Opini

Arogansi Rezim Kapitalis, Anggap Rakyat Beban Negara

Oleh: Rindyanti Septiana S.Hi.

MuslimahNews.com, OPINI – Penghapusan tenaga honorer kembali diwacanakan oleh pemerintah lewat Menteri PAN-RB Tjahjo Kumolo, menyatakan bahwa anggaran pemerintah pusat terbebani dengan kehadiran tenaga honorer.

Pemerintah berupaya menghapus status tenaga honorer dengan mengikutsertakan pada seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Ditargetkan penyelesaian sisa tenaga honorer selesai pada 2012. ( Detik, 25/1/2020)

Pemerintah sepertinya sangat ‘serius’ memangkas tenaga honorer dari pemerintahan. Karena penghapusan tenaga honorer telah disepakati Kementerian PAN-RB dan BKN dengan Komisi II DPR. Pemerintah juga mengimbau kepada seluruh pejabat negara untuk tidak merekrut tenaga honorer.

Bahkan, larangan tersebut sudah tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 tahun 2005 Pasal 8. Sebagaimana yang tertuang dalam UU Nomor 5 tahun 2014 tentang aparatur sipil negara (ASN), yang dimaksud ASN adalah PNS dan PPPK. Di luar dari semua itu tidak dianggap.

Sementara itu, wacana penghapusan tenaga honorer telah sampai ke daerah. Sebanyak 1.800 guru honorer di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) terancam nasibnya, bahkan berada di ujung tanduk. Hal tersebut terkait akan dihapuskannya tenaga honorer di lingkungan pemerintahan oleh Pemerintah pusat. (www.kabar-banten.com, 24/1/2020)

Padahal saat kampanye Presiden menjanjikan membuka lapangan pekerjaan sebesar-sebesarnya. Justru yang ada pengangguran yang terus bertambah besar jumlahnya. Tampaknya saat ini negara memang gagal mengatasi berbagai masalah penyaluran tenaga kerja.

Awalnya rekrutmen tenaga honorer dianggap sebagai upaya untuk mengurangi pengangguran sekaligus mendapatkan tenaga yang mau dibayar rendah. Karena mereka belum berpengalaman dan dijanjikan akan direkrut menjadi ASN. Namun, sekarang tenaga honorer akan dihapuskan. Kasihan, sungguh kasihan. Rakyat terus jadi korban dari kebijakan penguasa, bahkan dianggap sebagai beban.

Saat ini tenaga honorer di lingkungan pemerintahan tersisa sekitar 438.590 orang , setelah sejak tahun 2005 hingga 2014 ada sekitar 1.072.090 honorer yang telah diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil melalui berbagai jalur.

Baca juga:  Mewaspadai Bahaya Moderasi Islam dalam Feminisme

Rakyat Bernilai Ekonomis dalam Kapitalisme

Hitung-hitungan rezim kapitalis luar biasa. Rakyat hanya dipandang secara ekonomis (untung dan rugi). Hingga pejabat pemerintahnya mengeluarkan statement, tenaga honorer yaitu rakyat sebagai beban anggaran. Untuk meringankan biaya negara, maka mengambil kebijakan menggantikan tenaga manusia dengan robot pun akan diupayakan.

Dengan pongahnya mengatakan jangan membebani pemerintah pusat lagi, sementara tumpukan utang terus menggunung demi pembangunan infrastruktur. Padahal itu menjadi beban masa depan bangsa, yang akan menjadi beban generasi yang akan datang.

Belum lagi, pajak yang dibebankan negara pada rakyat. Plastik keresek hingga usaha pempek pun dikenakan pajak. Sementara delapan perusahaan yang berinvestasi di atas Rp500 miliar hingga Rp1 triliun telah menikmati pembebasan pajak usai dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 35/201, tentang fasilitas bebas pajak (tax holiday). Delapan perusahaan tersebut berasal dari Cina, Hong Kong, Singapura, Jepang, Belanda, dan Indonesia. (tirto.id, 28/10/2018)

Menjadi pertanyaan besar bagi kita. Benarkah rakyat menjadi beban negara? Atau sebaliknya, negara yang justru terus membebani rakyat lewat kebijakannya dan dilegalkan oleh Undang-Undang kapitalistiknya?

Setelah melanjutkan dua periode, mereka memegang kuasa dan menganggap diri paling kuasa. Beban negara diserahkan kepada rakyat. ASN yang diangkat dan digaji oleh negara untuk mengabdi pada negara dianggap digaji oleh mereka yang berkuasa. Padahal seumur hidup mereka bekerja untuk negara. Tapi karena sok kuasa, semua diklaim dari mereka semua.

Kalau rakyat mengoreksi mereka yang berkuasa, dianggap sebagai pembenci dan radikal. Tapi ketika mereka mencaci, marah-marah, mengancam orang, tiada satu pun orang yang melihat kesalahan si pongah ini.

Sementara itu, jika umat Islam mengkritik dan memberi saran pada penguasa, umat Islam akan dituduh radikal. Mereka lupa diri, karena menganggap diri yang paling benar dan berkuasa. Padahal, Presiden makan gaji dari mana? Menteri makan gaji dari mana? ASN makan gaji dari mana?

Baca juga:  Indonesia dalam Kubangan Investasi Asing

Dalam kapitalis, rakyat menjadi pelayan bagi penguasa. Sudahlah melayani, dipersulit kehidupannya dan diambil lagi keuntungan sebesar-sebesarnya. Lengkap sudah penderitaan si pelayan.

Khilafah Menjamin Pekerjaan Bagi Rakyat

Negara wajib menciptakan lapangan kerja agar setiap orang yang mampu bekerja dapat memperoleh pekerjaan.

Rasulullah Saw. bersabda, “Seorang Imam adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat); ia akan diminta pertanggungjawabannya atas urusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Dalam Islam pengangkatan pegawai negara, mutasi, pembinaan, dan pencopotan mereka ada pada orang yang memiliki kewenangan tertinggi di departemen, jawatan atau unit tempat mereka bekerja.

Seluruh pegawai yang bekerja pada Khilafah diatur sepenuhnya di bawah hukum-hukum ijarah (kontrak kerja). Khilafah boleh mempekerjakan pekerja secara mutlak, baik Muslim maupun kafir. Mereka mendapatkan perlakuan adil sejalan dengan hukum syariat.

Hak-hak mereka sebagai pegawai, baik pegawai biasa maupun direktur, dilindungi oleh Khilafah. Rekrutmen pegawai negara dalam Islam tidak mengenal istilah honorer. Karena pegawai negara akan direkrut sesuai kebutuhan riil negara untuk menjalankan semua pekerjaan administratif maupun pelayanan dalam jumlah yang mencukupi.

Seluruh pegawai muslim Khilafah bekerja tidak sekadar karena ingin mendapatkan upah. Lebih dari itu mereka memahami bekerja melayani urusan rakyat merupakan ibadah yang memiliki banyak keutamaan.

Rasulullah Saw bersabda,

“Siapa saja yang berusaha memenuhi kebutuhan saudaranya maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Siapa saja yang menghilangkan kesusahan dari seorang Muslim maka Allah akan menghilangkan salah satu kesusahannya dari kesusahan-kesusahan di Hari Kiamat.” (HR Bukhari dan Muslim)

Semua pegawai Negara dalam Khilafah digaji dengan akad ijarah dengan gaji yang layak sesuai jenis pekerjaan. Sebagai contoh, pada masa Khalifah bin Abdul Aziz, gaji para pegawai Negara hingga ada yang mencapai 300 dinar (1.275 gram emas) atau setara Rp114.750.000. Luar biasa, nominal yang sangat fantastis. Wajar kehidupan rakyatnya sangat sejahtera dan berkah.

Baca juga:  [Editorial] Biang Kerok Ketidakadilan itu bernama "Sistem Kapitalisme NeoLiberal"

Gaji pegawai Negara diambil dari kas baitulmal. Namun apabila tidak mencukupi, maka bisa ditarik dharibah/pajak yang bersifat temporer. Dalam Khilafah begitu besar terbukanya lapangan pekerjaan, maka menjadi ASN bukanlah satu-satunya pekerjaan yang dikejar oleh warga untuk mendapat beragam jaminan hidup layak dan tunjangan hari tua.

Dalam bidang ekonomi kebijakan yang dilakukan Khalifah adalah meningkatkan dan mendatangkan investasi yang halal untuk dikembangkan di sektor riil baik di bidang pertanian dan kehutanan, kelautan, dan tambang maupun meningkatkan volume perdagangan.

Di sektor pertanian, di samping intensifikasi juga dilakukan ekstensifikasi, yaitu menambah luas area yang akan ditanami dan diserahkan kepada rakyat. Karena itu, para petani yang tidak memiliki lahan atau modal dapat mengerjakan lahan yang diberi oleh pemerintah.

Sebaliknya, pemerintah dapat mengambil tanah yang telah ditelantarkan selama tiga tahun oleh pemiliknya, seperti yang telah dilakukan oleh Rasulullah saw. ketika berada di Madinah. yaitu pemberian negara kepada rakyat yang diambilkan dari harta baitulmal dalam rangka memenuhi hajat hidup atau memanfaatkan kepemilikannya.

Dalam sektor industri Khalifah akan mengembangkan industri alat-alat (industri penghasil mesin) sehingga akan mendorong tumbuhnya industri-industri lain. Selama ini negara-negara Barat selalu berusaha menghalangi tumbuhnya industri alat-alat di negeri-negeri kaum Muslim agar negeri-negeri Muslim hanya menjadi pasar bagi produk mereka.

Di sektor kelautan dan kehutanan serta pertambangan, Khalifah sebagai wakil umat akan mengelola sektor ini sebagai milik umum dan tidak akan menyerahkan pengelolaannya kepada swasta.

Dari keempat sektor tersebut, tentu banyak dibutuhkan tenaga kerja. Hal itu akan memudahkan bagi warga negara Khilafah dalam mendapatkan pekerjaan guna mencukupi kebutuhan hidupnya.

Hingga pengangguran tidak akan menjadi momok menakutkan bagi warga negara Khilafah, hal tersebut berbeda dalam sistem Kapitalisme yang menyuburkan pengangguran dimana-mana. Kesejahteraan hanya sebuah impian yang takkan bisa terwujud. Wallahu a’lam bish-shawab. [MNews]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *