Opini

Inses Marak, Masyarakit Sakit Terpapar Liberalisme

Oleh: Endiyah Puji Tristanti, S.Si.

MuslimahNews.com, OPINI – Mengambil tema GirlForce: Unscripted and Unstoppable, Hari Anak Internasional ke-9 tahun 2019 untuk menandai capaian 25 tahun Beijing Declaration and Platform of Action (BPfA+25) bagi anak perempuan.

Sebuah gerakan global di mana anak perempuan memimpin diri mereka sendiri dan orang lain untuk menangani masalah-masalah pernikahan anak, ketimpangan pendidikan, kekerasan berbasis gender, harga diri, dan hak anak perempuan memasuki tempat ibadah atau ruang publik selama menstruasi. Anak perempuan menjadi sosok bebas tanpa batasan dan hambatan yang ditimbulkan stereotip dan pengucilan.

Untuk kesekian kalinya, kaum feminis menutup mata terhadap keadaan dunia hari ini yang menggambarkan sebuah masyarakat sakit. Sama saja baik di Barat maupun di Timur secara keseluruhan merupakan masyarakat liberal, mengagungkan kebebasan meski harus kehilangan predikat sebagai manusia.

Sudah 25 tahun pelaksanaan Beijing Platform diteguhkan hasilnya nihil. Anak-anak Palestina, Yaman, Rohingya, Uighur, Afghanistan, Suriah tetap kehilangan hak hidup mereka sebagai anak muslim yang berhak memegang teguh agama mereka dan hidup sejahtera bebas dari bom dan penindasan.

Di Indonesia nasib anak-anak baik perempuan, laki-laki tidak jauh berbeda. Tak ada bom dan roket di udara, namun kebodohan, hilangnya jaminan kesehatan termasuk kejahatan seksual mengancam hari-hari mereka. Sebut saja masalah inses, hubungan seksual antara dua orang yang memiliki hubungan darah.

Kejahatan seksual seolah telah menjadi pemandangan lazim di masyarakat. Di Indonesia saja tahun 2018 tercatat kenaikan jumlah kasus di ranah personal 2.988 kasus yang didominasi kasus inses.

Tepatnya sebanyak 1.210 kasus di tahun 2017 dan 1.071 kasus tahun 2018. Menurut Komnas Perempuan penurunan angka inses tidak menggambarkan kondisi riil. Inses ibarat fenomena gunung es.

Tidak banyak kasus terungkap. Menurut Komnas Perempuan akibat korban tidak berani melaporkan karena menganggap bagian dari menutup aib keluarga. Anak perempuan yang kebanyakan sebagai korban memilih diam karena “relasi kuasa” yang dimilikinya lemah, tidak setara. Untuk kasus pelaku saudara kandung menggambarkan “konstruksi gender” sehingga laki-laki tetap berkuasa atas tubuh perempuan.

Padahal kasus inses tidak selamanya dalam paksaan, kasus inses juga terjadi karena suka sama suka. Sebut saja salah satu yang terjadi di Luwu, Sulawesi Selatan yang terungkap Juli 2019 lalu. Hubungan kakak dan adik kandung dilakukan atas dasar suka sama suka ini berlangsung sejak tahun 2016.

Jelas relasi kuasa dan konstruksi gender bukanlah akar penyebab maraknya inses. Inses dalam paksaan atau inses suka sama suka keduanya termasuk kejahatan (jarimah) karena melanggar larangan syariat.

Secara implisit kaum feminis menggugat hukum-hukum syariat terkait tanggung jawab perlindungan mahram terhadap perempuan dalam safar, dan larangan berkhalwat (berduaan perempuan dan laki-laki bukan mahram). Ayah, paman, atau saudara laki-laki belum tentu menjadi pelindung, bahkan justru rentan menjadi pelaku kejahatan seksual.

Kaum feminis sering berhalusinasi, menolak objektivitas, menerima kenyataan bahwa kejahatan seksual dikonstruksi oleh penerapan sistem liberalisme yang diekspor peradaban Barat ke seluruh dunia, termasuk negeri-negeri Muslim.

Atraksi interaksi sosial yang mempertontonkan aurat, minimnya pemahaman syariat tentang pergaulan (nizhom ijtima’), serta paparan media berkonten porno telah merusak kesehatan otak manusia. Pada taraf lanjut mampu memunculkan kecanduan seks pada diri pelaku dan bisa memakan korban siapa saja termasuk anak perempuan.

Inses Haram Mutlak

Dalam Islam, setiap bentuk pelanggaran syariat adalah kejahatan (jarimah) yang pelakunya mendapatkan sanksi setimpal dengan perbuatannya. Sistem sanksi dalam Islam tidak berdiri sendiri terpisah dari sistem yang lain.

Bahkan penerapan sistem sanksi Islam tidak akan berguna tanpa penerapan sistem ekonomi, sistem politik, sistem pergaulan, sistem pendidikan, sistem peradilan, dan sistem pertahanan keamanan dalam Islam.

Tidak ada tempat bagi HAM, liberalisasi, pluralisme, dan ‘toleransi’ dalam masyarakat Islam. Perzinaan jelas keharamannya baik suka sama suka maupun dalam ‘tekanan’. Masing-masing pelakunya akan mendapatkan sanksi, tidak ada istilah korban dalam kasus perzinaan. Berbeda dengan pemerkosaan dan pencabulan. Pelakunya mendapatkan sanksi dan korbannya mendapatkan perlindungan.

Inses dalam bahasa Arab disebut ghisyan al-maharim, sifah al-qurba atau zina al-maharim. Fakta inses adalah fakta zina, karena hubungan seksual dilakukan tanpa akad pernikahan yang sah. Al Qur’an mengharamkan zina dengan qarinah jazimah, larangan yang tegas nahy(an) jazm(an)

“Janganlah kalian mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah perbuatan keji dan jalan yang buruk.” (TQS al-Isra’: 32)

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina deralah masing-masing dari keduanya seratus kali deraan, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kalian untuk menjalankan agama Allah jika kalian mengimani Allah dan Hari Akhir…” (TQS. an-Nuur: 2).

Sedangkan pezina muhshan (sudah menikah) dihukum rajam. Inses juga melanggar larangan pernikahan dengan mahram pada QS an-Nisa ayat 22-23.

Dalam keadaan dipaksa, perbuatan inses tetaplah haram. Adapun anak perempuan korban pemaksaan dengan kekerasan dan ancaman pembunuhan, maka diberlakukan kepadanya hadis Nabi Saw:

“Sesungguhnya Allah telah meninggalkan (tidak mencatat) dari umatku: kekhilafan, lupa dan sesuatu yang dipaksakan kepada mereka. (HR Ibnu Hibban)

Adapun beberapa syariat pencegahan terhadap inses diberikan pula oleh dengan kewajiban pemisahan tempat tidur masing-masing anak sejak usia 7 tahun, larangan mandi bersama, batasan aurat sesama perempuan, dan batasan aurat laki-laki.

Artinya, pencegahan inses terkait erat dengan kesejahteraan keluarga untuk menyediakan rumah yang layak bagi penghuninya sehingga memungkinkan pemisahan kamar. Juga terkait dengan sistem pendidikan yang mencetak manusia sebagai individu bersyakhshiyah Islamiyah (berkepribadian Islam). Semuanya membutuhkan peran negara sejak sebelum terjadinya masalah (preventif)

Khilafah Membersihkan Masyarakat dari Liberalisme

Masyarakat Islam adalah masyarakat yang khas dan unik. Mereka menerapkan syariat Islam secara kafah mewujudkan kesamaan mafahim (pemahaman), maqayyis (standarisasi), dan qana’at (keyakinan) berdasarkan akidah Islam yang sahih.

Pandangan mereka terhadap makna kebahagiaan as-sa’adah yakni ketika seseorang telah mendapatkan keridaan Allah SWT. Kebahagiaan tidak diukur dengan besarnya nilai materi yang dihasilkan.

Masyarakat Islam menjauhkan pandangan terhadap kehidupan berasaskan manfaat semata. Nilai materi bukanlah satu-satunya nilai perbuatan yang ingin diraih. Semua amal dilakukan untuk mencapai ghayyah, tujuan tertinggi keridaan Sang Pencipta.

Kedamaian, ketenteraman dirasakan oleh seluruh masyarakat. Sesama warga negara saling bahu-membahu, saling menjaga dan saling melindungi. Setiap orang tunduk kepada aturan yang satu, syariat Islam dengan keadilannya.

Laki-laki dan perempuan sama di hadapan manusia yang lain, hanya ketakwaan yang membedakan. Pada sebagiannya memiliki kelebihan atas yang lain sesuai kadar tanggung jawabnya. Pemikiran individualisme tidak mendapatkan ruang untuk berkembang. Kebebasan dan kemerdekaan diraih bagi siapa saja yang telah membebaskan diri pada penghambaan kepada sesama manusia menjadi penghambaan kepada Tuhannya manusia.

”Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh yang makruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah, sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana” (TQS. at-Taubah: 71)

Seruan-seruan setan yang mengajak masyarakat pada kejahiliaan seperti liberalisme/al-hurriyah ataupun kesetaraan gender tidaklah dibutuhkan, karena keadilan penerapan hukum Islam secara kafah oleh Khilafah. Keadaan ini sangat jauh dari kenyataan hari ini di mana sistem kapitalisme yang imperialis diterapkan di setiap tempat.

Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduknya) mengingkari nikmat-nikmat Allah, karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat” (TQS. an-Nahl: 112) [MNews]

16 komentar pada “Inses Marak, Masyarakit Sakit Terpapar Liberalisme

  • Desi Meliyanti

    Hanya Islam solusinya

    Balas
  • Liberalisme memang rusak & merusak tatanan kehidupan manusia

    Balas
  • Masyarakat butuh khilafah sebagai obatnya

    Balas
  • Syariat Islam sempurna mengatur sistem pergaulan. Pelajari dan terapkan bukan saja oleh individu saja tapi harus ditegakkan juga oleh negara dalam bentuk aturan yang komplit sehingga kasus kasus termasuk inses tdak akan terjadi lagi.

    Balas
  • Aturan yang ada di sistem dzolim ini memang sebenernya untuk merusak juga menggantikan fitrah seorang perempuan menjadi pekerja. Padahal sejatinya bekerja bagi perempuan itu hukumnya boleh, tidak boleh dijadikan yang utama. Tetapi mereka selalu beralasan dengan hak asasi.. huftt…
    Semoga Allah berikan kemenangan kepada islam.. aamiin…

    Balas
  • Allah sellu menjaga orang beriman. Pesan rasulullah peganglah alquran dan assunah

    Balas
  • Hanya Islam solusi umat

    Balas
  • Mashaallah, ternyata kita terkungkung oleh sistem yang amay merusak, hanya islam lah yang sesuai dengan fitrah manusia.. Allahu akbar

    Balas
  • Sebaik baiknya solusi adalah ketika hukum islam di terapkan

    Balas
  • Hanya dengan sistem islam smua problematika bisa terselesaikan

    Balas
  • taat syariat hidup akan selamat

    Balas
  • Sdh jelas dalam islam inses haram

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *