Fokus

Keberhasilan Pemimpin Perempuan, bukan Dalil Kebolehan Memimpin Negara

Oleh: Arum Harjanti

MuslimahNews.com, FOKUS – Beberapa waktu ini, ramai media global membicarakan pemimpin perempuan yang dianggap berhasil menangani pandemi Covid-19. Washington Post menyebut mereka berhasil mengendalikan penyebaran virus corona sambil tetap menjaga ketenangan[1].

Bahkan CNN memasang headline yang sangat tendensius: “Women leaders are doing a disproportionately great job at handling the pandemic. So why aren’t there more of them?[2] Forbes.com memujinya sebagai contoh kepemimpinan sejati dalam krisis.[3]

Beberapa perempuan itu di antaranya adalah Kanselir Jerman Angela Merkel,[4] PM Selandia Baru Jacinda Ardern[5], pemimpin Taiwan, Islandia, Finlandia, Norwegia, dan Denmark[6], juga Singapura, Hongkong, Georgia, Ethiopia, dan lainnya[7].

Mengapa “keberhasilan” mereka begitu menghebohkan hingga mengguncang dunia?

Pemimpin Perempuan dan Kesetaraan Gender

Prestasi para pemimpin perempuan menangani pandemi Covid-19, seolah menjadi dalil bahwa jumlah pemimpin perempuan di dunia harus diperbanyak lagi[8]. Partisipasi perempuan dalam bidang politik, apalagi level pengambil keputusan adalah salah satu ukuran penting capaian kesetaraan gender.

Prestasi itu seolah menjawab ambisi besar Direktur Eksekutif UN Women, Phumzile Mlambo-Ngcuka yang mengatakan, “We have created a world where women are squeezed into just 25% –one quarter– of the space, both in physical decision-making rooms, and in the stories that we tell about our lives. One quarter is not enough[9]

Partisipasi politik perempuan memang masih harus terus digenjot agar cita-cita Planet 50×50 segera terwujud. Faktanya, saat ini politik masih menjadi area yang memiliki kemajuan paling sedikit.[10] Meskipun the Global Gender Gap Report 2020 melaporkan peningkatan jumlah perempuan yang terlibat dalam politik, namun dianggap belum cukup. Apalagi kesenjangan gender dalam politik dilaporkan akan hilang dalam waktu 95 tahun.[11]

Dan untuk mencapai kesetaraan masih sangat jauh, karena menurut Women in Politic Map 2020 baru ada 10 kepala negara perempuan (6,6%) dan 12 kepala pemerintahan perempuan (6,2%)[12]. Apalagi kesetaraan gender yang juga tujuan ke 5 SDGs, dianggap sebagai akselerator tercapainya berbagai tujuan dalam SDGs[13].

Baca juga:  Jilbab dan Kerudung bukan Budaya Arab

Bahkan CNN menuliskan keberhasilan pemimpin perempuan yang jumlahnya tidak proporsional bila dibandingkan dengan jumlah pemimpin pria ini menunjukkan kepada kita bahwa kesetaraan gender sangat penting bagi kesehatan publik global dan keamanan internasional[14]

Benarkah Pemimpin Perempuan Lebih Menjanjikan?

Bahwa kesetaraan gender adalah solusi atas semua persoalan perempuan adalah doktrin yang dikampanyekan secara global dengan target terwujud Planet 50×50 pada tahun 2030. Dan kesetaraan dalam bidang politik, terlebih posisi pengambil keputusan adalah salah satu hal urgen yang harus dikejar.

Dunia sangat membutuhkan lebih banyak pemimpin perempuan dan perwakilan perempuan yang setara di semua tingkat politik[15] karena semakin banyak perempuan dalam posisi pengambilan keputusan politik tingkat tinggi di-klaim bakal menghasilkan kebijakan yang bermanfaat bagi seluruh masyarakat.[16].

Merujuk fakta penanganan Covid-19 saat ini, memang benar pemimpin perempuan tersebut memiliki manajemen krisis yang baik,[17] memiliki berbagai sifat kepemimpinan yang baik,[18] menetapkan kebijakan dengan tepat dan tenang[19] dan bertindak tidak hanya untuk rakyat dan negara mereka sendiri tetapi juga bagi masyarakat secara keseluruhan.[20]

Namun mengklaim bahwa pemimpin perempuan lebih baik dari pada laki-laki hanya berdasarkan kinerja dalam menangani persoalan Covid-19 adalah terlalu gegabah, apalagi kemudian menyimpulkan bahwa dunia butuh pemimpin perempuan yang lebih banyak. Presiden Korsel Moon Jae-in dan PM Yunani, Kyriakos Mitsotakis adalah pemimpin laki-laki yang berhasil menangani pandemi Covid-19 di negaranya.[21]

Sementara itu, tidak semua perempuan juga berhasil. Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina meski pada awalnya berhasil dengan respons cepat.[22]namun kemudian alat uji terbatas dan kekurangan APD.[23]

Sementara itu, Belgia, yang juga dikepalai oleh perempuan, memiliki tingkat kematian per kapita tertinggi di Uni Eropa. dan tertinggi kedua di dunia.[24] Dan dalam menekan jumlah kematian karena Covid-19, ternyata, wanita secara statistik tidak lebih baik daripada laki-laki. Apalagi ada banyak faktor yang terkait dengan kematian, sehingga sulit mengetahui dampak jenis kelamin pemimpin[25]

Baca juga:  Kolaborasi Moderasi dan Feminisme Menyasar Perempuan

Ternyata gaya kepemimpinan para pemimpin perempuan tersebut tidaklah unik bagi perempuan saja.[26] Rosie Campbell, direktur Global Institute for Women’s Leadership di King’s College London, menilai “gaya kepemimpinan tidaklah inheren pada pria dan perempuan”.[27]

Bahkan menurut Alice Eagly, seorang Profesor Psikologi Emeritus di Universitas Northwestern, mengaitkan prestasi para pemimpin perempuan dengan jenis kelamin mereka justru dianggap dapat merusak dan mengurangi nilai kontribusinya. Eagly bahkan menekankan, penting untuk tidak menyarankan mengaitkan kromosom X sebagai penyebab kesuksesan [28].

Jadi, seharusnya dunia tidak perlu heboh dengan keberhasilan pemimpin perempuan dalam hal menangani krisis Covid-19. Apalagi menjadikannya sebagai dalil keharusan adanya pemimpin perempuan.

Memang benar langkah-langkah mereka bermanfaat dalam mengatasi krisis Covid-19. Namun sesungguhnya problem dunia bukan hanya pandemi Covid-19. Jauh sebelum muncul pandemi Covid-19 ini, dan hingga kini, dunia sudah menghadapi problem kemiskinan, kelaparan, dan ketidakadilan yang sangat hebat dan belum tertuntaskan.

Pandemi ini memang memorakporandakan seluruh dunia. bahkan diyakini juga mengancam keberlangsungan sistem kapitalisme. Ekonom Mariana Mazzucato percaya bahwa pandemi Covid-19 mengungkap beberapa kelemahan masyarakat kapitalis.

Menurutnya, saat ini kapitalisme paling tidak menghadapi tiga krisis besar, yaitu krisis kesehatan, ekonomi, dan perubahan iklim[29]. Oleh karena itu, pemimpin yang berhasil hakikatnya adalah pemimpin yang menerapkan sistem yang kuat yang mampu menjaga kestabilan dan kesejahteraan dunia.

Islam Mengatur Kiprah Perempuan

Islam memuliakan perempuan dan memberikan peran dalam kehidupan, baik sebagai manusia sebagaimana halnya laki-laki, maupun sebagai manusia berjenis perempuan.

Sebagai manusia, perempuan dan laki-laki memiliki kedudukan yang sama, yang paling takwalah yang paling mulia di hadapan Allah SWT. Sementara sebagai jenis perempuan, Islam memberikan peran sesuai dengan kodratnya, yaitu sebagai istri, ibu generasi dan pengatur rumah.

Baca juga:  Empat Tipe Muslim

Islam menjadikan laki-laki sebagai pemimpin atas manusia termasuk perempuan. Dan melarang perempuan menjadi pemimpin dalam urusan kekuasaan. Rasulullah SAW bersabda “Tidak akan beruntung suatu kaum apabila mereka menyerahkan kepemimpinan mereka kepada wanita.” (HR Bukhari no 4225).

Meskipun demikian Islam memberikan ruang bagi perempuan untuk berkiprah dalam berbagai bidang kehidupan manusia, tentu saja sesuai dengan tuntunan syariat Islam.

Oleh karena itu, Islam tidak memerlukan kesetaraan gender sebagai alat untuk memberikan jalan keterlibatan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan.

Islam bahkan menentangnya karena kesetaraan gender hanya membawa kerusakan dalam kehidupan dan melanggar aturan Allah SWT.

Perempuan bisa jadi lebih hebat dari laki-laki, namun bagi muslimah yang taat pada Allah dan RasulNya, ia tidak akan membiarkan dirinya melanggar aturan Allah dan Rasul-Nya. Ia akan mencukupkan dirinya untuk tetap menjalani peran kodratinya sekalipun dianggap rendah oleh Barat.

Tanpa posisi politik tertinggi dalam hierarki masyarakat, toh muslimah masih mampu terus berkontribusi untuk umat sesuai dengan syariat Allah. Dan yang paling utama, ruang ini menghantarkannya mendapatkan keridaan Allah. Sungguh berbeda dengan kesetaraan gender, yang justru menghantarkan kepada kehinaan dan kehancuran dunia dan akhirat. [MNews]

 

[1] https://www.washingtonpost.com/world/2020/04/20/female-world-leaders-hailed-voices-reason-amid-coronavirus-chaos/

[2] https://www.forbes.com/sites/kimelsesser/2020/04/29/are-female-leaders-statistically-better-at-handling-the-coronavirus-crisis/#4b31a2d3539c

[3] https://www.forbes.com/sites/avivahwittenbergcox/2020/04/13/what-do-countries-with-the-best-coronavirus-reponses-have-in-common-women-leaders/#5202928f3dec

[4] https://news.detik.com/dw/d-4988396/angela-merkel-kebijakan-ketat-dan-tegas-perlu-untuk-selamatkan-manusia

[5] https://magdalene.co/story/meneladani-kepemimpinan-jacinda-ardern-di-tengah-pandemi

[6] https://www.forbes.com/sites/avivahwittenbergcox/2020/04/13/what-do-countries-with-the-best-coronavirus-reponses-have-in-common-women-leaders/#5202928f3dec

[7] https://www.forbes.com/sites/avivahwittenbergcox/2020/04/22/8-more-women-leaders-facing-the-coronavirus-crisis/#2c3468ee288f

[8] https://edition.cnn.com/2020/04/14/asia/women-government-leaders-coronavirus-hnk-intl/index.html

[9] https://edition.cnn.com/2020/04/14/asia/women-government-leaders-coronavirus-hnk-intl/index.html

[10] https://www.weforum.org/press/2019/12/gggr2020

[11] https://www.weforum.org/reports/gender-gap-2020-report-100-years-pay-equality

[12] Women in Politic Map 2020

[13] https://www.undp.org/content/undp/en/home/librarypage/womens-empowerment/gender-equality-as-an-accelerator-for-achieving-the-sdgs.html

[14] ttps://edition.cnn.com/2020/04/14/asia/women-government-leaders-coronavirus-hnk-intl/index.html

[15] https://edition.cnn.com/2020/04/14/asia/women-government-leaders-coronavirus-hnk-intl/index.html

[16] https://www.unwomen.org/en/news/stories/2020/3/press-release-ipu-un-women-map-of-women-in-politics-2020

[17] https://www.forbes.com/sites/avivahwittenbergcox/2020/04/22/8-more-women-leaders-facing-the-coronavirus-crisis/#2c3468ee288f

[18] https://www.forbes.com/sites/avivahwittenbergcox/2020/04/13/what-do-countries-with-the-best-coronavir

[19] https://www.forbes.com/sites/stephaniedenning/2020/04/26/why-have-women-leaders-excelled-at-fighting-the-coronavirus-crisis/#539a1a3b543e

[20] https://www.forbes.com/sites/stephaniedenning/2020/04/26/why-have-women-leaders-excelled-at-fighting-the-coronavirus-crisis/#539a1a3b543e

[21] https://www.bbc.com/indonesia/dunia-52363448

[22] https://www.forbes.com/sites/avivahwittenbergcox/2020/04/22/8-more-women-leaders-facing-the-coronavirus-crisis/#2c3468ee288f

[23] https://www.bbc.com/indonesia/dunia-52363448

[24] https://www.forbes.com/sites/kimelsesser/2020/04/29/are-female-leaders-statistically-better-at-handling-the-coronavirus-crisis/#4b31a2d3539c

[25] ibid

[26] https://www.forbes.com/sites/stephaniedenning/2020/04/26/why-have-women-leaders-excelled-at-fighting-the-coronavirus-crisis/#539a1a3b543e

[27] https://www.bbc.com/indonesia/dunia-52363448

[28] https://www.forbes.com/sites/kimelsesser/2020/04/29/are-female-leaders-statistically-better-at-handling-the-coronavirus-crisis/#4b31a2d3539c

[29] https://www.weforum.org/agenda/2020/04/coronavirus-covid19-business-economics-society-economics-change

59 komentar pada “Keberhasilan Pemimpin Perempuan, bukan Dalil Kebolehan Memimpin Negara