balas
  • Hamba Allah

    Bismillah, semangat berjuang tegakkan kembali sistem khilafah. Allahuakbar!!!

    Balas
    • New normal ala kapitalis yg mengabaikan keselamatan jiwa rakyatnya demi mendulang dolar bagi segelintir org

      Balas
      • Hanya islamlah sebagai solusi Terbaik untuk kehidupan manusia bkn rezim yg skrng kapitalisme sekuler

        Balas
    • Hanya Islam solusi permasalahan umat saat ini

      Balas
      • Afra Amatullah

        Butuh bukti apalagi sehingga kita mau beranjak dari sistem bobrok ini?

        Balas
  • MasyaAllah..
    Hanya Islam solusi paripurna penjaminan perlindungan kehidupan bagi manusia.

    Balas
  • Islam memuliakan manusia dan seluruh alam….

    Balas
  • Esti Nurjanah

    Sistem Islam adalah solusi atas semua problematika ummat

    Balas
  • Setuju, back to Islam Kaffah aja..

    Balas
  • Restu Adelia

    Masya Allah tulisan yg luar biasa.. Lanjutkan ibuuu ✊?

    Balas
  • Subhanallah, we need khilafah

    Balas
  • Segeralah peradaban mulia itu tegak

    Balas
    • Kapitalisme tdk pantas dibuang, tp dilenyapkan di muka bumi ini! Sebab ia lah sumber dr segala kerusakan bumi dan penderitaan rakyat.

      Balas
  • Nurus shobachah

    Mengapa mereka tidak mau mengambil hukum Islam sebagai aturan untuk mengatur segala aspek kehidupan ini?

    Balas
    • Astagfirullah, solusi yg tepat hanyalah Islam

      Balas
  • Kapitalisme akan segera tumbang, sambut Khilafah Islamiyah

    Balas
    • Chusnulwinda

      Comeback Islam. Islam solusi pasti tanpa nanti☝️✊

      Balas
    • Astaghfirullah . Hanya islamlaah satu²nya solusi bagi problematika yang ada di dunia ini…dengan menegakkan hukum Allah

      Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *